Episode : Bisikan Gaib
Perkenalkan namaku Anna, usiaku kini 24 tahun. Aku dan suamiku Hendra tinggal di sebuah perumahan elit di kawasan Jakarta. Kami adalah pasangan pengantin baru. Menurut teman-temanku, kami adalah pasangan yang serasi. Suamiku adalah laki laki yang sangat tampan, ia seorang keturunan Tionghoa, sedangkan aku sendiri memiliki wajah yang sangat menarik, darah Indonesia - Pakistan yang mengalir dalam diriku membuatku cantik seperti para wanita timur tengah dengan bulu mata lentik, rambut hitam panjang terurai, dan kulit yang putih bersih.
Namun siapa sangka bahwa kehidupan rumah tanggaku bersama Hendra terasa hampa karena sejak kami menikah tiga bulan yang lalu, aku belum pernah disetubuhi olehnya. Sampai sekarang aku masih perawan karena Hendra mengalami disfungsi alat vital, itu semua disebabkan karena kecelakaan hebat yang terjadi beberapa tahun yang lalu sebelum aku bertemu dengannya. Tapi ini baru kuketahui setelah kami menikah, saat malam pertama.
Seperti layaknya para pengantin baru pada malam pertama, kami memadu kasih. Namun saat akan melakukan hubungan intim, batang penis Hendra tidak bisa ereksi. Alangkah kecewanya aku pada saat itu, saat yang aku tunggu-tunggu sekian lama kandas, dan Hendra sengaja merahasiakannya padaku. Hendra beralasan karena Ia teramat cinta dan sayang kepadaku, dan ia tak ingin kehilangan aku.
Sudah berbagai cara kami lakukan untuk mengobati penyakitnya itu, termasuk konsultasi ke dokter, akan tetapi sampai sekarang tidak menunjukkan hasil seperti yang kami harapkan. Menurut keterangan dokter, ada syaraf yang putus dalam alat vital Hendra, dan sangat mustahil bisa kembali utuh. Mungkin hanya keajaiban saja yang bisa membuat suamiku mejadi pulih normal kembali.
Walaupun begitu, Hendra sangat perhatian kepadaku. Lambat laun perasaan kecewaku berangsur hilang mengingat betapa sayang dan cintanya Hendra kepadaku yang begitu besar sampai-sampai apapun yang aku mau selalu dituruti olehnya. Itulah yang membuatku tidak bisa meninggalkan Hendra. Sekarang aku hanya bisa pasrah dan mencari kesibukan untuk mengusir rasa jenuh dengan membuka usaha butik, Hendra sangat mendukung apa yang aku lakukan.
Secara fisik aku adalah wanita yang banyak didambakan oleh kaum pria; dengan wajah yang sangat cantik dan tinggi badan 174 cm, ukuran payudara 34D, dan kedua bongkahan pantat yang semok membulat besar, membuat banyak pria yang melihatku selalu meneteskan liurnya karena pesona kecantikan dan kemolekan tubuhku.
***
Sore hari itu Hendra pulang dari kantornya, tiba-tiba seorang laki-laki tua melintas di depan mobilnya dan tak ayal kecelakaan pun tak bisa dihindarkan; mobil Hendra yang melaju dengan kecepatan sedang menabrak laki-laki tua itu, membuat si laki laki tergeletak di tengah jalan dengan bersimbah darah.
Melihat laki-laki tua itu, betapa kagetnya Hendra karena laki-laki itu adalah Sabeni, orang yang sudah menolongnya beberapa tahun yang lalu saat Ia mengalami kecelakaan hebat hingga mobilnya meledak dan terbakar. Mungkin kalau tidak ditolong oleh Sabeni, Hendra tidak akan selamat. Tapi orang tua yang sudah menolongnya itu kini tergeletak di jalan dengan bersimbah darah.
Segera saja Hendra menggotong Sabeni masuk ke dalam mobil dan membawanya ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, Sabeni langsung dibawa ke ruang UGD untuk menjalani perawatan. Hendra menunggu dengan hati yang berdebar-debar. ia berdoa semoga tidak terjadi apa-apa pada Sabeni. Dokter Lydia yang menangani pria itu keluar dari ruangan dan memberikan keterangan bahwa kondisi Sabeni tidak terlalu mengkhawatirkan.
“Untunglah segera dibawa ke rumah sakit karena sudah banyak darah yang keluar,” kata dokter cantik berusia 35 tahun itu menjelaskan, “juga berkat kondisi fisik beliau yang cukup prima walaupun sudah lanjut usia, tapi beliau mungkin perlu dirawat sekitar dua minggu untuk pulih sepenuhnya.”
Mendengar semua itu, Hendra menjadi lega dan meminta ijin kepada Dokter Lydia untuk melihat keadaan Sabeni. Setelah masuk ke dalam, Hendra melihat Sabeni sudah sadar. Kondisinya cukup parah, kepalanya harus mendapatkan lima jahitan dan dibalut perban, tangan kirinya mengalami cedera tulang sehingga harus di gips, namun pria itu nampak tegar dan berusaha tersenyum ketika Hendra muncul di ambang pintu.
"Maafkan kecerobohan saya ya, Pak," Hendra meminta maaf kepada Pak Sabeni
"Gak apa-apa, Den. Lagipula semua sudah terjadi, dan kondisi saya juga semakin membaik," kata Sabeni. "Den Hendra sendiri gimana kabarnya?" Pak Sabeni menanyakan kabar Hendra.
"Kabar saya baik, Pak. Pak Sabeni sekarang tinggal dimana?" Hendra bertanya.
"Saya tinggal di bawah jembatan, dekat dengan kantor Den Hendra," jawab Sabeni.
Kemudian mereka berdua saling bercakap-cakap. Mendengar semua cerita Sabeni, hati Hendra rasanya seperti teriris karena orang tua seperti Pak Sabeni di usianya yang sudah tua itu harusnya tinggal menikmati enaknya saja, tapi Sabeni malah sengsara tidak punya tempat tinggal yang tetap dan layak.
Untuk itulah Hendra bermaksud membantu orang tua itu, ia menawarkan kepada Sabeni agar tinggal di rumahnya dan bekerja kepadanya sebagai tukang kebun. Selain untuk menebus rasa bersalahnya, juga untuk membalas jasa Sabeni yang sudah menyelamatkan nyawanya dulu. Lagipula di rumahnya hanya ada satu pembantu perempuan, yaitu Mbak Marni, kasihan juga Mbak Marni yang mengurusi rumah sebesar dan seluas milik Hendra.
Ketika ditawari pekerjaan itu, dengan senang hati Sabeni menerimanya.
Sabeni berusia sekitar 65 tahun, dia hidup sebatang kara di Jakarta karena istri dan kelima anaknya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Rumah dan harta Sabeni habis dijual untuk mengobati istri dan kelima anaknya yang sakit keras. Kini Sabeni hanya tinggal mempunyai satu anak laki-laki yang bernama Maman, tapi karena kebengalan dan kenakalannya, anak laki-laki Sabeni itu kini meringkuk di penjara karena telah banyak terlibat dalam tindak kejahatan. Sehari-harinya Sabeni bekerja sebagai kuli panggul di pasar, sebab itulah walaupun sudah tua usianya ia masih kelihatan kuat.
***
Malam itu, dalam tidur Sabeni di kamar rumah sakit...
“Sabeni!! Sabeni!! Sabeni!!!”
Pria tua itu clingak-clinguk melihat sekelilingnya yang gelap, tangannya meraba-raba namun sepertinya kegelapan itu tanpa batas, tangannya tidak menyentuh tembok atau benda apapun di sekelilingnya.
“Iya, siapa itu? I-ini di mana saya?” tanya Pak Sabeni bingung.
“Sabeni, hidupmu sudah lama menderita, keluarga sudah tidak ada, harta pun tidak ada...” sahut suara tanpa wujud itu.
“I-iya, kamu siapa kok tahu tentang aku?” tanya pria itu.
“Aku mbah Dargo, kakek buyutmu, Sabeni. Aku tahu segalanya tentang kamu; kamu yang hidup menderita seumur hidupmu dan kehilangan orang orang yang kau sayangi, tapi kamu kuat menjalaninya. Kamu sudah lulus melewati ujian ini... untuk itu, Sabeni, ada ganjarannya bagi semua kesabaranmu itu. Setelah ini aku akan mewariskan seluruh kesaktianku kepadamu; kamu hanya tinggal menyebut namaku tiga kali dan sebutkan keinginanmu. Dengan kesaktian yang kamu miliki, kamu bisa mendapatkan wanita mana saja yang kamu inginkan. Dan setiap wanita yang kamu setubuhi, wanita itu akan menjadi milikmu selamanya, dia akan takluk padamu dan tidak akan bisa melupakanmu," kata suara tanpa wujud itu.
"Benarkah itu? Berarti aku sekarang bisa tidur dengan wanita siapa saja yang aku inginkan, dan wanita itu akan tunduk kepadaku," kata Sabeni yang terlihat begitu senangnya.
"Ya, namun semua itu ada pantangannya. Kamu tidak boleh berhubungan badan selama bulan Suro dan selama sebulan penuh kamu harus menjalani meditasi untuk menambah kesaktianmu.”
Suara gaib itu kemudian menghilang dan kegelapan itu tiba-tiba menjadi cahaya terang menyilaukan. Sabeni sampai merem-merem dan melindungi mata dengan telapak tangan.
“Selamat pagi, Bapak! Maaf mengganggu tidurnya ya. Sekarang saatnya minum obat!” kata seorang perawat pria membuka tirai jendela dan cahayanya langsung mengenai pria itu.
“Beuh... aku hanya bermimpi rupanya, tapi beneran ga ya? Kalau memang benar berarti sekarang aku bisa mendapatkan wanita cantik sesuai keinginanku," kata Sabeni dalam hati.
“Sudah lebih baikan, Pak?” tanya si perawat pria itu ramah sambil menekan tombol di samping ranjang untuk menaikkan sandaran.
“Yah mending lah, Dik, cuma masih sakit nih badan,” jawab Pak Sabeni.
***
Setelah dua minggu kemudian, kondisi Sabeni mulai membaik, ia sudah diperbolehkan pulang. Hendra datang menjemput pria tua itu untuk membawa ke rumahnya.
“Saya akan membuka gips Pak Sabeni dan melakukan pengecekan final,” kata Dokter Lydia, “setelah itu saya akan urus administrasinya, lalu Pak Sabeni boleh pulang dengan anda.” Dia tersenyum sehingga wajahnya nampak semakin manis.
“Oke, Dok, sementara itu saya akan ketemu dulu dengan klien sambil makan siang di restoran depan rumah sakit.” kata Hendra.
“Baik, Pak Hendra, saya pastikan semuanya selesai setelah anda kembali nanti.” kata Dokter Lydia.
Lalu Hendra pamit untuk ketemu klien sambil makan siang di restoran depan, menunggu semuanya beres. Sambil berjalan kaki menuju restoran depan rumah sakit, Hendra mengabari istrinya, Anna, bahwa semua sudah selesai dan Sabeni bisa dibawa pulang ke rumah.
Sementara itu di kamar VIP rumah sakit....
"Aahhh... aahhh... aaahhhh... aaahhh!!!" suara desahan wanita memenuhi kamar tersebut bercampur dengan lenguhan pria.
Di atas ranjang pasien, seorang wanita tengah bergerak naik turun di atas penis seorang pria. Peluh bercucuran menetes dari dahi wanita berparas ayu tersebut. Sebuah jas putih dokter dan stetoskop tergantung pada sandaran kursi di sebelah ranjang. Wanita itu masih memakai pakaiannya, hanya saja sudah terbuka atas-bawah. Kancing kemejanya sudah terlepas semua, bra putihnya tersingkap ke atas menampakkan payudara penuh wanita itu yang diremasi oleh tangan kasar si pria yang berbaring di bawahnya.
”Ahh... ahh... enak, Bu Dokter... uuhhhh!” pria itu ikut mendengus merasakan penisnya seperti dikocok-kocok, dipelintir dan dihisap-hisap dengan sangat nikmatnya, matanya merem-melek menahan nikmat yang tak terperi.
Ya, wanita itu tidak lain adalah Dokter Lydia dan pria yang sedang ditungganginya itu adalah Sabeni. Melihat kecantikan dan kemolekan Dokter Lydia, orang tua itu jadi teringat mimpinya dan mencoba untuk membuktikan apakah kata-kata suara tanpa wujud itu benar atau tidak. Saat Dokter Lydia tengah ke kamar mandi, Sabeni segera melakukan sesuai apa yang diperintahkan oleh suara tanpa wujud yang ada dalam mimpinya, dan ternyata semua yang dikatakan suara tanpa wujud itu benar. Dokter Lydia menjadi tunduk kepada orang tua itu, alangkah senangnya Sabeni sekarang ini, dalam hatinya berkata, "Kehidupan yang indah ini baru dimulai."
Semakin lama, gerakan pantat dokter cantik itu semakin cepat. Kepalanya sudah terdongak dengan deru nafas mendengus seperti orang yang sedang berlari. Plok... plok... plok... plok... bunyi tepukan alat kelamin mereka yang beradu terdengar nyaring menyemarakkan suasana mesum di kamar VIP tersebut.
“Ehh... euh… Pak... hekss… euh…” desahan sensual terus menerus keluar seiring dengan hempasan pantat Dokter Lydia yang menekan selangkangan si pria tua.
Sabeni meraih tombol di sampingnya dan menekannya, sandaran ranjang pun bergerak naik sehingga posisi pria itu kini terduduk di ranjang dengan kedua gunung kembar Dokter Lydia tepat berada di depan wajah buruknya. Gemas melihat pemandangan itu, Sabeni langsung melumat kedua gumpalan kenyal tersebut. Mulutnya yang bergigi ompong mencaplok payudara kiri dokter cantik itu, lalu ia mainkan lidahnya pada putingnya, terkadang ia gigit kecil puting yang makin mengeras itu.
“Aaahhsss... mantap, Pak! Terus hisap pentilku yah... aahh!!” lenguh Dokter Lydia sambil menggoyangkan pantatnya naik turun semakin cepat.
Sabeni pun mengimbangi dengan genjotan pinggul seirama dengan gerakan naik turun Dokter Lydia. Desah kenikmatan mereka semakin ramai seolah tidak peduli terdengar orang dari luar, memang kamar VIP ini juga terletak di lantai atas dan agak ke ujung sehingga jarang dilalui orang. Goyangan pantat Dokter Lydia semakin heboh, genggaman tangannya di bahu pria itu semakin kencang. Penis Sabeni kemudian merasakan cairan hangat yang mengucur di dalam vaginanya. Gerakan Dokter Lydia pun melambat, lalu keduanya berpagutan bibir.
“Hsshhh... hhhssss... rasanya sudah cukup sebelum Pak Hendra datang,” kata Dokter Lydia yang nafasnya sudah mulai teratur.
“Udah gak pengen lagi, dok? Ini hari terakhir saya di sini loh,” tanya Sabeni sambil menggerakkan pinggul berputar perlahan sehingga penisnya mengaduk pelan vagina Dokter Lydia.
“Bukannya gitu, tapi masih ada kerjaan juga,” Dokter Lydia lalu turun dari ranjang, “saya mau selesaikan dulu administrasinya,”
Dokter cantik itu merapikan kembali pakaiannya dan baru mau mengambil jas dokternya yang tergantung di kursi ketika tiba-tiba ponselnya berbunyi. “Ya, Pak Hendra!” ia menerima telepon itu yang ternyata dari Hendra.
“Belum... belumm... oohhh...” ia mendengar Hendra berbicara di seberang sana sambil mengancingkan bajunya, “Oh gitu.. baiklah, Pak... gapapa kok, gapapa... santai aja, Pak Sabeni juga bisa menunggu kok... oke, oke... baik!” Ia menutup pembicaraan.
“Pak Hendra kelihatannya bakal telat jemput, soalnya sedang ada pembicaraan dengan mitra bisnis. Dia bilang kalau Bapak lapar makan aja di kantin,”
“Saya belum lapar kok. Dibanding makan, saya lebih pengen sama dokter aja, hehehe...” Sabeni meraih pergelangan tangan Dokter Lydia yang hendak mengambil jas putihnya dari kursi.
“Eehh.. Pak.. udah ah!!” protes dokter cantik itu.
Tanpa berkata apa-apa lagi, pria tunawisma itu langsung mendekap Dokter Lydia dan menciumi bibirnya. Dokter cantik itu tidak sempat menghindar, bahkan ia juga membiarkan ketika bibir tebal Sabeni menempel ke bibirnya hingga beberapa saat. Dadanya semakin berdegub kencang ketika ia merasakan bibir pria itu melumat bibirnya yang tipis. Lidahnya yang kasap menelusup ke celah bibir tipisnya dan menggelitik hampir semua rongga mulutnya. Mendapat serangan tersebut, Dokter Lydia merasakan darah di dalam tubuhnya berdesir, sementara bulu tengkuknya merinding.
"Aduh, Pak, udah dong.. nanti ada yang dateng gak enak..!" Dokter Lydia memalingkan wajah dan melepas ciuman pria itu.
“Sebentar aja, Bu. Saya main cepet aja, tapi dijamin bikin bu dokter puas deh!” kata Sabeni sambil kedua tangannya memeluk pinggang ramping wanita itu dengan erat.
Pria itu lalu kembali mendaratkan ciumannya. Ia menjilati dan menciumi seluruh wajah wanita itu, lalu merambat ke leher dan telinganya. Dokter Lydia pun dengan cepat kembali dikuasai nafsu birahi, napasnya mulai terengah-engah lagi, mulutnya mendesis-desis menahan kenikmatan yang menerpanya. Tangan Sabeni yang kasar membuka kancing kemeja Dokter Lydia.
"Jangan buka semua dong, Pak! Berabe nanti kalau ada orang..." protes Dokter Lydia sambil meronta dari pelukannya.
"Kan pintunya dikunci, Bu. Nanti kalau ada yang dateng, ibu buru-buru ke toilet. Saya akan memuaskan bu dokter sebelum pulang," jawab Sabeni dengan napas memburu.
Tanpa menghiraukan protes Dokter Lydia, Sabeni yang telah melepas kemeja wanita itu, kini sibuk melepas bra-nya. Sebentar kemudian, di pelukan pria itu, buah dada dokter cantik itu terbuka tanpa penghalang. Setelah itu Sabeni merebahkan tubuh Dokter Lydia di ranjang pasien. Tanpa membuang waktu lagi, bibirnya melumat payudara kiri wanita itu sementara salah satu tangannya juga langsung meremas-remas yang lainnya. Dengan rakusnya ia menjilati dan meremas buah dada yang kenyal dan putih itu.
Dokter Lydia kini terbaring pasrah dengan kaki satu lurus dan satunya tertekuk, membuat rok span warna hitamnya tersingkap semakin ke atas. Bokongnya nampak semakin sexy terlihat dari samping. Keindahan pahanya pun semakin terpampang, mulutnya megap-megap dan mengerang karena kenikmatan yang telah menyelubunginya. Tubuhnya menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan karena rasa geli dan nikmat ketika bibir dan lidah Sabeni menjilat dan melumat puting susunya. Tak lama kemudian Sabeni membuka piyama pasiennya hingga telanjang bulat.
“Roknya saya buka aja yah dok, biar gak kusut,” kata pria itu sambil membuka ikat pinggang Dokter Lydia.
Wanita itu mengangguk saja dengan nafas terengah. Sabeni melucuti satu-satunya pakaian yang tersisa di tubuh wanita itu, kemudian ia menindihnya dan memeluk tubuh Dokter Lydia dengan erat, payudara dokter cantik itu terhimpit di dadanya. Tangan kasar Sabeni meremas kuat bokong Dokter Lydia yang bulat indah. Kini mereka berpelukan dan berciuman dengan sangat menggebu-gebu tanpa sehelai benang pun di tubuh. Di tengah percumbuan panas itu, Sabeni mendesakkan penisnya ke arah vagina Dokter Lydia yang menyambutnya dengan melebarkan selangkangannya sehingga vaginanya benar-benar siap menerima penis pria tua itu.
”Arrrrggh… seretnya!!” Sabeni menggeram pelan ketika perlahan penisnya mulai mendesak masuk ke dalam vagina Dokter Lydia, pelukannya semakin erat.
”Eeemmmhhh, Pak…” Dokter Lydia mendesah menyambut penis orang tua itu dengan memajukan pinggulnya hingga penis itu makin tenggelam dalam cengkeraman vaginanya.
Tangan Sabeni meremas pantat Dokter Lydia dengan kuat ketika dia mulai mengeluar masukkan penisnya ke dalam vagina wanita itu. Tubuh Dokter Lydia bergetar ketika sodokan penis Sabeni pada vaginanya semakin cepat dan kuat. Ia memeluk Sabeni dengan erat, kadang kukunya menggores punggung orang tua itu dan melingkarkan kaki kirinya ke pinggang. Semakin lama gerakan pinggul Sabeni semakin mengganas karena nafsunya sudah di ubun-ubun, gairahnya seks mereka sudah sangat menggebu-gebu.
“Aaah.. aaaaahh.. aaakkhhh.. ” erangan dan desahan panjang Dokter Lydia terdengar begitu syahdu mengiringi gelinjang tubuhnya menyambut gelombang orgasme yang menerjang.
Sabeni merasakan vagina dokter cantik ini begitu mencengkram hangat ketika orgasme sehingga sodokannya semakin diperkuat dan dipercepat. Tangannya semakin kuat mencengkram payudara montoknya. Ia bangkit berlutut merubah posisi Dokter Lydia hingga berbaring menyamping dan menaikkan paha kirinya ke pundak. Vagina Dokter Lydia yang sudah banjir menimbulkan bunyi kecipak setiap pria tua itu menyodokkan penisnya.
Sabeni yang berusaha menyusul ke puncak, merasa lebih nikmat dengan posisi Dokter Lydia seperti itu karena penisnya dapat menghujam lebih dalam. Demikian juga dengan Dokter Lydia, perlahan kenikmatan puncak yang belum turun benar naik lagi. Dirasakan jepitan vagina wanita ini lebih terasa sehingga gesekan alat kelamin mereka jadi semakin nikmat. Sabeni semakin menghentakkan pinggulnya ketika dirasakan orgasme sudah semakin mendekat.
“Pakk... oohh... oohh, saya mau kulum kontol Bapak... minum sperma Bapak... aahh.. please...” pinta Dokter Lydia yang baru mencapai orgasme itu kembali bersemangat.
Orang tua itu menghentikan goyangannya, ia merasa senang karena ada kenikmatan lain menumpahkan spermanya di dalam mulut wanita cantik ini. Maka dicabutnya batang penisnya dari lubang kenikmatan itu. Dokter Lydia mengatur posisi, ia menekan tombol di samping sehingga sandaran ranjang kembali naik secara mekanis membuat posisinya setengah berbaring. Sabeni segera berlutut mengangkangi Dokter Lydia dengan penis mengacung tepat di wajah dokter cantik itu yang langsung menyambar dan mengulumnya dengan nikmat. Benar-benar pemandangan yang penuh sensasi, seorang dokter cantik, terpelajar dan terhormat tengah terbaring telanjang bulat dengan mengulum penis seorang tunawisma buruk rupa yang keras dan basah dengan lendir vaginanya.
“Ooohhh... enak, bu dokter...!!” Sabeni merem-melek, gairahnya seakan semakin terbakar melihat dan merasakan bibir Dokter Lydia melahap dan mengulum penisnya.
Dokter Lydia dengan penuh nafsu mengulum dan menjilati penis itu, cara perlakuannya sungguh mahir sehingga nikmat yang dirasakan orang tua itu semakin tinggi. Sabeni merasa penisnya semakin sensitif dikulum dan dilumati seperti itu.
“Arrrrgghhhh… Aaaaarrggghh…!!” geraman Sabeni tertahan di tenggorokan ketika tanpa dapat ditahan lagi penisnya menyemprotkan sperma berkali-kali ke dalam mulut Dokter Lydia yang segera dilahap dengan nikmat oleh dokter cantik tersebut. Penis itu dikulum hingga hampir sepenuhnya masuk ke dalam mulutnya sehingga sperma yang tercurah langsung masuk ke tenggorokannya dan tertelan, hanya sebagian kecil meleleh keluar di pinggir bibir tipisnya yang menambah pesona sensualitas.
Tubuh Sabeni meregang tersentak-sentak seiring curahan cairan kenikmatannya yang dengan rakus ditelan Dokter Lydia yang juga menjilati cairan yang meleleh di batangnya hingga tuntas. Keduanya berpelukan sangat erat menikmati orgasme masing-masing sambil terpejam, hanya suara nafas mereka yang terengah-engah saja yang terdengar.
"Haduhh... jam istirahat siangnya udah lewat... saya harus kerja lagi, Pak, belum urus administrasinya Bapak," Dokter Lydia menengok arlojinya dan segera melepaskan diri dari pelukan orang tua itu dan turun dari ranjang, ia memunguti pakaiannya yang tercecer dan masuk ke toilet di kamar itu untuk berbenah.
Tidak sampai sepuluh menit ia keluar dengan sudah memakai kembali pakaian dokternya dan rambut kembali diikat rapi ke belakang. “Bapak santai aja tunggu di sini sampai Pak Hendra kembali, saya turun dulu yah!” kata dokter cantik itu membuka pintu.
“Hehehe... beres, Dok!” sahut orang tua itu di atas ranjang.
Hendra baru kembali sekitar satu setengah jam kemudian, “Maaf yah, Pak, agak lama, tadi sekalian ketemu klien juga soalnya!” kata Hendra.
“Gak apa-apa, saya juga santai aja kok di sini,”
“Omong-omong Bapak udah makan belum, tadi saya titip pesan kalau bapak lapar makan ke kantin aja dulu,”
“Belum sih, belum terlalu lapar sih, Den!”
Setelah check out dan hendak keluar dari rumah sakit itu, mereka berpapasan dengan Dokter Lydia yang baru saja keluar dari kamar pasien untuk pengecekan rutin. Hendra dan Sabeni menyapa dan berbasa-basi sejenak mengucapkan terima kasih atas perawatan selama di rumah sakit.
Sebelum berpisah, setelah memperhatikan suasana sekitar, orang tua itu menyempatkan diri curi-curi meremas pantat Dokter Lydia tanpa sepengetahuan Hendra yang ada di dekatnya.
“Aduh... duh.. duh.. Dok!” Pak Sabeni mengaduh kecil ketika dengan sengaja Dokter Lydia mundur sedikit dan menginjak kaki pria itu dengan sepatu haknya.
“Ee... ehh.. maaf, Pak, gak liat. Duh, maaf ya!” ia pura-pura minta maaf sambil diam-diam melotot dan tersenyum nakal pada pria itu.
“Iya... iya, gak papa, Dok. Saya juga berdirinya di belakang sih, hehehe...” kata Sabeni meringis.
***
Hari itu Sabeni memulai hari-hari barunya tinggal di rumah Hendra sebagai tukang kebun, tentu saja dengan persetujuan Anna. Sabeni merasa senang karena bisa tinggal di rumah gedongan yang mewah walaupun hanya sebagai tukang kebun, namun ada yang lebih membuatnya senang karena istri majikannya adalah seorang wanita yang sangat cantik. Dalam pandangan Sabeni, Anna istri Hendra itu selain memiliki wajah yang sangat cantik juga bodynya yang semlohay memikat banyak pria yang melihatnya.
Sabeni menempati rumah kecil di belakang rumah utama, di rumah kecil itu hanya ada dua kamar tidur dan ada teras di depannya yang memang disediakan untuk para pembantu di rumah Hendra. Kamar Sabeni bersebelahan dengan kamar Marni, pembantu yang baru bekerja tiga bulan. Marni (29 tahun) sendiri adalah janda beranak satu, sudah bercerai dengan suaminya 5 tahun yang lalu. Marni menikah usia 20 tahun, entah karena sesuatu hal Marni akhirnya memutuskan untuk minta cerai dan kini ia harus mencari nafkah untuk anak dan kedua orang tuanya. Anak Marni usia 9 tahun ditinggal di kampung dan diasuh oleh kedua orang tuanya.
Marni seorang wanita yang cantik, rambutnya yang hitam panjang terurai, ukuran payudaranya yang besar 34D, serta memiliki tubuh yang bahenol. Hanya status sosial saja yang membedakannya dengan Anna, majikannya. Sabeni senang sekali bisa tinggal bersama wanita-wanita cantik. Sejak mendapat bisikan gaib pasca kecelakaan dan membuktikannya dengan Dokter Lydia, gairah mudanya jadi bangkit lagi, apalagi sekarang ia tinggal bersebelahan kamar dengan Marni dan karena tiap hari bertemu dan bersenda gurau hubungannya dengan orang-orang dirumah itu semakin akrab, terutama kepada Anna dan Marni. Kepada mereka berdua Sabeni sudah tidak merasa canggung lagi, malah ia sudah berani menggoda Marni dengan candaan yang menyerempet ke hal yang tabu.
Malam itu Sabeni dan Marni nampak tengah bersenda gurau di depan teras rumah di belakang rumah Hendra. Sabeni menggoda Marni dengan kata-kata candaan seperti biasa. Tidak hanya sebatas dengan kata-kata, Sabeni juga mulai berani mencolek pantat Marni yang semok. Diperlakukan seperti itu, Marni bukannya marah malah balik menggoda Sabeni.
"Bapak ini sudah tua tapi berani menggoda Marni. Emang nanti kalo Marni mau, bapak masih kuat?" ledek Marni pada Sabeni.
"Hmm... meremehkan aku ya, mau berapa ronde juga aku sanggup. Hayo!" jawab Sabeni tak mau kalah.
"Yeee... Marni baru buka baju aja paling udah tepar," Marni meledek lagi.
"Mau bukti? Hayo, siapa takut!?" jawab Sabeni sambil merangsek maju mendekati Marni.
Sabeni terus merangsek hingga Marni terpojok. Saat itulah Sabeni mulai menciumi Marni, mulai dari leher dan tengkuk, sambil dengan kedua lengannya yang kuat ia mendekap erat tubuh Marni. Lalu Sabeni memagut bibir Marni yang sensual. Marni berusaha meronta namun tenaganya tidak ada apa-apanya dibandingkan tenaga Sabeni yang jauh lebih kuat walaupun sudah lanjut usia. Tak ada jalan, ia pun membalas pagutan itu dengan sangat lihai.
Kini terlihat dua manusia beda usia yang terpaut jauh terlibat dalam percumbuan panas di teras depan rumah kecil itu. Satu persatu kancing baju Marni dan pengait BH nya dipreteli oleh Sabeni, sehingga menyembullah kedua buah dada Marni yang montok. Lalu Sabeni menciumi kedua bukit kembar itu dan menggigit kecil kedua putingnya yang memerah ranum. Diperlakukan seperti itu Marni mendesah tak karuan.
"Ehhhmmmmmm... oouughhhhh... iya terus, Pak.." Marni menceracau.
Semakin buas saja Sabeni melahap kedua bukit kembar itu. Seluruh tubuh Marni mulai dari leher, turun ke dada dan ketiak, turun lagi ke pusar, semuanya dicupangi oleh Sabeni sehingga meninggalkan bekas-bekas kemerahan. Sabeni melepas rok dan celana dalam Marni, sehingga kini Marni benar-benar dalam keadaan telanjang bulat di depan orang tua itu.
"Uuuuggghhh... kamu memang cantik dan bahenol, Marni." kata Sabeni memuji.
Marni merasa tersanjung dipuji seperti itu, gairahnya pun menjadi semakin liar. Dia membuka kedua kakinya sehingga Marni sekarang dalam keadaan berdiri mengangkang, di bawahnya ada Sabeni yang dengan rakusnya menjilati kemaluan Marni yang bersih. Walaupun sebagai pembantu, Marni juga rajin menjaga kebersihan tubuhnya. Sabeni menyibakkan bibir kemaluan Marni yang memerah menggemaskan, dan menjilati klitoris Marni menggunakan lidahnya dengan begitu lihai, membuat Marni semakin mabuk kepayang.
"Aaaaaaaaaarrrrrrrrggggghhhhhhh...." Marni menceracau tak karuan saat klitorisnya dijilati Sabeni.
Sabeni memainkan lidahnya menyentil-nyentil klitoris Marni, membuatnya semakin menggelinjang dan mengerang nikmat. Marni tak sanggup menahan sensasi geli yang luar biasa di bawah sana, tangannya meremas-remas payudaranya sendiri dan mulutnya memanggil-manggil Sabeni. Hingga akhirnya saat orgasme itu datang, Sabeni melumat kemaluan Marni seperti mau menelannya, mulutnya menyedoti cairan orgasme yang keluar dari kemaluan Marni hingga bersih.
Tubuh Marni terasa lemas dan banyak mengeluarkan keringat, sungguh diluar dugaannya; Sabeni orang yang sudah tua bangka itu telah membuatnya mabuk birahi tinggi. Tulang tulang Marni rasanya seperti dilolosi, ia merasakan kenikmatan yang begitu luar biasa yang belum pernah ia dapatkan dari suaminya dahulu.
Sabeni mulai melucuti pakaiannnya sendiri dan sekarang kedua manusia beda usia yang terpaut jauh itu sama-sama bugil. Marni terpana melihat batang penis Sabeni yang begitu besar di atas rata-rata penis pria indonesia, batang penis itu nampak kokoh dan juga keras. Dia membandingkan dengan milik suaminya dulu, sungguh tidak ada apa-apanya. Meskipun usia Sabeni sudah tua tapi bentuk tubuhnya masih terlihat bagus, dadanya lebar sementara pinggangnya mengecil sehingga membentuk segitiga, terlihat ototnya yang kekar, benar-benar bentuk tubuh yang ideal. Walaupun tubuhnya terlihat kecil, tapi ukuran penisnya besar dan panjang dan terlihat kokoh. Marni sangat kagum pada keperkasaan Sabeni.
“Hehe… liat ini, Mar. Kamu pasti baru melihat kontol sebesar ini kan!” kata Sabeni sambil memegang batang penisnya yang hitam panjang dan tampak mengeras terlihat sekali tonjolan urat-uratnya.
"Gede banget kontol Bapak," kata Marni begitu vulgar.
"Ayo, Mar, kita lanjut lagi. Sekarang sepong kontolku ini," kata Sabeni.
Marni segera berlutut di depan orang tua itu, kedua tangannya menggenggam batang penis Sabeni, kemudian Ia mulai menciumi, terus menjilati batang penis itu. Kedua buah pelir Sabeni di bawahnya juga dijilati oleh Marni, setelah itu mulutnya yang kecil mengulum batang penis yang besar itu. Mungkin karena ukurannya yang panjang dan besar sehingga tidak bisa masuk seluruhnya. Marni semakin bernafsu melakukan servis oralnya dengan menjilati sekujur batang itu yang hitam berurat, bentuknya yang panjang dan keras itu membuat libidonya semakin terpacu. Ia membayangkan bagaimana bila penis yang sudah menegang dengan perkasa itu mengoyak-ngoyak dirinya.
“Uuhhh… sedap, Mar. Kamu bener-bener ahli, udah pengalaman kamu, Mar?” desah Sabeni sambil mengelus rambut indah Marni.
Jilatannya akhirnya sampai ke ujung penis Sabeni yang disunat dan mirip jamur itu. Lidahnya menjilati wilayah itu, teknik yang biasa dipakai pada suaminya dulu yang membuat Sabeni mengerang keenakan. Sabeni menggeram merasakan sensasi geli dan nikmat akibat sapuan lidah wanita itu pada kepala penisnya. Kemudian Marni membuka mulutnya untuk memasukkan penis itu.
“Hhmmm… mmm!” terdengar gumaman dari mulut Marni yang sedang mengulum penis Sabeni.
Kepalanya bergerak maju-mundur sambil memegang batang itu. Sambil mengisap ia memutarkan lidahnya mengitari kepala penis itu sehingga membuat orang tua itu semakin keenakan. Dipeganginya kepala wanita itu dan sesekali ditekan seakan menyuruhnya memasukkan penis itu lebih dalam lagi ke mulutnya.
Ada mungkin seperempat jam Marni melakukan oral seks terhadap orang tua itu sampai merasa pegal pada mulutnya, hingga suatu saat Ia merasakan batang di dalam mulutnya itu semakin berdenyut saja, tibalah saatnya Sabeni merasakan orgasme datang.
"Ouuggghhhhhh... telan pejuhku ya, Mar!" Sabeni menggeram merasakan spermanya muncrat begitu deras di dalam mulut Marni.
Sabeni masih ingin mereguk kenikmatan lebih banyak bersama Marni, maka ia pun menarik lepas penisnya dari mulut Marni, banyak sperma yang tidak mampu ditampung oleh mulut Marni dan berlepotan di sekitar bibir Marni. Kemudian Sabeni meraih lengan wanita itu untuk mengangkat tubuhnya hingga berdiri, memang terlihat sedikit kasar.
Marni agak terkejut dengan gerakan itu namun ia tetap mengikuti permainan Sabeni. Ia membalas ciuman Sabeni dengan aktif ketika orang tua itu melumat bibirnya. Batang penis Sabeni telah bersentuhan dengan vagina Marni. Dengan bibir tetap saling berpagutan, Sabeni mendorong pinggulnya hingga penisnya melesak masuk ke dalam vagina Marni. Sabeni mendiamkan sejenak batang penis itu di dalam vagina Marni, agar Marni tidak kesakitan saat penetrasi karena walaupun Marni sudah bukan perawan lagi, tapi ukuran penis Sabeni terlalu besar untuk masuk ke dalam vaginanya.
Dengan perlahan-lahan orang tua itu memaju-mundurkan pinggulnya. Keduanya mengerang merasakan alat kelamin mereka saling beradu. Sabeni menggenjotnya dengan mengangkat paha kiri wanita itu, sementara Marni bersandar ke belakang dengan satu tangannya memegang tiang rumah itu dan satu tangan lain berpegangan pada bahu orang tua itu.
"Plok... Plok... Plok... Plok.." suara alat kelamin mereka beradu.
Marni pun mendesah tak karuan, sakit yang dirasakannyya di awal awal tadi sudah berganti dengan kenikmatan yang luar biasa rasanya. “Uch... ach... uch... hmmm.. aaarrrrrrggghhh..." rintih Marni saat disetubuhi orang tua itu.
“Mendesah aja, Mar… merintih sepuasmu, semua sudah pada tidur dan suara kita gak akan kedengeran,” kata Sabeni melihat Marni yang cenderung menahan-nahan suara desahannya dengan menggigit bibir.
Marni pun melepaskan dengan liar segala derita birahi yang melandanya, ia mendesah dan merintih histeris, suaranya menyatu dengan hembusan angin malam dan suara jangkrik. Tubuhnya menggelinjang menjemput kenikmatan. Marni merasakan orgasmenya datang lagi untuk kedua kalinya, pinggulnya turut bergoyang dalam irama nafsu birahi yang menerjangnya.
Sebuah senyum tersungging dari bibir Sabeni melihat Marni yang sudah berhasil ditaklukan. Cengkeraman erat vagina Marni pada penis Sabeni yang besar dan perkasa itu menyuguhkan sensasi luar biasa. Sabeni melepaskan pegangan tangan kiri Marni pada tiang dan diletakkan ke bahunya yang bidang, lalu tiba-tiba ia mengangkat kaki wanita itu yang satunya lagi. Marni pun terkejut dan spontan memeluk leher pria itu agar tidak jatuh. Dengan penis masih menancap di vagina, ia menggendong wanita itu dengan menopang pantatnya dan berjalan perlahan-lahan.
“Mau apa, Pak?!” tanya Marni bingung.
“Pindah ke dalam aja ya, Mar, di luar dingin.” jawab Sabeni.
Sabeni membuka pintu kamar Marni dengan mendorongnya menggunakan punggung. Kini mereka berdua berada di pinggir ranjang Marni dengan keadaan Sabeni masih menggendong Marni dan batang penis yang masih tertancap di vagina. Dalam hati Marni sangat mengagumi keperkasaan Sabeni, karena dengan suaminya dulu ia belum pernah bercinta dengan gaya seperti ini. Kini Marni mulai menaik-turunkan pantatnya yang semok dan kedua tangannya berpegangan erat pada bahu Sabeni.
“Oohh… aakkhh… uugh!” desah Marni makin tak karuan. Dia mengerang keenakan, sungguh gaya bercinta yang eksotis, baru pertama kali ia mencobanya dengan posisi seperti ini.
“Gimana, Mar.. enak kan?” tanya Sabeni yang dijawab Marni dengan anggukan, “Pernah main yang seru gini sama suamimu dulu?” tanyanya lagi.
“Nggak pernah, Pak… eenngghhh… uuhhh!” jawab Marni di tengah desahannya.
Tubuh Marni makin menggelinjang, lendir yang keluar dari kewanitaannya semakin banyak dan menyebabkan penis Sabeni semakin lancar menusuk-nusuknya. Hingga pada suatu titik ia merasakan tubuhnya menggigil dan kontraksi otot vaginanya semakin kuat. Ketika sudah di ambang orgasme itu, Sabeni semakin mempercepat frekuensi genjotannya, hingga membuat Marni merintih-rintih menikmati kenikmatan yang luar biasa. Marni pun merasakan orgasmenya datang lagi yang ketiga kalinya. Dalam hati ia salut akan keperkasaan Sabeni, padahal dirinya sudah orgasme berkali-kali namun Sabeni masih belum menunjukkan tanda-tanda akan orgasme.
"Ooooouuugggggghhhhhhhh... terus, Pak... saya keluar..." rintih Marni saat orgasme melanda dirinya.
“Kamu masih mau kan, Marni?” tanya Sabeni sambil meletakkan Marni di pinggir ranjang dengan posisi terlentang dan batang penisnya masih menancap di dalam vagina Marni.
“Iya… hhhsshh… mau, Pak, mau!” jawab Marni yang masih dilanda birahi yang hebat.
Kembali Sabeni menggenjot vagina wanita itu dengan penisnya yang masih tegak dan keras. Tangan kiri Sabeni bepegangan pada pinggang ramping wanita itu, dan jari-jari tangan kanannya diemut oleh Marni. Sabeni terus menyodok-nyodokan penisnya dengan tempo yang semakin cepat. Sentakan-sentakan kuat itu menyebabkan tubuh Marni ikut bergoncang-goncang, sehingga ranjang ikut berderit.
Desahan-desahan nikmat keluar dari mulutnya, matanya setengah terpejam, hasrat dan gairahnya yang terpendam begitu lama sejak bercerai dengan suaminya tertumpah semua saat itu. Tangan kanan Sabeni turun ke bawah hingga memegang payudara kanannya, meremas, lalu menggesek-gesek putingnya dengan jari-jarinya. Marni semakin tak sanggup menahan gelombang birahinya, ia semakin melenguh-lenguh dan nafasnya semakin memburu, Marni merasakan orgasmenya datang lagi, tubuhnya pun semakin lemas saja.
“Kamu emang doyan kontol yah, Mar... apalagi sama kontolku yang gede ini, hehehe!” kata Sabeni.
"Iya, Pak.. Marni suka sekali sama kontol Bapak yang gede. Bapak sungguh luar biasa." kata Marni memuji Sabeni yang begitu mahir memuaskannya dengan gaya dan variasinya yang bermacam-macam.
“Jadi kamu sekarang percaya kan, kalau aku ini kuat dan perkasa. Kamu sekarang seneng kan ngentot sama aku?" kata Sabeni. "Aku bahkan bisa membuatmu menjadi kuda betina yang binal, Mar." kata Sabeni lagi.
“Iya, Pak… iya… aahh… aku seneng banget, tolong puasin saya!” ceracau Marni.
Kembali Sabeni mempergencar genjotannya, sampai payudara Marni yang montok itu ikut bergoncang-goncang. Pada saat itu, keduanya tidak menyadari bahwa ada sepasang mata yang mengintip melalui celah pintu kamar yang sedikit terbuka. Orang itu adalah Hendra yang kebetulan sedang berada di dapur, telinganya mendengar ada jeritan lirih dan rintihan, mungkin suara Marni saat digenjot Sabeni. Hendra menyaksikan adegan panas itu dengan rasa kagum dan juga iri kepada Sabeni. Dalam pikirannya Sabeni orang yang sudah tua dan berwajah yang tidak bisa dibilang ganteng alias buruk rupa itu bisa membuat Marni bertekuk lutut, beda dengan dirinya yang tampan dan menjadi dambaan para wanita tapi tidak bisa memberi kepuasan batin kepada Anna, istrinya. Dari situ muncullah ide gilanya, ia ingin istrinya Anna disetubuhi oleh Sabeni.
"Iya, Pak Sabeni pasti bisa memberikan kepuasan batin pada Anna." katanya dalam hati.
Hendra sangat mencintai dan menyayangi Anna, ia sangat mengerti bahwa Anna sebagai wanita normal tentu sangat membutuhkan kehangatan dari seorang laki-laki, kalaupun Anna selama ini diam pasti itu hanya untuk menjaga perasaannya. Maka dari itu Hendra ingin melepaskan beban itu, ia menginginkan istrinya disetubuhi oleh Sabeni. Ia rela kalau harus membagi kebahagiaan itu dengan orang tua yang telah menyelamatkan nyawanya.
Sementara itu Marni sekarang sedang di pinggir ranjang dengan kedua kaki mengangkang dan membelakangi Sabeni, kedua tangannya bertumpu pada bibir ranjangnya. Sedangkan Sabeni menggenjotnya dari belakang sambil terus menjilati pundak dan leher, membuat Marni merasakan sensasi geli tapi nikmat. Sabeni mempercepat genjotannya, tusukannya begitu kuat hingga membuat tubuh Marni mengejang. Yang datang kali ini adalah multiorgasme sehingga tubuhnya berkelejotan tak terkendali, sungguh luar biasa.
Marni seperti melayang ke surga. Dari pengalaman seks selama dengan suaminya dulu belum pernah ia mengalami yang seperti ini. Matanya merem-melek dan pandangannya seperti berkunang-kunang selama terhempas gelombang orgasme itu, sensasi itu berlangsung selama 2-3 menit lamanya hingga akhirnya tubuhnya melemas seperti tak bertulang. Kalau saja Sabeni tidak mendekapnya mungkin ia sudah ambruk ke lantai.
Saat itu Sabeni belum mencapai klimaks, ia melanjutkan hujaman-hujamannya terhadap liang vagina wanita itu. Lima menit kemudian barulah penisnya menumpahkan lahar panas di dalam vagina Marni, begitu banyak.
“Uuggghh… asyiknya... legit banget tempikmu, Mar!” lenguh Sabeni sambil menekan dalam-dalam penisnya yang menyemburkan sperma.
Penis Sabeni masih menyodok vagina Marni namun dengan kecepatannya kian menurun. Di paha dalam Marni nampak cairan kewanitaannya yang bercampur dengan sperma orang tua itu meleleh keluar dari selangkangannya. Setelah genjotannya berhenti, Sabeni mendekap tubuh wanita itu dan kemudian menjatuhkan pantatnya di tepi ranjang. Dipangkunya tubuh wanita itu dengan penis masih menancap di vagina Marni. Sabeni memeluknya sambil memijat pelan payudaranya.
Marni merasakan betapa banyak cairan orgasme yang keluar dan sperma Sabeni yang tertumpah di dalam sana hingga sebagian meleleh keluar dan terasa basah. Perlahan-lahan penis Sabeni mulai melembek. Marni pun beranjak dari pangkuan Sabeni, tidur terlentang di samping pria tua itu. Tubuhnya terasa sangat lemas sekali seperti tidak ada daya apa -pa, tulang-tulangnya seperti dilolosi semua. Dia merasa persetubuhannya dengan Sabeni betul-betul menguras tenaganya. Sekarang Marni pun mengakui kalau Sabeni benar-benar lelaki tua yang perkasa.
“Cukup sampai disini dulu ya, Pak.. aku udah gak kuat, Pak Sabeni betul-betul hebat.." kata Marni.
"Iya, gak papa. Padahal sebenarnya aku masih kuat kalau kamu minta nambah lagi, hehe.." kata Sabeni sambil meremas payudara Marni. "Aku ke kamarku dulu kalau begitu, gak enak kalau sampai ada yang tahu aku tidur disini." kata Sabeni sambil mengenakan pakaiannya lagi.
"Oh, iya.. mulai sekarang kamu harus rajin minum pil KB supaya gak hamil.. karena aku suka tempikmu itu, hehe.." kata Sabeni terkekeh.
"Yee... maunya enak aja." kata Marni.
Lalu Sabeni pun meninggalkan kamar Marni. Sebelum keluar ia mengawasi situasi di luar, barangkali ada yang terjaga. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah 4, sudah 3 jam lebih lamanya mereka menikmati surga dunia. Sementara itu di kamarnya, Marni sudah tertidur lelap dengan kondisi masih telanjang bulat dan di sekitar mulutnya nampak banyak sperma yang sudah mengering, dirinya merasa sangat kecapekan sehingga tidak sempat untuk membersihkan diri terlebih dahulu.
Pagi harinya Sabeni sudah terbangun lebih dulu, ia segera menuju ke kamar Marni bermaksud untuk melihat kondisinya, namun Marni masih tertidur. Sabeni tahu kalau wanita yang telah disetubuhinya semalam itu sangat kelelahan, ia pun membangunkan Marni sebentar dan memberikan ramuan untuk memulihkan tenaganya dan untuk hari ini biarlah untuk sementara waktu ia yang mengerjakan semua pekerjaan Marni mulai dari menyapu, mengepel, mencuci baju akan digantikannya. Biarlah untuk hari ini Marni beristirahat dulu.
Sabeni pun segera bergegas menuju rumah depan untuk melakukan pekerjaannya. Pagi itu Hendra sudah berangkat kerja, sedangkan Anna sudah bangun dan berada di ruang tengah sambil sarapan pagi dan menonton acara televisi. Saat itu Anna terlihat seksi sekali dengan tank-top warna pink dan celana pendeknya sehingga memperlihatkan pahanya yang putih mulus. Melihat itu Sabeni menarik jakunnya, dia sangat terpana akan kecantikan majikannya itu.
Melihat Sabeni, Anna pun menawari untuk sarapan dulu dan menanyakan Marni. "Sarapan dulu, Pak..." kata Anna menawarkan.
"Iya, non, makasih.. tadi udah sarapan nasi uduk, beli di warung depan komplek." kata Sabeni.
"Oh iya.. Marni kemana, Pak? Kok belum kelihatan.. lagi sakit ya?” tanya Anna.
"Masih di kamarnya, Non, kayaknya sih kurang enak badan. Sebagai ganti biar saya aja yang ngerjain pekerjaan Marni ya, Non," kata Sabeni.
"Ohh gitu... ya udah kalau bapak gak keberatan sih, makasih ya." kata Anna.
Anna segera menuju rumah belakang untuk melihat Marni. Saat itu dilihatnya Marni sudah bangun tapi masih tetap tiduran dengan kepala bersandar di ujung ranjang. Marni nampak seperti orang yang habis bekerja berat. Setelah minum ramuan yang diberikan Sabeni, kondisinya mulai lebih segar. Saat itu Anna tidak mengetahui kalau Marni seperti itu akibat korban kebuasan Sabeni.
"Kamu sakit, Mar?" tanya Anna.
"Iya, Non.. saya lagi kurang enak badan." jawab Marni.
"Ya sudah, istirahat dulu kalo begitu.. aku pergi dulu ya," kata Anna.
"Iya, non." jawab Marni.
Anna pun meninggalkan kamar Marni, dia hendak pergi menuju butiknya.
Siang hari sekitar jam dua, Sabeni sudah selesai mengerjakan tugas-tugasnya, termasuk pekerjaan Marni. Setelah mandi ia pun segera menuju ke kamar Marni untuk melihat keadaan wanita itu. Di kamarnya, Marni sudah terlihat segar dan cantik lagi. Itu semua karena ramuan yang diberikan oleh Sabeni. Mereka berdua bercakap-cakap sambil duduk di tepi ranjang.
"Sudah keliahatan segar kamu, Mar." kata Sabeni.
"Iya, Pak, ramuan yang Bapak berikan betul-betul manjur." kata Marni.
"Ya, itulah yang membuatku kuat, Mar. Aku rajin minum ramuan itu karena dulu pekerjaan sebagai kuli panggul di pasar teramat berat, makanya sekarang kamu juga harus rajin minum ramuan itu." kata Sabeni menjelaskan.
"Dapat dari mana itu, Pak?" tanya Marni.
"Itu Bapak dapatkan dari temenku di Papua sana," kata Sabeni, " kamu minum lagi ya, untuk siang ini, Mar."
"Sudah, barusan aku meminumnya, Pak." jawab Marni.
"Berarti malam ini kamu siap dong digenjot lagi, hehehe.." kata Sabeni sambil terkekeh.
"Yee... emang becak digenjot." kata Marni.
Kemudian Sabeni mendekati Marni dan merengkuh tubuhnya, diciuminya tengkuk dan leher wanita itu. Hembusan nafasnya membuat Marni geli. Selanjutnya Sabeni memagut bibir Marni, dan wanita itu pun membalasnya. Siang itu, di kala majikan mereka masih sibuk kerja di luar, kembali mereka mengulangi percumbuan seperti malam sebelumnya.
Sekarang keduanya sudah sama-sama bugil. Di atas ranjang itu Sabeni tidur terlentang, sementara Marni menindih tubuhnya dengan posisi kepala ada di bawah yaitu di selangkangan Sabeni. Marni sedang mengoral penis Sabeni, sementara Sabeni menjilati vagina Marni. Lidahnya menyentil-nyentil klitoris. Lama sekali Sabeni memainkan lidahnya di bagian itu, sementara kedua tangannya meremasi kedua bongkahan pantat Marni yang sekal dan membulat besar itu hingga akhirnya membuat Marni seakan ada yang meledak dalam dirinya. Tubuhnya meliuk, kepalanya mendongak ke atas pertanda sedang mengalami orgasme.
"Aaaaarrrgggghhhhh... aku keluar, Pak." rintih Marni saat orgasme. Dia merasakan sensasi yang luar biasa seperti tadi malam saat bercinta dengan orang tua itu.
Sabeni tak ingin segera ejakulasi sebelum menyetubuhi Marni, segera Ia meminta Marni untuk bertukar posisi. Marni kemudian tidur terlentang dengan kedua kaki terbuka lebar, Sabeni memposisikan diri di tengahnya dan batang penisnya yang hitam, panjang dan berurat itu berada di bibir kemaluan Marni. Kemudian Sabeni memasukkan penisnya yang besar itu ke dalam vagina Marni.
"Aaaaaaaakkkhhhh... uuuuuuukkhhhhh... pelan-pelan, Pak!!" desah Marni saat vaginanya dijejali penis besar milik Sabeni. Walaupun tadi malam sudah disetubuhi oleh orang tua itu, Marni tetap saja merasa kesakitan karena memang ukuran penis Sabeni yang begitu besar.
"Eeessssttttt..."desis Sabeni saat merasakan sempitnya liang vagina Marni.
Kemudian perlahan-lahan Sabeni mulai memaju-mundurkan pinggulnya, memompa vagina Marni yang terasa legit. Gerakan maju-mundur itu menjadi lancar karena cairan yang keluar dari vagina Marni. Sambil menggenjot vagina Marni, Sabeni memagut bibir Marni yang ranum. Tidak hanya itu saja, Sabeni juga mengenyoti kedua payudara Marni yang montok, kemudian menggigit kedua putingnya dengan gemas.
Semakin lama semakin cepat gerakan maju mundur yang dilakukan oleh Sabeni, hingga membuat Marni kelojotan merasakan kenikmatan luar biasa. Tubuhnya melengkung ke atas, Marni merasakan orgasme melanda dirinya. Sejenak gerakan Sabeni berhenti, memberi kesempatan kepada Marni untuk mengatur nafasnya lagi setelah mengalami orgasmenya.
Setelah orgasme yang kedua kalinya, Marni berganti posisi. Dengan posisi menungging dan kedua tangannya bertumpu pada sandaran yang ada pada ranjang, dari belakang Sabeni menusukkan penisnya ke dalam vagina Marni yang basah oleh cairan cinta. Kedua tangannya menjambak rambut Marni mirip seperti orang naik kuda, genjotan Sabeni semakin lama semakin cepat.
"Aaaakhhh... uuuugghhhh..." desah Marni saat digenjot orang tua buruk rupa itu.
Begitulah keduanya terus berpacu dalam gelombang birahi. Pergumulan mereka baru selesai sekitar satu setengah jam kemudian. Keringat membasahi tubuh mereka, Sabeni memeluk tubuh Marni dengan eratnya kemudian memagut bibir wanita itu.
“Udah ya, kayanya tuan dan nyonya bakal pulang sebentar lagi nih,” pria tua itu memakai kembali pakaiannya dan berpamitan pada Marni.
***
Malam hari itu Anna dan Hendra berada di kamarnya. Mereka sedang membicarakan tentang hubungan rumah tangga mereka. Hendra menceritakan kepada Anna tentang apa yang diperbuat Sabeni dan Marni kemarin lusa, saat itulah Hendra juga mengutarakan ide gilanya pada sang istri. Mendengar hal itu Anna terperanjat, ia tidak menyangka kalau Hendra punya pemikiran gila seperti itu.
"Apa, sayang!? Kamu mau aku ditiduri oleh orang tua itu?!" tanya Anna.
"Iya, sayang.. terus terang aku gak tega melihat kamu, sebagai wanita normal tentu kamu menginginkan itu." kata Hendra menjelaskan keinginannya.
"Iya, Sayang,tapi kenapa harus dengan Pak Sabeni yang sudah tua dan jelek itu?" kata Anna lagi.
"Sayang, Pak Sabeni itu orang yang sudah menyelamatkan aku dari kecelekaan maut, dan aku rela berbagi kebahagiaan dengannya. Dan juga walaupun sudah tua, tapi tenaganya masih kuat. Kamu lihat sendiri kan Marni sampai dibuat gak bisa bangun dari ranjangnya." kata Hendra menjelaskan.
"Sayang, percayalah padaku... please, aku ingin melepaskan semua beban itu," kata Hendra memohon dengan sangat kepada Anna.
Setelah mendengar penjelasan Hendra yang begitu panjang lebar, Anna pun menyetujuinya walaupun berat hati dan masih bingung pada pemikiran suaminya itu.
Pagi harinya Hendra berbicara berdua dengan Sabeni di ruang tengah. Saat itu Anna tidak berada di rumah karena sedang joging di kompleks. Hendra mengutarakan keinginan gilanya pada Sabeni. Hendra menjelaskan panjang lebar kepada Sabeni tentang ketidakmampuannya dalam memberi nafkah batin kepada istrinya.
"Istri saya sudah tahu hal ini dan dia setuju, kalau Bapak setuju bisa kita mulai nanti malam." kata Hendra.
"Tapi, Den, saya gak enak..." kata Sabeni.
"Gak papa, pak.. saya ingin membagi kebahagiaan dengan Pak Sabeni. Lagipula saya juga ingin segera punya momongan dari rahim Anna, istri saya, walaupun itu bukan saya yang menghamili." kata Hendra.
Sabeni tertegun mendengar penjelasan Hendra, baru kali ini ia mendengar seorang suami ingin istrinya digauli bahkan dihamili oleh orang lain. Namun diam-diam dalam lubuk hatinya merasa senang diberi kesempatan emas ini, karena memang wanita itu sudah menarik hasratnya sejak awal, hanya rasa segannya pada mereka saja yang menahan pria itu tidak macam-macam dengannya, percaya tidak percaya inilah hasil dari bisikan gaib waktu tak sadarkan diri dulu.
"Ya sudah, Den... kalau itu keinginan Den Hendra. Saya sih setuju saja, lagian masa sih nolak dikasih sama istri den yang cantik dan seksi itu," kata Pak Sabeni.
“Nah.. gitu dong, Pak, itu jawaban yang saya inginkan!” Hendra terlihat gembira dan menyalami tangan keriput orang tua itu pertanda deal.
"Oh iya, Den.. nanti sebelum gituan, suruh Non Anna minum ini ya... supaya kuat saat berhubungan," kata Pak Sabeni sambil memberikan bungkusan yang berisi ramuan tradisional untuk menambah vitalitas.
"Wah, ada obatnya juga. Iya deh, Pak.. makasih ya," kata Hendra menerima bungkusan itu.
Sedang asyiknya larut dalam obrolan pria, saat itulah Anna pulang dari olahraga pagi bersama dengan dua orang wanita muda lain yang adalah tetangga kompleks yang sering joging, nge-gym atau hang-out bareng Anna. Yang berwajah seperti bule bernama Syane (28 tahun) keturunan Belanda, istri seorang pengusaha dan ibu dua anak ini masih terlihat cantik dan seksi karena rajin perawatan, ia tinggal hanya satu blok dari sini dan memiliki usaha laundry yang cukup maju.
Sedangkan yang berkulit kuning langsat berwajah oriental, Sabeni sudah mengenalnya karena rumahnya tepat berada di sebelah rumah ini dan sering ngobrol dengan Anna dan kadang datang ke sini, namanya Clara (24 tahun). Seperti juga Anna, Clara dan suaminya merupakan pasangan pengantin baru, mereka baru sebulan yang lalu menikah dan menempati rumah sebelah. Meskipun baru kenal sebentar, ia dan Anna saling cocok, mungkin karena sama-sama pasangan muda. Mereka menyapa Hendra lalu duduk di meja makan membuka jajanan snack lalu ngobrol sambil menikmati snack pagi. Anna menyuruh Marni menyiapkan teh hangat.
“Nih, say... ayo, Pak, bapak juga nih!” Anna menyodorkan piring berisi empat kue bandros dari jajanan tadi pada suaminya dan Sabeni.
“Yuk dimakan, Pak!” kata Hendra setelah mengambil bagiannya dan menggigitnya, “masih hangat”
“Hehe... makasih. Iya saya makan deh!” pria tua itu pun tidak sungkan lagi mengambil bagiannya.
Sambil menikmati bandros dan teh hangat, mata Sabeni mengamat-amati para wanita cantik itu. Ia menelan ludah menyaksikan kecantikan mereka, apalagi pakaian mereka begitu seksi dan menonjolkan lekuk-lekuk tubuh mereka yang indah. Syane memakai kaos olahraga tanpa lengan dan legging hitam ketat yang membungkus sepasang kakinya yang indah dan menampakkan pinggulnya yang membulat. Clara dengan kaos lengan pendek dan celana pendek yang juga memperlihatkan kaki indahnya. Sementara, nyonya majikannya, Anna, mengenakan kaos ketat dengan celana selutut agak gombrang, walaupun begitu ia terlihat cantik dengan dadanya yang membusung karena kaos ketat yang dipakainya memperlihatkan lekuk lekuk tubuhnya yang indah. Pria tua itu merasa penisnya menegang dan tidak sabar menunggu malam.
Mungkin para pembaca juga mulai tidak sabar, tapi tunggu ya... Sabarrrr.
Bersambung
No comments:
Post a Comment