rmlink a { background: none repeat scroll 0 0 #E37F52; border-radius: 4px; color: #FFFFFF !important; font-size: 10pt; font-weight: 700; line-height: 1; padding: 1px 3px 1px; text-transform: uppercase; }

Thursday 2 October 2014

Muslihat Kakek Dewo 7

; ; ; ; ; ; Hari masih pagi ketika Dewo melangkah pergi ke belakang rumah. Ditinggalkannya Nyai Siti yang masih tergolek lemas di atas ranjang. Setelah disetubuhi 3 kali, wanita itu jadi tidak punya tenaga sama sekali, bahkan untuk membuka mata saja ia tidak mampu. Dewo tersenyum senang, sambil membasuh kontolnya yang masih belepotan sperma, ia membayangkan siapa lagi wanita di kampung ini yang bisa ia tiduri. Setelah merasakan tubuh molek Imah, Dewo jadi ketagihan. Ia percaya, dengan ilmu peletnya -dan sedikit bantuan dari Nyai Siti- ia bisa mendapatkan semuanya. Dari surau dekat rumah, didengarnya suara Kyai Kholil yang sedang memberikan kuliah subuh. Materinya tentang bahaya zina. Sungguh sangat ironis, disaat dia menerangkan tentang salah satu dosa besar itu, di rumah, istrinya malah main serong dengan Dewo. Bahkan tidak cuma istrinya, tapi juga anak dan adik iparnya. Kasihan sekali Kyai Kholil. Dewo melanjutkan aktivitasnya dengan memberi makan ayam, biasanya ada Wiwik yang menemani sambil menyepong kontolnya, tapi sekarang gadis itu sudah berangkat ke sekolah karena ada les tambahan di jam pertama. Sementara Rohmah lagi ’dapet’, sebejat-bejatnya Dewo, jijik juga kalau dihadapkan dengan pembalut yang penuh darah. Jadilah dia sendirian, tapi tak mengapa, sesekali boleh juga melamun, merenungi nasibnya yang sungguh sangat-sangat beruntung ini. Disaat sedang mencampur dedak dan bekatul, Dewo dikejutkan oleh ketukan pelan di pintu depan. Dia segera menghampiri dan membukanya, siapa tahu itu merupakan rejeki baginya. Dan benar saja, di depan pintu berdiri sesosok tubuh yang sudah sangat dikenalnya. Seorang perempuan, dan dia tersenyum pada Dewo. ”Assalamu’alaikum,” sapanya ramah. Dewo terdiam untuk sejenak, dia sedikit terpesona oleh kecantikan perempuan muda itu. ”Eh, i-iya... wa’alaikum salam,” jawabnya saat sudah bisa menguasai diri. Wanita itu kembali tersenyum, ”Bu Nyai ada?” tanyanya mencari Nyai Siti. ”Bu Nyai ada di kamar, sedikit nggak enak badan.” jawab Dewo sambil mengamati perempuan itu dari atas ke bawah. Selain cantik, dia juga sangat seksi, batin Dewo dalam hati. ”Saya mau ambil gunting yang kemarin dipinjam bu Nyai.” kata wanita itu lagi, senyum masih tetap tersungging di bibirnya yang tipis. Dewo ikut tersenyum, ”Silakan masuk, nanti saya carikan. Mbak Atik silakan duduk dulu. Bener ’kan sampean mbak Atik?” tanya Dewo memastikan, tidak ingin salah. Wanita itu mengangguk, ”Iya, saya istrinya kang Mamat, tetangga depan rumah.” Sebenarnya tidak depan-depan amat sih, sedikit agak ke kiri, sekitar selisih tiga rumah. Ini hanya sekedar untuk basa-basi percakapan saja. Dewo ikut mengangguk dan segera menyingkirkan diri, memberi jalan bagi Atik untuk lewat. Wanita itu segera melangkah masuk ke ruang tamu Kyai Kholil, “Maaf, pagi-pagi sudah mengganggu.“ kata wanita tinggi langsing tersebut. “Ah, nggak apa-apa.” sahut Dewo, sama sekali tidak merasa terganggu. Yang ada dia malah senang dan gembira, siapa tahu Atik bisa takluk juga dalam pelukannya, sama seperti Imah kemarin malam. Dengan cepat, Dewo pun mulai merapalkan mantra peletnya. “Kok sepi ya, pada kemana?” tanya Atik sambil memandang ke sekitar, nafasnya mulai memburu cepat. ’Aneh,’ Dewo membatin dalam hati. Belum diapa-apakan, wanita ini sudah menyerah duluan. Gampang sekali, padahal Dewo masih belum ‘menyerang’. Ada apa ini? Belum habis keheranannya, Atik makin bertindak provokativ dengan memamerkan buah dadanya yang montok kepada Dewo, dia seperti membusungkan dadanya yang meski tertutup jilbab lebar, tapi terlihat begitu menggairahkan. Dewo garuk-garuk kepala, ini sama sekali di luar rencananya. Tapi sebagai seseorang yang gila seks, tentu saja dia tidak akan menyia-nyiakannya. Dengan cepat ia melempar jala untuk menjerat perempuan cantik itu, “Mbak cantik sekali pagi ini, membuat saya jadi nafsu!“ rayunya. “Ah, Paman Dewo bisa aja, orang sudah tua kok dibilang cantik.“ sahut Atik, masih dengan nada biasa. Seharusnya ia marah digoda seperti itu, ini benar-benar tidak normal. Dewo mencoba mencari penyebabnya, tapi tidak bisa menemukan. Daripada pusing-pusing, mending ia teruskan merayu. “Beneran, kalau jadi suami mbak, Mbak bakal aku garap tiap hari.” kata Dewo sambil sedikit menaikkan celana kolornya, membiarkan Atik memandangi tonjolan kontolnya yang sudah mulai terbangun. ”Ahh,” perempuan cantik beranak satu itu melenguh pelan, lalu lekas memalingkan mukanya. ”Paman Dewo bikin saya malu,” sergahnya. Dewo tersenyum, ”Kok malu? Ini saya bangunkan khusus buat Mbak lho.” godanya lagi. Atik makin tersipu, dia melirik selangkangan Dewo yang makin menegang sempurna, malu-malu tapi mau. ”Tapi kan ada Nyai Siti di rumah,” kilahnya. ”Kalau misal Nyai Siti nggak ada, Mbak mau?” tekan Dewo. Atik terdiam, tidak mengangguk tapi juga tidak menolak. Hanya matanya yang terus menatap selangkangan Dewo tanpa berkedip, menunjukkan jawaban apa yang ia pilih. Dengan tersenyum penuh kemenangan, Dewo segera merangkul tubuh ibu muda beranak satu tersebut, ”Kita ke rumah Mbak aja, bukankah Bang Mamat sudah ke sawah jam segini.” usulnya. Atik terdiam, seperti memikirkannya, tapi selanjutnya mengangguk setuju. ”Mbak pulang dulu, nanti saya nyusul. Saya mau ganti baju dulu,” kata Dewo menyeringai. Tanpa berkata-kata, Atik segera berbalik dan melangkah pergi. ’Gila!’ Dewo menyumpah dalam hati. Mimpi apa dia semalam, salah satu wanita tercantik di desa ini tiba-tiba merayunya, tanpa perlu dipelet atau diguna-guna. Mungkin ini yang namanya ketiban durian runtuh. Tersenyum penuh kebahagiaan, Dewo pun segera pergi ke kamar untuk menukar bajunya. Dilihatnya Nyai Siti masih tertidur pulas di atas ranjang. Dia segera membangunkannya, bisa gawat kalau sampai Kyai Kholil pulang dan memergoki istrinya tidur di kamar Dewo. ”Mau kemana, Mas?” tanya Nyai Siti sambil meraba-raba mencari bajunya yang berceceran. “Keluar sebentar, beli rokok.” sahut Dewo berbohong, dia segera melangkah pergi agar Nyai Siti tidak bertanya-tanya lagi. Di rumah berpagar biru yang banyak ditumbuhi bunga, Atik sudah menunggu kehadirannya. Ia segera merangkul Dewo begitu laki-laki tua itu masuk dan mengunci pintu depan. “Kukira Paman nggak jadi datang,” bisiknya manja. “Siapa juga yang bisa menolak wanita secantik Mbak!” balas Dewo yang membuat Atik tertawa tergelak. “Ah, dari tadi Paman menggoda terus,” Atik berusaha menata nafasnya yang mulai kembali memburu. “Kamu pengen ngentot denganku?” tanya Dewo yang membuat Atik menjadi terlonjak. “Aah... Paman kok gitu sih, bikin saya jadi pengen aja... aduh, aku ngomong apa sih!“ ralat Atik yang matanya melirik ke arah selangkangan Dewo yang mulai membesar tajam. Lirikan itu tertangkap mata si Dewo, “Nggak apa-apa, bukan kamu aja kok yang pengen.” sahutnya terus terang. ”Ah, maksud Paman?” tanya Atik sambil tersipu malu. “Ah, nggak usah dipikirin.” Dewo mencium pipi perempuan cantik itu. “Ayo cepat, nanti keburu suamimu pulang dari sawah.” ingatnya. “Ah, Paman nakal…“ balas Atik sambil memukul pelan pundak Dewo. “Gimana nggak nakal, kalau digoda bidadari secantik kamu.“ ujar Dewo merayu. “Terserah Paman, deh…“ ujar Atik pada akhirnya. Ia pasrah saja saat Dewo menaikkan dagunya dan mengecup bibirnya mesra. Ia membalas pagutan itu dengan pelan pula, masih terlihat sedikit ragu. ”Kenapa?” tanya Dewo. ”Apa benar apa yang kita lakukan ini?” ujar Atik heran, tapi sama sekali tidak menolak. Dewo hanya tersenyum, dan tanpa menjawab kembali melumat bibir tipis kemerahan milik istri Mamat itu, kali ini dengan rakus dan penuh nafsu. ”Ahh,” Atik melenguh menerimanya, ia memang sempat terkejut, namun kemudian membalas lumatan Dewo dengan tak kalah panas. Tanpa berkata apa-apa lagi, merekapun terlibat dalam ciuman yang hangat dan penuh gairah. Salah satu tangan Dewo menyingkap baju panjang yang dipakai oleh Atik, ia ingin mengelus dan meraba-raba kulit paha perempuan cantik itu. Sementara kontol Dewo yang sudah ngaceng berat membuat Atik melotot, batang panjang itu tercetak jelas di celana kolor Dewo yang lusuh. “Ooh... aaah...“ rintih Atik saat tangan Dewo masuk lebih dalam dan mengelus-elus lubang memeknya yang ternyata sudah begitu basah. Tidak menyahut, Dewo segera menindih tubuh montok perempuan cantik itu ke atas sofa. Ia raba-raba tubuh Atik yang masih tertutup baju panjang dan jilbab lebar. Tangannya masuk ke balik kaos, menaikkan cup BH Atik dengan sedikit susah, dan lekas meremas dan memijit-mijit buah dada Atik yang ranum dan segar begitu sudah mendapatkan dalam genggamannya. ”Ahh,” Atik mendesah, rintihannya semakin terdengar jelas memenuhi ruangan. “Lepas bajumu, Mbak… aku ingin melihat kesintalan tubuhmu,“ perintah Dewo sambil menaikkan baju Atik ke atas. Atik yang sudah terbakar nafsu hanya tersenyum mengiyakan dan lekas melakukannya. ”Paman juga donk, masa cuma aku aja yang telanjang” pintanya. Dewo pun melepas kaosnya, juga membuka celana kolornya yang telah lusuh dan membuangnya begitu saja ke lantai. Kontolnya yang masih tertutup celana dalam sudah bisa membuat Atik mendelik. Dewo menarik BH istri Mamat itu dan melepasnya, membiarkan dada Atik yang bulat dan sintal terekspos jelas di depan hidungnya. “Tetekmu indah, Mbak…“ ujar Dewo sambil langsung menyusu ke buah dada itu, ia mengemut putingnya yang lancip kuat-kuat sambil sesekali menggigitinya dengan penuh nafsu. Atik meremasi kepalanya saat Dewo melakukan itu. “Lakukan, Paman… beri aku kepuasan... aku sudah lama tidak mendapatkan yang seperti ini.” bisiknya parau sambil dengan gemas langsung meremas kontol Dewo keras-keras, Dewo sampai terlonjak kesakitan karena dicekal seperti itu. ”Sakit, Mbak. Pelan-pelan,” pintanya. “Aku mau lihat punya Paman, boleh ’kan?” sahut Atik tak sabaran. Tangannya masih terus meremas-remas kontol Dewo yang sudah ngaceng berat. Setelah Dewo mengangguk setuju, dia segera menarik turun celana dalam yang membungkusnya hingga kontol Dewo menyeruak keluar dengan gagahnya, memamerkan segala kejantanan dan pesonanya. “Wow, besar sekali!!!“ puji Atik dengan tersenyum, tangannya memegang dan meremas-remas kontol Dewo semakin gemas. ”Inimu juga gede,” sahut Dewo sambil memegangi buah dada Atik yang terlihat benar-benar padat. “Duduk, Paman, sini aku emut...“ balas Atik dengan muka pengen, terlihat celana dalamnya sudah sangat basah. “Mbak Atik udah nggak tahan ya?“ ledek Dewo sambil mencubiti putingnya satu per satu. “Aah, Paman... geli!” rintih Atik dengan tersenyum akibat godaan Dewo. Dewo menarik celana dalam Atik sampai terlepas dan melemparkannya ke lantai, menumpuk bersama baju-bajunya. Tubuh perempuan beranak satu ini memang benar-benar menggairahkan, sangat sintal dan mulus sekali, membuat Dewo semakin tidak tahan untuk membiarkannya menganggur lebih lama lagi. “Uuh... memek Mbak Atik bagus sekali. Lebih bagus lagi jika kontolku sudah menyodok-nyodoknya,” racau Dewo sambil memandangi memek yang berjembut tipis itu. “Lakukan, Paman... cepat lakukan!” sahut Atik dengan wajah yang sudah tidak tahan, matanya terus menatap ke arah kontol si Dewo. “Sabar, Lonteku! Aku pasti akan melakukannya,“ ucap Dewo sambil langsung menindih dan meremas-remas buah dada Atik yang bulat besar dengan penuh nafsu. Ia juga melumat bibir perempuan cantik itu sembari memeluknya erat. ”Hmm... ahh!” Atik meladeni lumatannya dengan tak kalah rakus dan liar. Mereka berdua saling menghisap, luar biasa nakal dan nikmat. Geliat tubuh Atik makin terasa menggelinjang seiring tangan Dewo yang terus meremas-remas lembut buah dadanya yang ranum itu. “Ooh. Paman, sudah... aah...“ erang Atik tak tahan, ia mendorong dada Dewo agar tidak menindihnya, lalu menyuruh laki-laki itu untuk duduk kembali. ”Sini kontol Paman, aku emut!” katanya dengan tegas dan tersenyum nakal. Dewo hanya bisa mendesah dan membuka paha, baru kali ini ia menurut saat diperintah oleh perempuan. ”Kontol nakal, rasakan kau...“ seru Atik dengan gemas, ia memegang dan memijit kontol Dewo begitu keras. “Jangan kasar, Mbak... kalau mau emut, ndang emut aja. Jangan dicekik seperti itu, bisa mati nanti kontolku.“ keluh Dewo tidak rela. “Saya mau nanya... sudah berapa kali kontol ini masuk ke memek perempuan?“ selidik Atik dengan wajah menatap Dewo, sementara jari-jari tangannya masih memegangi kontol Dewo dengan gemas. “Berkali-kali, Mbak.“ jawab Dewo ngasal. “Kalau begitu, Paman harus ngentoti aku berkali-kali juga!“ sahut Atik dengan riang, kemudian tersenyum. “Nggak perlu diminta, Mbak... akan aku bikin mbak teler pagi ini,“ sahut Dewo. Atik tergelak. “Aku mabuk kontol, Paman... Kontolmu besar, aku suka... sudah lama aku nggak ngeliat kontol yang gede gini... aku pengen merasakan kontolmu, Paman.“ kata Atik sambil mendorong dada Dewo agar bersandar di sofa. Dengan rakus ia kemudian melahap kontol si Dewo, Atik menelannya bulat-bulat, ia masukkan semua ke dalam mulutnya. Meski agak sedikit kesulitan, Atik terus mempermainkan kontol si Dewo, lidahnya dengan rakus menjilat batang kontol Dewo hingga jadi memerah karena rangsangannya. Dewo membiarkan Atik menikmati batang padat kontolnya. Ia tengadah merasakan kenakalan bibir dan lidah perempuan cantik beranak satu ini. Dewo merebahkan tubuhnya agar nyaman. Ia pandangi Atik yang masih rakus memainkan batang kontolnya. Lidah perempuan itu terus menjilat-jilat, membasahi batang kontol Dewo di setiap bagiannya; mulai dari ujung hingga pangkalnya, juga dua telor yang ada di bagian bawahnya. Atik menghisapnya dengan begitu rakus, menelannya bulat-bulat dan menghisapnya dengan begitu kuat, membuat Dewo jadi merintih nikmat dibuatnya. “Enak, Mbak… terus... kamu benar-benar pelacur berjilbab!“ ejek Dewo, yang tentu saja diabaikan oleh Atik. Boro-boro marah, ia malah makin tenggelam dalam kenikmatan mengulum batang kontol Dewo. Benda itu sekarang jadi mengkilap karena penuh oleh air liur Atik. “Crop…“ Atik melepas penis Dewo lalu merangkul pundak laki-laki itu, ”Masukin, Paman… aku sudah nggak tahan!“ pintanya. “Nanti mau aku keluarin di mana?” tanya Dewo sambil tangannya meremas-remas payudara Atik pelan. “Di dalam saja, nggak apa-apa.“ sahut Atik, tangannya lekas membimbing kontol Dewo agar segera memasuki lubangnya. “Mbak nggak takut hamil?“ tanya Dewo. “Lakukan saja, Paman, jangan banyak tanya!“ dengan sedikit memaksa, Atik mengepaskan batang kontol Dewo dan menekannya perlahan. Terasa sesak sekali saat ujung kontol Dewo mulai masuk membelah celah mulut vaginanya. “Punya Paman kegedean...“ bisik Atik perlahan. ”Bukan, punya Mbak yang masih kering.” sahut Dewo saat Atik masih memeluknya. Ia segera menggulingkan diri hingga ganti Atik yang berada di bawah sekarang. Dewo langsung menindihnya, ia angkat kedua paha Atik ke atas, segera disosornya memek perempuan cantik itu. “Ah, Paman... geli!“ Atik merintih. Memeknya yang masih rapat kini dibuka paksa oleh Dewo dengan jilatan. Hisapannya yang kuat dan bertubi-tubi membuat tubuh Atik melengkung, yang disambut oleh Dewo dengan meremas-remas lembut buah dadanya, sehingga kepala Atik makin oleng ke kanan dan ke kiri. Dewo terus menjilat dan memasukkan lidahnya semakin dalam ke lubang memek Atik yang becek. Jilbab perempuan cantik itu sudah awut-awutan, Atik ingin melepasnya, tapi Dewo lekas melarang. ”Mbak lebih menggairahkan kalau pake jilbab.” begitu kata si Dewo. Atik pun tidak membantah lagi, kembali ia nikmati hisapan Dewo pada lubang memeknya yang sekarang sudah semakin kuat dan cepat. Mata Atik sampai memutih akibat menahan sensasi jilatan itu. “Ahh... enak, Paman... terus... terus... hisap yang itu! Yah, iya bener... yang itu...“ rintih Atik saat lidah Dewo sampai di bulatan itilnya yang sudah menonjol indah dan menjilat kuat disana. Ia menggigit bibirnya sendiri karena saking nikmatnya. Menit demi menit berlalu, memek Atik kian merekah dan memerah. Itilnya yang terus dijilati oleh Dewo, kini sudah mengeras dan memerah tajam. Atik yang diserang begitu rupa, semakin menjerit dan berteriak penuh kenikmatan, “Lakukan sekarang, Paman… Lakukan... entoti aku! Ughh... ahh... aku udah nggak tahan!“ pintanya. Dewo yang juga sudah tak tahan, lekas mengatur posisi. Ditindihnya tubuh montok Atik sambil tangannya meremas-remas payudara perempuan cantik itu pelan-pelan. ”Terima ini, Lonteku! Jangan panggil aku Dewo kalau tidak bisa memuaskanmu!” kata Dewo sambil menusukkan batang kontolnya kuat-kuat. ”Auw!” Atik menjerit kaget saat memeknya dipenuhi oleh kontol Dewo dengan tiba-tiba, meski sudah siap dan sangat mengharapkannya, tapi tetap saja membuat Atik meringis kesakitan. Batang kontol itu sungguh sangat besar, juga panjang dan keras sekali. Memek Atik bagai ditumbuk-tumbuk alu besar saat Dewo mulai menggerakkannya naik turun. “Sakit, Paman... tapi enak,“ ujar Atik berusaha untuk tersenyum. “Semua pelacurku pasti bilang begitu,“ balas Dewo sambil melumat dan memeluk tubuh Atik mesra, tangannya kadang meremas buah dada istri Mamat itu. Bunyi kecipak alat kelamin yang bertubrukan memenuhi ruangan tengah yang tidak seberapa besar itu. Atik terus berteriak, tubuh sintalnya menggelinjang naik turun dengan irama teratur, sesuai genjotan pinggul Dewo yang sudah semakin keras dan cepat. Tangan Dewo juga mengelus-elus paha Atik yang putih mulus. “Ahh, Paman... enak... ooh...“ rintih Atik di tengah debur nafasnya yang tak teratur. Dewo terus memberikan tambahan rangsangan dengan meremas-remas buah dadanya, juga mengulum kedua putingnya secara bergantian. Atik meremas kepala laki-laki itu. Mereka terus berpacu dalam posisi seperti itu lama sekali, hingga akhirnya Atik menjerit pelan tak lama kemudian. Sepertinya dia akan segera orgasme. “Paman, ahh... aku nggak tahan...“ teriaknya. “Keluarkan saja, jangan ditahan! Ooh... betapa enaknya tempekmu!“ sahut Dewo sambil terus menggenjot cepat. Atik tersenyum sambil mengimbangi dengan menaik-turunkan pantatnya. Ia nikmati gesekan kontol Dewo di dinding-dinding memeknya dengan sepenuh hati, hingga akhirnya muncrat beberapa detik kemudian. “Ohh... .. aku sampai!” Tubuhnya yang indah melengkung bak busur panah, memberikan tambahan remasan pada buah dadanya yang membusung indah. Dewo lekas mencium dan memijitinya keras-keras untuk memberikan tambahan rangsangan saat Atik menjemput orgasmenya. Atik menikmati saat-saat indah itu beberapa lama, hingga akhirnya tubuhnya lunglai karena kelelahan. Dewo segera menangkap dan mendekapnya, memeluknya dengan dua tangan. ”Enak ’kan, Lonte baruku?” tanyanya menggoda. Atik mengangguk, “Makasih, Paman... aku puas sekali. Kontol paman benar-benar jantan!” pujinya. ”Masih mau lagi?” tanya Dewo. Atik mengangguk lagi, ”Entoti aku, Paman, sampai kapanpun aku mau!” jeritnya. Dewo menyeringai, ”Tapi ada syaratnya,” ”Apa itu?” tanya Atik. ”Minum pejuhku, itu syarat yang pertama.” sahut Dewo sambil meremas gemas buah dada Atik yang bulat besar. Atik mengangguk mantab, ”Jangankan pejuh, minum air kencing Paman aku juga mau.” ”Hahaha,” Dewo tertawa gembira. ”Mau tahu syarat yang kedua?” tanyanya. Atik mengangguk, ”Auw!” ia sedikit menggelinjang saat Dewo mengulum putingnya yang lancip kuat-kuat. “Aku pengen perawanmu yang ini.” kata Dewo sambil memegang lubang anus Atik. ”Nikmati saja, Paman... semua lubang di tubuhku adalah milikmu!” Atik semakin menggelinjang karena nafsu, ia sudah tidak dapat berpikir jernih. ”Kalau begitu, kuambil sekarang!” kata Dewo sambil memutar tubuh Atik hingga menungging di hadapannya. Cepat diludahinya lubang anus perempuan cantik itu, ditusuk-tusuknya perlahan dengan tangan, sebelum akhirnya mengepaskan ujung kontol ke lubangnya yang mulai merekah indah. ”Auw! Pelan-pelan, Paman!’ jerit Atik saat Dewo mulai menusuk masuk. Terasa sangat sempit dan ketat karena lubang itu memang tidak pernah digunakan. Dewo menyeringai puas. Tadi malam ia bisa memperawani Imah, sekarang Atik, selanjutnya siapa lagi ya? “Paman, berhenti dulu... ughhh, sakit!” rintih Atik memelas. Tapi bukan Dewo namanya kalau punya rasa kasihan. Ia terus menusukkan penisnya, mendorong dan menekannnya sekuat mungkin hingga amblas seluruhnya. Selanjutnya, tanpa memberi kesempatan bagi Atik untuk bernafas, ia mulai menggoyangnya maju mundur. ”Auw! Paman, sakit!” Atik terus mengaduh, tubuhnya menggelinjang kesana kemari karena saking nyerinya. Dewo segera memeluk dan memeganginya. Sambil terus menggoyang, ia cium bibir perempuan cantik itu dan dilumatnya mesra, membuat Atik makin kepayahan hingga akhirnya berhenti berteriak. Dewo juga meremas-remas buah dadanya dengan lebih keras, sehingga Atik makin tidak bisa berkutik lagi. Di bawah, pantatnya terus menekan, memacu tubuh seksi istri Mamat dengan sangat cepat. “S-sudah, Paman... aku nggak tahan.“ erang Atik begitu keras. “Tahan sebentar, aku sudah mau keluar!“ balas Dewo sambil kembali melumat bibirnya. Saat sudah tiba waktunya ia ejakulasi, cepat Dewo mencabut batang kontolnya dan kembali membalik tubuh molek Atik. Ia jepitkan batang yang penuh lendir itu ke belahan payudara Atik yang bulat besar. ”Emut, Lonteku! Rasakan pejuhku saat menyiram mulutmu!” perintah Dewo. Atik segera membuka bibirnya dan melahap ujung kontol Dewo. Benda itu terasa berkedut-kedut pelan, dari lubangnya yang mungil memancarlah cairan mani yang begitu kental, sangat banyak dan panas sekali. Atik segera menampung semuanya dengan lidah, lalu menelannya dengan sekali tegukan. Dewo menyeringai melihat kepintaran istri Mamat itu, ia masukkan batang kontolnya ke mulut Atik agar perempuan cantik itu membersihkan sisa-sisa spermanya. ”Gimana, Paman?” tanya Atik saat kontol Dewo sudah mengkilat bersih. ”Apanya?” tanya Dewo sambil tangannya kembali mengelus-elus bulatan payudara Atik. ”Apa aku sudah bisa jadi gundik Paman?” tanyanya. Dewo mengangguk, ”Tentu saja. Mulai sekarang, kamu boleh nikmati kontolku kapan saja.” ”Asyik!” Atik tersenyum gembira. Dewo sudah akan berkata lagi saat didengarnya suara ’ceklek’ di pagar depan. Dewo masih berpikir, suara apakah itu? Tapi Atik yang sudah hafal segera berteriak panik. ”Suamiku, dia sudah pulang!” Dewo segera mencabut kontolnya dan mengenakan celana kolornya dengan serampangan, bajunya ia pegang begitu saja di tangan. ”Pintu belakang, mana pintu belakang?” tanyanya cepat. Atik menunjuk lorong di sebelah dapur, Dewo segera melesat kesana, tepat saat pintu depan terbuka dan masuklah bang Mamat, suami Atik. ”Kamu kok telanjang?” tanya laki-laki itu. ”Aku nunggu Abang, sudah pengen banget!” dusta Atik sambil memamerkan tubuh sintalnya. Tanpa menaruh curiga, Mamat pun tersenyum dan lekas mencopoti seluruh bajunya, ikut telanjang. Dengan kontol yang mendongak panjang, tapi cuma setengah dari milik si Dewo, ia tindih tubuh sang istri. Sementara itu, Dewo yang berhasil lari, masuk ke rumah Nyai Siti dengan terengah-engah. Kyai Kholil yang melihatnya bertanya, ”Ada apa, Mas?” ”Ehm, anu... dikejar anjing.” sahut Dewo. Kyai Kholil tidak bertanya lagi, laki-laki itu kembali menekuni buku yang sedang dibacanya. Dewo segera masuk ke dalam kamar. Sebelum menutup pintu, ia sempat melirik ke ruang tamu. Disana, duduk seorang wanita muda yang sangat cantik dan seksi, sepertinya teman sekolah Wiwik. Gadis itu melihat Dewo dan tersenyum. Dewo mengangguk dan ikut tersenyum. Saat itulah matanya menatap kertas pelet yang ia taruh di pintu depan. Dengan pandangannya yang terlatih, Dewo bisa tahu kalau kertas itu masih bekerja, terbukti dari si gadis teman Wiwik yang sekarang mulai berjalan mendekatinya. Ketemu juga jawabannya, kenapa Atik begitu gampangan tadi. Ternyata wanita itu sudah terkena ilmu peletnya. Dalam hati Dewo berseru gembira, berarti ilmunya sudah meningkat pesat. Seharusnya pelet itu cuma bekerja satu malam, saat digunakan kepada Imah. Tak tahunya, sampai siang begini, masih ampuh juga. Dewo amat bersyukur, dengan begitu, ia jadi dapat tambahan rejeki. Setelah dengan Atik, kini ada teman Wiwik yang tertarik. Tapi masalahnya, ada Kyai Kholil di rumah. Apa yang akan dilakukan Dewo? Temukan jawabannya di episode 8

No comments:

Post a Comment