rmlink a { background: none repeat scroll 0 0 #E37F52; border-radius: 4px; color: #FFFFFF !important; font-size: 10pt; font-weight: 700; line-height: 1; padding: 1px 3px 1px; text-transform: uppercase; }

Wednesday, 16 September 2015

Muslihat Kakek Dewo 16


Pelan Dewo melangkah menuju kamarnya yang berada di belakang rumah Kyai Kholil, dan kemudian merebahkan diri di atas ranjang yang tidak seberapa besar. Malam itu dingin, tapi Dewo hanya menggunakan celana kolor dan bertelanjang dada saja. Tak lama, lelaki tua itu pun terlelap dalam tidur tanpa mimpi.
Di dalam rumah, Nyai Siti yang baru selesai mandi, mendapati suaminya juga sudah tertidur lelap. Hampir tak bersuara karena tak ingin membangunkan, Nyai Siti mengganti lilitan handuk yang membalut tubuh sintalnya dengan memakai jubah panjang serta menggelung rambutnya yang masih basah, lalu dia memakai jilbab lebarnya dan kemudian melangkah keluar dari kamar.
Di ruang tengah, dia melihat Rohmah yang baru pulang mengantar Adinda, teman sekelasnya yang tadi diperawani oleh Dewo.
“Abi tidur ya, Mi?” tanya gadis itu.
“Iya,” Nyai Siti mengangguk. “Wiwik mana?”
“Mbak juga sudah tidur.. terus kakek Dewo kemana, Mi?” tanya Rohmah kepada ibunya.
“Kakek dewo ada di kamarnya,” jawab Nyai Siti, lalu berbalik.

“Ummi mau ke mana?” tanya Rohmah mencegat.
“Ummi mau menemani paman Dewo yang kecapekan. Katanya minta dipijit,” kilah Nyai Siti kepada sang anak.
“Aku ikut ya, Mi,” rengek Rohmah yang tadi belum sempat mencicipi kontol panjang Dewo.
Tapi Nyai Siti buru-buru mencegah. “Jangan,” Setelah seharian sibuk mengerjai Bayu, dia jadi kangen pengen ngentot sama Dewo. “kata paman Dewo, biar ummi saja. Sudah sana tidur, besok sekolah.” lanjutnya tanpa mau dibantah.
Tak berkata-kata lagi, Rohmah pun kemudian melangkah masuk ke kamarnya. Sementara Nyai Siti lekas pergi ke belakang rumahnya menuju kamar Dewo. Setelah melintasi halaman yang tidak begitu luas, dia membuka kamar Dewo tanpa perlu repot-repot mengetuknya. Berjinjit dia melangkah ke dalam dan kemudian mengunci pintunya agar tidak ada yang mengganggu.
Nyai Siti tersenyum melihat pejantannya itu tidur sambil mendengkur, maklum hari ini Dewo ngentot hampir lima kali. Lubang perawan Adinda benar-benar merangsang nafsu birahinya.
Pelan Nyai Siti naik ke atas ranjang Dewo sambil menatap kagum akan kejantanan Dewo yang walaupun sudah kakek-kakek tapi bertenaga prima bagai kuda. Dengan lembut dia mengecup mesra kening Dewo seperti kekasih.
Merasakan kecupan itu, Dewo membuka matanya dan berkata, “Nyai, aku...”
Belum sempat meneruskan kata-kata, Nyai Siti sudah menutup mulut Dewo dengan menggunakan jari telunjuknya. ”Mas Dewo tidur saja. Aku akan menemanimu malam ini, tidak peduli kontolmu ngaceng atau tidak. Karena hanya dengan mencumbumu, aku sudah terangsang dan orgasme,” kata Nyai Siti di telinga Dewo.
Kakek itu pun tersenyum, “Tolong ambilkan aku obat di meja.”
Nyai Siti beranjak untuk mengambil pil kecil yang berbentuk seperti kelereng, juga segelas air putih. “Ini, mas.” Nyai Siti memberikannya pada Dewo yang menerima sambil tersenyum.
“Obat ini akan membuatku segera tidur seperti orang mati dan besok baru bisa bangun,” kata Dewo menjelaskan.
“Nggak apa-apa, mas Dewo. Lontemu ini akan tetap menemanimu walaupun kamu tertidur sampai besok pagi, dan aku puas bisa mencumbumu saat kamu tertidur,” kata Nyai Siti.
Setelah meneguknya, tak berapa lama kemudian, Dewo pun tertidur bagaikan mayat. Nyai Siti yang melihatnya segera beraksi. Cepat dia melepas jubah dan juga beha serta celana dalamnya. Dengan bertelanjang bulat, hanya menyisakan jilbab untuk menutupi tubuhnya yang sintal, dia naik ke tempat tidur. Nyai Siti mengikatkan ujung jilbab ke lehernya agar tidak mengganggu.
Pengaruh obat itu ternyata membuat Dewo benar-benar tertidur layaknya orang mati. Betapa pun Nyai Siti meraba serta menjilat-jilat tubuhnya, Dewo sama sekali tidak merasakan. Tapi Nyai Siti yang sudah kadung bernafsu terus melanjutkan aksinya dengan melumat bibir hitam Dewo, juga menjilati seluruh muka dan telinga laki-laki itu. Kemudian dia bergerak turun menyusuri leher Dewo yang sudah keriput, bahkan tak cuma mencium, Nyai Siti juga mencupanginya rakus.
Selanjutnya dada Dewo yang jadi sasaran. Selain menjilat, Nyai Siti juga menghisapi kedua pentil Dewo seperti kehausan. Tidak hanya itu, dia juga memamah ketiak Dewo yang bau keringat dan mengelamuti setiap jari-jari tangan laki-laki tua itu ke dalam mulutnya.
Jilatan dan hisapan Nyai Siti terus turun, kali ini selangkangan Dewo yang menjadi tujuannya. Kontol Dewo masih nampak lunglai, tapi besarnya sama seperti burung Kyai Kholil yang tengah tegang. Nyai Siti memainkannya sejenak, mengocok serta menjilat-jilatnya hingga benda yang tadinya tertidur itu perlahan mulai menggeliat bangun dan menampakkan bentuk yang sebenarnya.
Masih dalam kondisi setengah tengang, Nyai Siti kemudian meninggalkannya. Itu bisa dilanjut nanti, pikirnya. Dia kini turun ke arah paha Dewo, lalu ke betis, dan akhirnya berhenti di jari-jari Dewo yang kapalan dan berkuku hitam. Satu per satu Nyai Siti menjilatinya, memasukkannya ke dalam mulut, mengomotinya hingga jari kaki Dewo jadi basah semuanya.
Selanjutnya Nyai Siti membalik tubuh Dewo agar tengkurap. Aksi yang sama kembali ia lakukan; dijilatinya leher belakang Dewo, lalu punggungnya, juga bokong dan paha, dan ditutup dengan memainkan lidahnya di anus Dewo sebagai hidangan terakhir.
Setelah puas dan seluruh tubuh Dewo basah oleh air lurnya, dengan kelelahan Nyai Siti membalikkan tubuh Dewo agar telentang. Kembali dicoba merangsang kontol laki-laki itu agar tegang sempurna, tapi tak berhasil. Kontol Dewo tetap meringkuk nanggung, tidak akan bisa kalau digunakan untuk menusuk memek.
Tapi bukan Nyai Siti namanya kalau kekurangan akal; dengan nafsu di ubun-ubun, istri Kyai Kholil itu tetap menaiki tubuh kurus Dewo. Lalu meremas dan menggesek-gesekkan kontol Dewo ke permukaan memeknya yang terasa gatal. Dia juga meremas-remas buah dadanya sendiri, sampai akhirnya orgasme dan terlelap tidur sambil mengemut kontol Dewo seperti bayi.

***

Seperti biasa, Dewo selalu terbangun sekitar pukul lima pagi saat Rohmah sedang menyapu halaman belakang rumah Kyai Kholil. Dewo membuka mata dan dilihatnya Nyai Siti sudah tidak ada, mungkin perempuan itu sudah pergi ke masjid bersama Kyai Kholil. Dewo bangkit dan memakai celana kolornya.
Masih bertelanjang dada, dia mengambil sebatang rokok kretek dan menyulutnya dengan korek, kemudian melangkah keluar dari dalam kamar. Obat yang tadi malam ia minum membuat badan dan staminanya kembali seratus persen, dan siap untuk mengentoti wanita lagi.
Rohmah tersenyum saat melihatnya keluar dari kamar. “Kakek sudah bangun?” sapanya ramah sambil terus menyapu.
Dewo yang sudah merasa segar bugar, langsung menghampiri gadis itu. “Sini, lonteku.” Dia menggandeng lengan Rohmah dan diajaknya menuju ke bawah pohon sawo.
Rohmah pun hanya menurut saja ketika Dewo menyuruhnya agar berjongkok dan seperti tahu kebiasaan Dewo, Rohmah langsung membuka mulutnya. Mengangguk puas, Dewo buru-buru mengeluarkan kontol dari balik celana kolornya dan pelan-pelan mulai kencing di mulut gadis itu.
“Hmmh,” Rohmah berusaha menadahi semuanya, tapi beberapa tetap ada yang terciprat ke muka serta belahan jilbabnya.
“Bagus!” Dewo berkata puas.
Setelah selesai kencing, dia kemudian menyuruh Rohmah untuk menungging dan berpegangan pada pohon sawo. Dewo lalu menaikkan jubah gadis itu dan memelorotkan celana dalamnya. Sambil meraba-raba bongkahan payudara Rohmah yang terasa mengganjal lembut, kontol besarnya langsung menghujam memek gadis itu tanpa pemanasan.
“Aghhhh...!!” erang Rohmah, antara suka sekaligus juga kesakitan.
Tak mempedulikan jeritan itu, Dewo terus memaju-mundurkan kontolnya sampai akhirnya Rohmah orgasme. Tapi Dewo masih belum selesai, dan kembali menggoyang lagi. Kurang lebih lima belas menit kemudian, Rohmah berteriak lagi. Nikmat orgasme kembali menghajar tubuh indahnya, begitu nikmat sekaligus juga bikin lemas, bahkan kakinya sampai bergetar dan pegangannya pada batang sawo hampir terlepas.
Dewo buru-buru menyangga tubuh gadis itu agar tidak sampai jatuh. Rohmah mengernyit heran saat Dewo kemudian menarik kontolnya dan memasukkannya kembali ke balik celana.
“Lho.. kenapa, Kek? Kakek kan belum?” tanya Rohmah.
Tapi Dewo malah menyuruh gadis itu agar menaikkan celana dalamnya. “Buat nanti aja, hari sudah siang.”
“Atau aku emut saja?” tawar Rohmah, karena Dewo biasanya suka muncrat di dalam mulut.
Tapi Dewo kembali menggeleng, “Kamu mandi saja sana.”
Rohmah terpaksa mengangguk. “Terima kasih, Kek. Sudah memberi aku entotan nikmat di pagi ini,” katanya puas.
 “Sama-sama, lonteku.” jawab Dewo sambil memandangi Rohmah yang berlalu pergi, masuk ke dalam rumah.
Dewo ikut masuk, dia duduk di dapur. Alasannya tiba-tiba tidak mood melanjutkan persetubuhan dengan Rohmah adalah pikiran tentang Bayu. Dia akan menggunakan pemuda itu untuk menaklukkan Salamah, tapi bagaimana caranya? Dewo masih bingung karena dia bertekad akan mengentot Salamah dengan brutal tanpa ampun sampai beberapa hari, itu sebagai balasan karena Salamah sangat sukar sekali untuk dipelet.
Tapi masalahanya, orang tua Salamah pasti akan mencari kalau anak gadisnya yang cantik itu tidak pulang selama beberapa hari. Masih sambil berpikir, Dewo membuka tudung saji di meja makan dimana di sana sudah tersedia sarapan pagi serta kopi hitam bikinan Nyai Siti. Dia menyeruputnya pelan-pelan.
Pintu kamar terbuka dan Wiwik berjalan keluar, wajahnya masih nampak mengantuk. Melihat Dewo, dia tersenyum. “Selamat pagi, Kek,” sapanya riang.
“Eh, kamu antarkan teh ini pada Bayu,” Dewo berkata sambil menyerahkan segelas teh.
Wiwik menerimanya sambil berbisik, “Tapi aku minta pejuh kakek dulu ya, boleh nggak?” rengeknya.
Dewo dengan santai berdiri kemudian berkata, “Kalo minta pejuh, bisa-bisa teh itu keburu dingin. Sini buka mulut kamu, aku mau kencing lagi.”
Wiwik tersenyum dan tanpa disuruh dua kali langsung berjongkok di depan Dewo. Santai Dewo mengencingi mulut gadis itu, juga muka dan seluruh wajahnya. Setelah puas, dia menyuruh Wiwik untuk membersihkan lubang kencingnya dengan menjilatinya lembut.
“Sekarang antar teh ini, usahakan Bayu menghabiskan semuanya.” Dewo berkata.
Wiwik segera melaksanakan perintah itu.

***

Ketika pertama kali terbangun, Bayu tidak tahu di mana dia berada atau apa yang telah terjadi padanya. Dia menyingkirkan selimut yang ... lho, kenapa tubuhnya telanjang? Bayu nampak kaget, tapi tak mengetahui jawabannya. Menggaruk-garuk rambut, dia pun duduk di tepi dipan.
Dia mengusap mata, lalu menatap wajah perempuan muda yang memasuki kamar. Hari masih pagi. Wiwik berdiri sambil tersenyum di depannya dan menawarinya teh dingin, yang langsung dihabiskan Bayu dengan rakus. Dia sama sekali tidak curiga kalau ada pelet Dewo di dalam teh itu.
“Dia sudah bangun?” Seorang gadis yang lebih muda ikut masuk sambil membawa sepiring nasi. Ada juga taburan pelet Dewo di dalam makanan itu.
Tanpa membantah, persis seperti orang bodoh, Bayu menyantap apa yang diberikan dengan lahap.
“Lihat betapa laparnya dia,” kata Wiwik.
“Tapi masih tetap ganteng,” sahut Rohmah.
“Jadi tak sabar pengen lekas merasakan kontolnya,” Keduanya tertawa begitu Wiwik selesai berkata, dan dengan terkagum-kagum mereka mengamati batang kontol Bayu yang masih setengah ngaceng.
“Gede, tak kalah dengan punya kakek Dewo,” Rohmah mendesis.
“Hss... jangan berkata begitu.” Wiwik menyela, “Kalau sampai kakek tahu, bisa-bisa kamu nggak dikasih jatah,”
“Eh... jangan!” seru Rohmah menyesali.
“Makanya, hati-hati kalau ngomong.” Keduanya kemudian terdiam.
“Kapan kita diijinkan memakai dia,” Rohmah menunjuk Bayu dengan sorot matanya.
“Entahlah, sepertinya nunggu Salamah bergabung dengan kita,”
“Lama donk,” Rohmah berkata muram.
“Sebentar kok,” Wiwik berusaha menghibur. “Kata kakek Dewo, ritualnya sudah hampir sempurna. Mbak Siti sudah menguras seluruh penangkal Bayu, dan kakek Dewo sudah memasukkan semua pengaruhnya. Mungkin sehabis makan siang, Bayu sudah siap untuk disuruh merayu Salamah.”
“Di saat kakek Dewo bersenang-senang dengan Salamah, kita bisa sepuasnya ngerjain Bayu.” Rohmah tersenyum.
“Pastinya begitu,” Kedua gadis itu tertawa.
“Hei, kalian ngapain?” tegur Nyai Siti yang melongokkan kepala di celah pintu. Pundaknya kelihatan bening, rupanya dia akan mandi dan hanya mengenakan handuk saja untuk membalut tubuhnya yang sintal.
“Eh, Ummi. Enggak, nggak ada apa-apa,” Rohmah menggeleng.
Sedangkan Bayu merasakan darah mendadak mengalir dalam pembuluh darahnya. Dia mengenali Nyai Siti, samar-samar dia teringat wajah perempuan itu. “Kau...” Bayu ingin menegur, tapi merasa ragu dalam ketidakpastian. Yang kemarin itu, apakah benar-benar terjadi atau hanya sebuah mimpi?
Bayu mencoba menggali ingatannya, tapi yang bisa ia dapat hanya wejangan seorang pria tua yang mengaku bernama Dewo. Dia tahu harus mematuhi pria itu, apapun yang terjadi. Tanpa membantah dan tanpa bertanya-tanya. Selebihnya, Bayu tidak ingat. Bahkan namanya sendiri pun ia lupa.
“Siapa kalian, dan di mana aku?” Bayu bertanya ragu.
Gadis-gadis kini duduk mengelilinginya, bahkan termasuk juga Nyai Siti. “Kamu aman di rumahku. Kemarin paman Dewo menemukanmu pingsan di sawah, jadi dia langsung membawamu kemari.”
“Di mana dia? Aku ingin mengucapkan terima kasih,” Bayu memandang gadis paling muda, yang adalah Rohmah.
“Sebentar lagi dia kemari,” jawab Nyai Siti. “Sekarang istirahatlah, tubuhmu masih lemas,”
Bayu terdiam, “Kenapa aku... telanjang?” tanyanya kemudian.
“Itu karena... emm... nanti tanya saja pada paman Dewo,” Nyai Siti tersenyum untuk menutupi kebingungannya.
“Dari mana asalmu?” Rohmah bertanya.
Bayu tidak langsung menjawab. Setelah berpikir lama, dia kemudian menggeleng, “Entahlah, bahkan aku juga lupa siapa namaku.”
“Bayu,” Nyai Siti menepuk bahu pemuda itu. “Namamu adalah Bayu, sempat kau bisikkan semalam selama kamu pingsan.”
Gadis-gadis tertawa, tahu kalau Nyai Siti lah yang membuat Bayu tak sadar dengan terus-menerus menguras spermanya sepanjang malam. “Emm, aku mau bersiap-siap dulu,” Rohmah pamit duluan, disusul kemudian oleh Wiwik.
“Emm... terima kasih makanannya,” jawab Bayu sopan.
“Itu Rohmah, anakku,” Nyai Siti memperkenalkan, “dan yang satunya Wiwik, adikku.”
Bayu mengangguk tanda mengerti, sedangkan kedua gadis hanya tersenyum saja. Di depan pintu, mereka bertemu dengan Kyai Kholil yang baru pulang dari sholat subuh di masjid. Ternyata lelaki itu pergi sendirian, sedangkan Nyai Siti tertidur pulas di kamar dan baru bangun untuk mandi.
“Dia sudah sadar?” tanya laki-laki itu.
“Sudah, bang,” jawab Wiwik, lalu buru-buru menepis tangan Kyai Kholil yang meraba bulatan dadanya. “Aku mau mandi dulu, bang.” katanya sambil buru-buru menyingkir.
“Di mana Ummi-mu?” tanya Kyai Kholil pada Rohmah yang ikut-ikutan pergi karena tak ingin terlambat ke sekolah gara-gara dientoti sang ayah di pagi buta.    
“Di kamar Bayu,” Bersama dengan Wiwik, Rohmah buru-buru pergi ke kamar mandi.
Menghela napas kecewa, Kyai Kholil melangkah gontai ke kamar belakang. Nafsunya terpaksa harus dipendam dulu. Di dapur, dia bertemu dengan Dewo yang sedang menyeruput kopi panas.
“Pagi, paman,” Kyai Kholil menyapa, yang disambut anggukan ringan oleh Dewo.
“Kamu awasi si Bayu, ikat kalau perlu. Peletku kepadanya masih belum sempurna,” Dewo berkata. “sangat berisiko kalau melepaskannya sekarang. Siapa tahu, begitu melihat Salamah, dia jadi kembali ingat semuanya.”
Kyai Kholil mengangguk. “Baik, Paman.”
Dia segera pergi ke kamar Bayu, tapi langsung berhenti begitu membuka pintunya. Tampak di sana Nyai Siti tengah asyik mengemut kontol Bayu dengan begitu nikmatnya. Penis pemuda itu mengacung keras, nampak besar dan kaku saat bergerak di dalam mulut Nyai Siti. Tangan Bayu sudah terikat ke ranjang hingga ia tidak dapat bergerak.
“Oghh... Nyai! Enak! Terus!” rintih pemuda itu dengan mata tertutup rapat.
Nyai Siti meneruskan aksinya sambil menungging. Handuk memang masih melingkar menutupi tubuhnya yang sintal, tapi karena sudah tersingkap hingga ke perut, alhasil Kyai Kholil yang menatap dari belakang dapat melihat bokong serta belahan memeknyai dengan begitu jelas. Selangkangan Nyai Siti nampak basah dan merekah akibat tusukan kontol Dewo, terlihat sangat mengundang bagi Kyai Kholil yang nafsunya sudah di ubun-ubun. Maka lekas ia mendekati sang istri dan meraba-raba bokong, paha, anus, serta memek Nyai Siti sambil mulai mencopoti baju serta kain sarungnya.
“Eh, Abi,” Nyai Siti menoleh sambil terus mengulum kontol Bayu. Tapi begitu tahu kalau suaminya akan telanjang, dia buru-buru mencegah. “Jangan, Bi. Nanti ritual paman Dewo bisa terganggu. Untuk saat ini, hanya Bayu dan paman Dewo yang boleh memasuki memekku.”
“Tapi aku suamimu,” Kyai Kholil memprotes.
“Aku tahu, tapi coba tahan sebentar.” Nyai Siti berusaha tersenyum. “Apa Abi nggak pengen mencicipi tubuh Salamah?”
Mendengar nama anak Haji Tohir itu disebut, Kyai Kholil pun mundur. Mungkin tak ada salahnya bersabar sejenak, toh imbalannya memang begitu menggiurkan. Kontolnya yang gatal ini pasti akan terasa nikmat saat dimasukkan ke dalam memek Salamah yang pasti masih sempit dan legit karena tak pernah digunakan, meskipun itu berarti dia harus menerima sisa-sisa Dewo.
 “Dia masih belum boleh keluar,” tunjuknya pada Bayu. “Ritualnya masih harus disempurnakan lagi.”
“Iya, aku tahu,” Nyai Siti mengangguk mengerti. “Itulah kenapa aku bersamanya sekarang,” lanjutnya sambil terus mengemut kontol panjang Bayu.
Si pemuda hanya bisa meringis saja tanpa pernah sanggup memprotes. Selain karena merasa nikmat, ada satu hal dalam dirinya yang menyatakan kalau protes itu salah, sangat dilarang, dan hasilnya akan tidak bagus. Bayu tidak menyadari kalau pelet Dewo lah yang berkata demikian.
“Hhh... ughhh!!” jadi dia pun hanya mengerang saja, menikmati semuanya, dan tak lama sudah menumpahkan sperma ke dalam mulut Nyai Siti.
Nyai Siti meludahkan cairan itu dan memandanginya, “Bagus, tinggal sedikit lagi.” lirihnya melihat bentuk sperma Bayu yang encer dan begitu bening, hanya tersisa selarik warna putih di sana. Begitu jadi 100% bening, saat itulah pelet Dewo bisa dikatakan sempurna.
Kyai Kholil memandangi Nyai Siti saat menjilat kembali cairan itu dan menelannya tanpa ragu. “Pejuh remaja memang nikmat!” kata Nyai Siti sambil dengan gemas menyantap juga ceceran sperma yang tersisa di ujung kontol Bayu, lalu meneguknya dengan lapar.
Dewo tersenyum saat melihat Kyai Kholil yang keluar dari kamar dengan langkah gontai dan mimik muka lesu. Tonjolan di balik sarungnya nampak masih tinggi, tanda kalau dia tidak mendapatkan apa yang ia inginkan.
“Nanti siang,” Dewo berkata lirih. “tunggu sampai nanti siang,”
“Kenapa begitu lama?” Kyai Kholil bertanya.
“Bayu bukan orang sembarangan, guruku sudah melatih dia dengan baik. Perlu ritual khusus untuk menyingkirkan tameng di tubuhnya, lalu menanamkan lagi yang baru.” jawab Dewo.
“Apa sudah pasti berhasil?” tanya Kyai Kholil.
“Kau meragukan kemampuanku?!” hardik Dewo garang.
“A-aku... tidak berani,” Kyai Kholil menggeleng dan buru-buru masuk ke dalam kamarnya.
Dewo memandangi kepergian laki-laki itu sambil tertawa terbahak-bahak. Tak lama, Nyai Siti keluar. “Bagaimana Bayu?” Dewo bertanya.
“Dia sedang tidur,” jawab Nyai Siti, “mungkin kurang tiga kali sepongan lagi, ritual kita tuntas.”
“Ingat,” Dewo menyela. “Yang ketiga harus pake memek, jangan cuma diemut saja. Memekmu harus menjadi perantara antara aku dan Bayu.”
“Paman akan menusuk bokongku, sementara Bayu memakai memekku. Benar begitu?” tanya Nyai Siti senang, terlihat tak sabar ingin segera merasakannya.
Dewo mengangguk sebagai jawaban. “Kamu sanggup kan ditusuk depan dan belakang?”
“Apapun yang paman minta,” jawab Nyai Siti sambil menggelayut manja di lengan Dewo. Tangannya kembali meraba-raba kontol laki-laki itu, ingin membangunkannya.
“Lonteku, kamu mandi dulu sana. Baumu menyengat,” kata Dewo.
“Nggak pengen satu kali lagi?” pancing Nyai Siti sambil melepas lilitan handuknya, memamerkan tubuhnya yang sintal menggoda pada laki-laki itu.
Dewo tertawa terkekeh, ”Tubuhmu memang selalu bikin ngaceng, tapi aku harus mengumpulkan tenaga untuk ritual nanti siang.”
Nyai Siti mengangguk paham, dan tanpa disuruh lagi ia pun kemudian pergi ke kamar mandi. Kebetulan Wiwik dan Rohmah juga sudah selesai hingga ia pun bisa langsung masuk. Dewo sendiri sebenarnya baunya sangat menyengat karena sudah dua hari tidak mandi. Namun justru bau badan yang seperti itulah yang paling disukai oleh para wanita yang sudah ditaklukkan olehnya.
Dewo meneruskan merokok sambil menyantap ubi bakar yang disiapkan oleh Wiwik, dia terus berpikir bagaimana caranya untuk menaklukkan Salamah. Setelah habis dua batang, barulah terbersit ide untuk menggunakan Wiwik sebagai umpan. Dewo yang tahu kalau Salamah tergila-gila pada Bayu yang pernah menolongnya, akan mengarang sebuah cerita.
Dewo ingin Wiwik membawa pesan kepada Salamah bahwa Bayu pengen ketemu. Dan kepada orang tua Salamah, Dewo ingin agar Wiwik berbohong meminta tolong agar ditemani oleh Salamah ke rumah saudaranya selama beberapa hari.
Sepertinya rencana itu cukup masuk akal dan bisa dilaksanakan, sekarang tinggal menyampaikannya pada Wiwik. Setelah menghabiskan rokoknya, Dewo buru-buru memanggil Wiwik yang baru saja selesai berganti pakaian, siap untuk berangkat ke sekolah.
“Lonteku, sini dulu sebentar... aku ada perlu,” kata Dewo.
“Katakan, kek,” Wiwik mendekat.
Dewo segera mengutarakan idenya, dan terlihat Wiwik menyanggupinya. “Tentu aku mau melakukannya, Kek. Tapi aku mau dientot dulu sama kakek,” kata Wiwik sambil tersenyum genit.
Dewo yang merasa ditekan, tanpa bisa menawar segera menarik tubuh gadis muda itu dan memagut bibirnya rakus. Tubuh Wiwik berbau harum oleh sabun dan juga parfum.
Wiwik membalas dengan melepas kaos Dewo dan langsung menjilati serta menciumi leher laki-laki tua itu, kemudian menghisap dan menggigit pentilnya. Tak lama Wiwik juga memelorotkan celana Dewo dan dengan penuh nafsu mengulum serta menjilati kontol laki-laki itu, semua dimasukkan ke dalam mulutnya, bahkan hingga menyentuh ujung tenggorokannya.
Dewo yang terbakar oleh gairah dan juga mengingat Wiwik yang menekan minta dientot, segera memegangi kepala gadis itu yang berbalut jilbab. Dengan hentakan keras dia memaju-mundurkan kontolnya sampai teggorokan Wiwik terasa sesak, bahkan sampai air liurnya keluar banyak dan tersedak-sedak.
Puas menikmati mulut Wiwik, Dewo kemudian menyuruh adik Nyai Siti itu berdiri. Dan breettt... breet... breeettttt...!!! Dia melepas jubah, celana dalam dan juga bh gadis muda itu, hanya jilbabnya saja yang disisakan. Tindakan Dewo yang menjurus kasar sampai menyebabkan luka bilur di selangkangan dan punggung Wiwik akibat gesekan celana dalam sama bh nya, tapi gadis itu nampak tidak keberatan.
“Auhhh...!!!” Wiwik memang sempat menjerit, tetapi Dewo dengan kasar langsung merobohkannya ke meja makan dan menjejali memeknya dengan batang penis.
Tanpa ampun Dewo menusukkan kontolnya dalam-dalam sampai menyundul dinding rahim Wiwik. Hanya dalam hitungan detik, dengan kontol Dewo yang mengobrak-abrik kasar, beberapa kali sudah Wiwik orgasme. Namun Dewo masih belum terlihat puas.
“Berbalik, Nduk,” Dewo berkata, dan kemudian mencoblos anus Wiwik tanpa ampun sampai lecet karena tidak dilumasi, sehingga ada sedikit noda darah yang menempel di sana.
“Hhh... kakek! Ughhh...” erangan, desahan nikmat akibat hujaman kontol Dewo di lubang anusnya membuat Wiwik terus orgasme dan orgasme lagi, bahkan sampai tidak terhitung jumlahnya.
Mereka sedikit kaget saat pintu kamar terbuka dan Rohmah keluar. “Jangan lama-lama, nanti keburu siang. Kita bisa terlambat.” kata gadis itu.
Dewo yang mendengar suara itu, menoleh dan tersenyum sambil berkata, ”Hmm... sudah cantik kau rupanya, gundik kecilku!”
“Iya, Kakekku yang kontolnya gede,” jawab Rohmah nakal.
Dewo kemudian mencabut kontolnya yang masih ngaceng dari anus Wiwik, benda itu terlihat mengacung sebesar tangan bayi. “Sudah, nanti kita lanjutkan. Kamu pasti sudah puas kan?”
Wiwik yang masih lemas segera bangun berdiri dan berkata, “Terima kasih, cintaku. Aku akan segera menemui Salamah setelah ini.”
“Baik, lonteku. Kerjakan seperti apa yang kukatakan padamu. Kalau berhasil, kamu bakal dapat nikmat dari kontolku ini.”
Sambil tersenyum, Wiwik kemudian mengenakan pakaiannya kembali dan kembali ke kamarnya untuk merapikan riasan.
“Akhirnya, sebentar lagi mbak Salamah akan jatuh ke pelukanmu, Kek. Memang seharusnya perempuan sombong yang menghina keperkasaan dan kejantanan ndoro Dewo harus dikasih pelajaran,” kata Rohmah.
“Iya, lonte kecilku yang setia,” jawab Dewo. Setelah kopinya habis, baru dia beranjak karena merasa kebelet buang air besar. Tapi di kamar mandi masih ada Nyai Siti.
Dewo tanpa sungkan langsung mengetuk pintunya. “Nyai, aku mau masuk,” katanya sambil mendorong pintu yang ternyata tidak terkunci.
Nyai Siti yang sedang keramas, menoleh sambil tersenyum. “Mau ikut mandi, Paman? Ayo, kita bareng-bareng.” Dalam benaknya, Nyai Siti sudah membayangkan akan dientoti lagi oleh Dewo di dalam kamar mandi. Tapi ternyata ia salah.
“Aku mau be’ol, Nyai. Hahaha,” Dewo terkekeh, lalu buru-buru jongkok di atas jamban.
Dengan busa sabun masih menempel di tubuhnya, Nyai Siti ikut duduk di depan Dewo. Dipandanginya Dewo yang sedang mengejan pelan. Di saat dilihatnya kontol Dewo terangguk-angguk ingin kencing, ia pun buru-buru meraihnya.
“Keluarin di sini, paman,” kata Nyai Siti sambil menyiapkan mulutnya. Dia langsung berbaring di lantai kamar mandi, bersiap menerima kencing Dewo yang siap menyembur deras.
“Kamu memang lonteku yang paling pengertian,” kata Dewo, dan dengan senang hati menuangkan air seni ke muka Nyai Siti yang cantik jelita. Diguyurnya mulai dari dahi, mata, hidung, telinga, dan yang terutama mulut Nyai Siti yang menganga lebar, siap untuk menelan semuanya.
“Hmmph... aghhh,” gelagapan Nyai Siti menerimanya, tapi tetap berusaha bertahan. Setelah tetes terakhir, ia pun bangun. Busa sabun di wajahnya menghilang, berganti dengan cairan kencing milik Dewo.
Mereka tertawa bersama-sama. Sambil tersenyum, dan setengah mengejan, Dewo memberikan kontolnya pada Nyai Siti. “Emut, bersihkan semuanya.”
Nyai Siti membungkuk dan meraih benda hitam itu. Di saat Dewo sibuk memenuhi isi jamban, dia dengan penuh nafsu menghisap kontol laki-laki itu, terlihat tak peduli dengan bau kotoran Dewo yang begitu menyengat di hidung, malah sepertinya itu membuat nafsu Nyai Siti jadi berlipat ganda.
Dewo hanya tersenyum melihat tingkah laku istri Kyai Kholil itu. Dinikmatinya emutan Nyai Siti sambil sesekali ia raba tetek perempuan itu. Busa sabun yang masih menempel di sana membuatnya jadi licin dan halus, alhasil jadi menambah kenikmatannya. Dewo terus meremas-remasnya sampai ia selesai beol tak lama kemudian.
Dewo berdiri dan berkata, ”Lonteku, siram kotoranku ya.. sama bersihkan anusku juga sampai bersih. “
Tanpa diminta lagi, Nyai Siti melakukannya. Dengan rambut panjang yang masih basah oleh sampo, dia memasang aksi erotis saat Dewo menatap dirinya. Disiramnya jamban yang nampak penuh, juga disabuninya pantat Dewo untuk diceboki. Setelah bersih semua, Nyai Siti menyuruh Dewo untuk menungging. Tanpa permisi dia kemudian mulai menjilati anus Dewo dan menyedoti lubangnya yang baru saja dilewati oleh kotoran, sambil tangannya terus mengocok kontol laki-laki itu.
“Sudah, paman,” kata Nyai Siti begitu tugasnya selesai.
“Terimakasih, lonteku. Aku mau keluar sebentar, melihat-lihat situasi. Kamu teruskan menguras pejuh si Bayu.” kata Dewo sambil ngeloyor pergi.
Nyai Siti mengangguk dan kemudian melanjutkan acara mandinya.

No comments:

Post a Comment