rmlink a { background: none repeat scroll 0 0 #E37F52; border-radius: 4px; color: #FFFFFF !important; font-size: 10pt; font-weight: 700; line-height: 1; padding: 1px 3px 1px; text-transform: uppercase; }

Tuesday 11 August 2015

Kisah Pilu Pak Imin dan Wanita-Wanita Tak Berdosa


Nama aslinya Sugimin, tapi orang lebih sering memanggilnya Pak Imin. Usianya 55 tahun, mantan PNS di sebuah Kantor Dinas yang pensiun dini. Sebenarnya pekerjaannya itu membuat diri dan keluarganya mapan. Kerap dipindahtugaskan ke luar Pulau, dengan gaji yang lebih dari cukup. Tapi di tempat kerja terakhirnya dia merasa tidak cocok dengan atasannya. Dirinya yang cukup idealis akhirnya memutuskan untuk keluar daripada terus bekerja dengan atasannya tersebut.

Karena sering dimutasi itulah ia jadi terlambat nikah. Istrinya, Bu Tini sekarang baru berusia 38 tahun. Perbedaan usia tersebut tidak menghalangi kedua insan itu bersatu. Kebetulan Bu Tini adalah wanita dengan wajah cantik alami, kulit coklat bersih, yang ketika itu mendamba suami yang mapan, sementara Pak Imin adalah jejaka yang sudah mapan secara ekonomi, alias agak matre. 
Fisiknya pun tak kalah bagusnya, dengan wajah yang cukup tampan, dada dan bahu yang terbentuk serta tangan yang kekar karena sering latihan angkat beban.

Walau istrinya agak matre, tapi Pak Imin sangat mencintainya, selain karena kecantikannya, juga karena istrinya sangat telaten melayani semua kebutuhannya, baik dari pekerjaan rumah tangga hingga urusan ranjang. Ketika menikah, tubuh Bu Tini langsing semampai, namun kini karena makannya tercukupi, beberapa bagian tubuhnya membengkak. Terutama pantatnya yang tadinya tepos kini membulat indah, melebihi ukuran telapak tangan orang dewasa. Begitu pula payudaranya yang kini berukuran 36, terutama setelah menyusui kedua anaknya, Mila dan Agung.

Satu hal lagi, sejak menikah Bu Tini mengenakan jilbab. Ini sebagai bentuk syukurnya karena keinginannya mempunyai suami mapan akhirnya terpenuhi. Ia juga rajin mengikuti pengajian untuk mempertebal imannya. Pak Imin pun makin sayang padanya. Kemolekan tubuh istrinya hanya diserahkan padanya semata, tak ada laki-laki yang lain yang bisa menikmatinya. Jangankan meremas atau menyentuhnya, melihatnya pun hanya sebatas wajahnya yang ayu dan telapak tangannya yang mulus.

Begitu pula Mila anak sulungnya yang kini SMA, sejak SMP sudah berjilbab rapi atas arahan ibunya. Tubuh Mila kini langsing semampai seperti ibunya waktu gadis dengan bejolan kembar di dada yang tidak terlalu besar karena memang masih dalam perkembangan. Tapi kulit Mila putih bersih seperti bapaknya, sehingga lebih bening dari ibunya yang berkulit coklat. Pernah Bu Tini mencoba memakai pemutih supaya kulitnya lebih putih, tapi akhirnya berhenti karena Pak Imin tidak setuju. Pak Imin lebih suka wanita yang kulitnya coklat. Lebih eksotis katanya kalau diterpa sinar remang-remang di ranjang sambil telanjang.

Kini Pak Imin mempunya satu rumah kos-kosan di dekat sebuah kampus di kota J. Kos-kosannya terletak di daerah C dan berkamar sepuluh, lima di bawah dan lima di lantai dua. Karena letaknya yang cukup asri karena bersebelahan dengan sawah menghampar luas dan dengan pemandangan gunung M yang indah, kosnya selalu penuh seperti saat ini. Uniknya, kesepuluh penghuni kamar kosnya saat ini adalah mahasiswi berjilbab. Ini bisa terjadi karena ketika para mahasiswi yang berjilbab mencari kos-kosan, warga menyarankan ke kosan Pak Imin karena istrinya orang yang sholehah dan rajin pengajian sehingga lebih terjamin. Setelah satu orang mahasiswi yang tinggal di sana dan merasa betah, dia mengajak teman-teman di kampusnya yang satu organisasi sehingga akhirnya mereka tinggal di kosan tersebut.

Kesepuluh mahasiswi ini berbeda fakultas, namun mereka ikut organisasi yang sama, yaitu D*M. Namun karena sekarang baru selesai UAS, lima orang dari mereka pulang. Sisanya tinggal lima orang yang ada di kosan. Semuanya berjilbab panjang. Pak Imin dan keluarga sendiri tinggal di lantai bawah di bagian belakang. Pak Imin merasa sudah berada di surga karena tiap hari dikelilingi oleh wanita-wanita cantik sholehah berjilbab panjang. Setiap pagi mereka sarapan bersama di ruang makan rumah Pak Imin karena mereka sekalian ikut minta dimasakkan oleh Bu Tini. Para mahasiswi itu pun tidak canggung dengan Pak Imin karena dia sudah dianggap sebagai bapak oleh mereka.

Satu hal yang tidak banyak diketahui orang, ketika sering berpindah tugas dulu masih bujangan, Pak Imin juga sering ’jajan’. Ini karena memang darah muda Pak Imin butuh pelampiasan, di samping Pak Imin juga memang mampu secara ekonomi. Di tiap kota tempat ia bekerja, ia selalu menyempatkan diri mencoba ke lokalisasi yang ada. Kadang seminggu sekali, kadang dua minggu sekali. Pak Imin pun jadi mahir memuaskan wanita. Itu sebabnya sejak malam pertama pun Bu Tini sudah merasakan kenikmatan yang amat sangat bila melayani Pak Imin. Selalu ada kreasi dan gaya baru dari Pak Imin, dan yang paling penting adalah Pak Imin seperti mengetahui tiap mili dari vaginanya, lidah dan jari Pak Imin selalu menyentuh bagian-bagian yang paling sensitif darinya sehingga tak jarang Bu Tini berkelojotan menahan nikmat bila Pak Imin sedang melayaninya.

Jika Pak Imin mampir ke tempat para pelacur, dia tidak pernah sendiri, selalu bersama teman-temannya sambil minum-minum dan ngobrol-ngobrol. Hingga sekarang dia tetap menjalin hubungan dengan teman-temannya tersebut walaupun sudah tidak pernah menggunakan jasa pelacur lagi. Seiring usianya yang makin tua, libidonya sedikit berkurang. Tetapi ketika naik, terutama setelah melihat kemolekan anak-anak kosnya, maka istrinya siap menjadi pelampiasannya.

Memang tidak jarang Pak Imin mencuri-curi pandang ke anak-anak kos tersebut, baik ketika sarapan maupun makan malam. Biasanya dia dari dapur mengintip ke ruang makan tempat mahasiswi itu berkumpul, memperhatikan wajah-wajah mereka sebisanya, hidung mancung mereka, bibir tipis, pipi mulus, but that’s it. Selebihnya dia hanya bisa membayangkan tubuh mereka saja, karena jangankan kulitnya, lekukannya saja benar-benar tersembunyi. Tak pernah terlihat sedikitpun sembulan dada mereka, atau lekuk pinggang mereka.

Jika sudah seperti itu, birahi Pak Imin akan mulai naik, ditandai dengan penisnya yang mengeras. Dia lalu menghampiri istrinya sambil berbisik perlahan,
”Ke kamar sebentar dong...” bisik Pak Imin sambil ngeloyor ke kamar.
Bu Tini pun akan menuju ke kamar sambil menduga-duga ada keperluan apa suaminya itu. Ketika Bu Tini masuk kamar, maka ia dapati Pak Imin sudah terlentang di ranjangnya dengan hanya mengenakan kaus saja, sementara sarungnya sudah tergeletak di lantai dan memperlihatkan penisnya yang ngacung. Bu Tini langsung tanggap akan hal ini. Dia akan mendekati suaminya sambil tersenyum senang, bukan karena akan melayani suaminya saja, tapi karena ia juga akan mendapatkan kenikmatan yang luar biasa.

Tanpa dikomando, ia kulum ujung penis suaminya, ia jilat lubang kencingnya sambil tangan kanannya meremas batang penis itu. Kadang juga mengusap kedua biji peler suaminya sehingga suaminya bergidik. Pak Imin kemudian menarik bokong Bu Tini ke atas sehingga kakinya mengangkang dan pantatnya menunggingi kepalanya, lalu ia angkat ujung daster Bu Tini sampai pinggang, menurunkan celana dalamnya sampai paha dan lidahnya mulai menjilat vagina Bu Tini. Ia tusukkan ujung lidah itu ke lipatan klitoris Bu Tini, kemudian turun menyusuri lubang kencing dan akhirnya sampai di lubang vagina Bu Tini, kemudian naik lagi sampai ke klitoris lagi. Tangannya tak diam meremasi bongkahan pantat Bu Tini, kadang telunjuk kanannya mengorek anus Bu Tini dari luar, namun tak pernah ia masukkan. Kadang jempol kirinya ikut berputar di klitoris Bu Tini.
”Seperti inilah memek cewek berjilbab. Seperti inilah memek dan bokong mahasiswi-mahasiswi di luar itu,” begitu pikirnya dalam hati.

Tak berlangsung lama, keadaan akan berbalik. Bu Tini kemudian terlentang mengangkang sementara celana dalamnya sudah entah ke mana, memperlihatkan rambut-rambut keriting di selangkangannya, serta vulvanya yang sudah merah basah menganga. Daster dan jilbab Bu Tini biasanya tidak diijinkan untuk dilepas oleh Pak Imin. Kemudian Pak Imin mulai mengarahkan penisnya ke vagina Bu Tini. Digesek-gesekkan sebentar, kemudian mulai disusupkan ke lubang kenikmatan itu.

Proses awal penyusupan itu yang sering membuat tubuh Bu Tini terhentak. Proses ketika kepala penis yang bulat itu menyingkap kedua bibir vagina dalam Bu Tini ke kanan dan kiri, kemudian menerobos masuk sambil memberikan efek gesekan pada dinding vagina Bu Tini. Nafas Bu Tini akan tertahan, mulutnya menganga, kepalanya mendongak ke atas dan matanya terpejam menahan proses yang begitu nikmatnya tersebut.

Kelanjutannya pun tidak jauh beda. Pak Imin mulai memaju-mundurkan penisnya sambil matanya menikmati kemolekan tubuh berdaster dan berjilbab dengan selangkangan telanjang mengangkang.
“Begini badan mahasiswi-mahasiswi berjilbab itu kalau dientot, pasti seperti ini,” bayang Pak Imin dalam benaknya.

Tangan kekar Pak Imin kemudian menyingkap daster Bu Tini lebih atas hingga dada. Kemudian ia lingkarkan tangannya ke punggung Bu Tini untuk membuka pengikat BHnya, lalu ia lepas BH itu. Kemudian langsung ia peras payudara Bu Tini dengan lembut sambil sesekali memilin putingnya. Lalu ia tengkurap dan mulai menghisap payudara Bu Tini, bergantian kanan dan kiri sambil pingganya terus bergerak maju mundur.
“Begini rasanya menghisap toket mahasiswi itu, pasti seperti ini,” bayangnya lagi.

Kalau sudah seperti ini biasanya tidak akan lama. Demi menerima rangsangan di dada dan selangkangannya, tubuh Bu Tini akan terlonjak-lonjak ke atas, makin mendekatkan vaginanya ke tubuh Pak Imin. Kemudian ketika orgasme mulai merasuki tubuhnya, pinggulnya akan bergerak tidak karuan, kadang ke samping, kadang ke atas lagi, seolah mencari posisi ternikmat untuk ia dapatkan.

”Akh...akhhh...., aduh mas, ahh....” itulah yang biasanya keluar dari mulut Bu Tini ketika puncak kenikmatan itu menghampirinya. Tangannya meremas bahu Pak Imin, sambil pinggulnya terus bergerak, hingga kenikmatan itu reda. Sementara goyangan pinggul Bu Tini membuat penis Pak Imin makin terperas dan tersedot hingga akhirnya ia mencapai puncak bersama istrinya. Maninya akan muncrat memenuhi rongga vagina istrinya sambil tangan kanannya berada di bawah pantat istrinya, menekan pantat itu ke atas, memastikan bahwa setiap centi penisnya tenggelam dalam vagina istrinya. 

Sore ini Pak Imin kedatangan tamu, yaitu teman-temannya ketika bekerja di dinas di luar pulau. Semuanya dari luar pulau dan masih bekerja. Kebetulan ada rapat koordinasi di ibu kota, sehingga mereka menyempatkan diri untuk mampir ke rumah Pak Imin. Mereka semua bukan teman biasa, mereka adalah teman-teman kerja Pak Imin yang sering bersama kalau ke lokalisasi atau minum-minum. Jadi, mereka adalah penjahat kelamin (PK) semua. Mereka semua bersepuluh. Frans dan Lambert dari K, Rico dan Ando dari M, Noor dan Muhid dari B, Manuel dan Isak dari P serta Didin dan Wahyu dari R.

Sebenarnya Pak Imin agak risau juga mengingat semua yang datang adalah PK, bagaimana kalau mereka melihat istrinya yang montok, anak perempuannya yang sedang mekar-mekarnya. Belum lagi mahasiswi yang ngekos. Tapi dia akhirnya tidak ambil pusing. Toh mereka hanya mampir, tidak akan menginap karena besok pagi harus sudah ke bandara untuk pulang ke daerah masing-masing. Mereka bilang habis mampir akan langsung balik ke hotel di ibukota supaya besok tidak ketinggalan pesawat. Syukurlah.

Akhirnya sore itu mereka datang, sekitar jam setengah enam sore. Cukup sore karena paginya mereka masih meeting, ditambah perjalanan sekitar tiga jam. Mereka diterima sangat ramah dan tampak sangat senang karena sudah hampir sepuluh tahun tidak saling bertemu. Semua saling menanyakan kabar, tentang keluarga, tentang anak-anak mereka, tentang semuanya. Mereka mengobrol dengan asyiknya di ruang tamu hingga maghrib menjelang.

Begitu maghrib, Pak Imin pamin sebentar karena mau ke masjid. Noor, Muhid, Didin dan Wahyu juga ikut ke masjid. Sementara yang lain di taman belakang rumah Pak Imin ngobrol-ngobrol sambil merokok. Inilah awal mula petaka di sore itu. Tak sengaja mereka melihat Bu Tini dan Mila yang sedang berada di dapur menyiapkan makanan. Bu Tini mengenakan daster batik dengan kerudung putih, sementara Mila mengenakan piyama pink dan kerudung putih.

Lambert : Mimpi apa si Imin. Dulunya tukang ngentot perek, sekarang dapat istri orang alim. Anaknya berjilbab pula.
Manuel : Iya, seksi pula istrinya. Coba kau lihat bodinya tuh istrinya, sudah pakai daster masih tercetak pola bokongnya. Alamak... montoknya... Andai bisa, pengen kuremas-remas itu bokong

Yang lain tertawa terbahak-bahak. Bu Tini dan Mila mendengar tawa mereka, namun tidak terlalu menghiraukan. Biasalah bapak-bapak, pikir mereka.

Rico : Betul. Padahal dulu, kalau kita ke pelacuran, dia selalu nyari yang kurus. Padahal di tempat kami dulu susah betul cari perek yang kurus. Kebanyakan yang sudah berlemak. Adapun yang kurus, mahal.
Ando : Ah kau tak tahu, dulu itu istrinya kurus. Tapi sekarang jadi bengkak, soalnya sudah dikasih makan sama Imin. Melar dia... Tapi menurutku malah bagus, jadi makin seksi dia.

Semua tertawa lagi.

Frans : Tapi kalau aku lebih suka anaknya itu. Lihatlah kalian, langsing semampai men. Kulitnya putih pula. Sudah lama aku tak ngenthu cewek langsing. Soalnya apa, istriku pun sekarang melarnya minta ampun. Macam gajah aja. Setiap kuentot, tak bisa pelerku masuk semua, sebab pahaku ketahan sama pahanya.

Mereka semua terus berbicara mesum hingga Pak Imin dan beberapa teman mereka pulang. Kemudian mereka melanjutkan obrolan mereka di ruang tamu sambil menikmati tahu goreng buatan Bu Tini. Bukan obrolan tadi tentunya yang mereka bicarakan demi menjaga perasaan Pak Imin.

Tak lama para mahasiswi penghuni kosan itu datang untuk makan malam.Mereka terkejut karena tidak biasanya banyak bapak-bapak di rumah itu. Mereka masuk dengan sopan, setelah dipersilakan Pak Imin untuk langsung ke ruang makan. Bapak-bapak itu pun tak kalah kagetnya melihat kelima gadis manis berjilbab datang ke rumah itu. Semua tak lepas memperhatikan gerak-gerik para gadis itu, baik wajahnya, badannya yang tertutup semua hingga kakinya yang menggunakan kaus kaki. Jengah juga para mahasiswi itu merasa ditatap oleh mereka. Namun mereka buru-buru ke ruang tengah di mana Bu Tini dan Mila sudah menunggu mereka untuk makan bersama.

Lambert : Min, siapa mereka itu? Bukan anakmu kan?
Pak Imin : Bukan, mereka itu anak kos di sini. Biasanya ada sepuluh, yang lima lagi pulang. Mereka biasanya makan malam di sini.
Manuel : Oh, kukira... Aku sudah senang tadinya Min. Kupikir kau menyediakan mereka untuk kami semua...
Semua tertawa terbahak-bahak.
Muhid : Iya Min, dulu kau kan sering ke pelacuran, kukira sekarang kau juga buka cabang.
Semua tertawa lagi.
Pak Imin : Psstt... jangan-jangan keras lah kau. Kalau istriku dengar, gawat sudah. Bisa dicerai aku nanti…
Wahyu : Tenang Min, di tangan kita, rahasia aman semua.

Lalu mereka melanjutkan obrolan mereka sambil tetap tidak bisa melupakan bidadari-bidadari yang lewat itu. Tak lama kelima bidadari itu lewat kembali untuk kembali ke kamarnya masing-masing, sambil tak lepas mata para PK itu menatap tajam seakan-akan ingin menelanjangi mereka. Kemudian datanglah waktu shalat Isya, sehingga Pak Imin pamit kembali ke masjid, namun Muhid, Wahyu, Noor dan Didin tidak ikut karena sudah menjama’ shalat. Mereka kembali ngobrol di taman belakang sambil merencanakan sesuatu.

Noor : Teman-teman, aku punya pikiran begini. Tadinya kan kita malam ini mau kita habiskan dengan senang-senang sebelum besok pulang. Tadinya mau ke night club sambil nyari perek ibu kota, tapi ternyata kita malah nengok teman kita si Imin. Menurut kalian ada kemungkinan tidak kalau kita sambil menengok Imin, sambil menikmati cewek juga?

Frans : Wah, aku bisa baca pikiranmu Noor, tapi kayaknya terlalu berbahaya. Mereka kan bukan perek seperti yang biasa kita pakai. Tinggal bayar, selesai urusan. Bagaimana caranya? Tak mungkin lah...

Noor : Pasti bisa lah. Apa yang tak bisa buat pria kayak kita ini. Mereka kan berlima, kita bersepuluh. Satu cewek buat berdua, cocok sudah.

Frans : Ya tapi mereka mana mau, anak-anak alim seperti itu. Pasti mereka melawan. Belum kalau mereka teriak, habis kita dipukuli massa.

Didin : Ah lembek kau Frans. Gue setuju sama Noor. Jujur aja, pikiran gue ngeres dari tadi ngeliat mahasiswa berjilbab itu. Kita paksa aja. Kita kan berdua, lawan satu orang pasti mereka kalah lah. Kalau takut teriak, kita sekap mulutnya. Habis perkara. Ikat tangannya, buka bajunya, tusuk sudah. Gimana yang lain?

Lambert, Wahyu, Rico, Ando, Manuel, Isak : Setuju Din.

Frans : Tapi bagaimana dengan si Imin, kau pikir dia bakal setuju sama kita? Bagaimana kalau dia marah, lalu ngusir kita, lalu dia panggil tetangga. Gawat kan?

Isak : Boy, ide gue sih simpel. Menurut gue……….

---

Pak Imin sudah pulang dari masjid. Kini mereka menikmati makan malam bersama di ruang makan. Semua tampak senang, tak terkecuali Pak Imin yang bisa bertemu dengan kawan-kawannya, walaupun mereka kawan mesum semua. Sambil makan, mereka tampak suka senyum-senyum sendiri, seperti membayangkan akan mendapatkan sesuatu yang menyenangkan.

Setelah selesai makan, Bu Tini dan Mila membereskan makanan dari meja. Frans tampak mencuri-curi pandang ke Mila. Ketika Mila membungkuk, mengambil makanan dari meja, matanya beralih ke bokong Mila yang tertutup celana piyama pink seolah ingin menerkamnya. Sementara Lambert diam-diam memperhatikan bokong Bu Tini dalam-dalam. Kemudian mereka melanjutkan obrolan mereka di taman belakang supaya lebih leluasa bicara.

Didin : Min, enak betul masakan istrimu. Tak salah kau pilih istri.
Pak Imin : Hahaha, iya lah, buat kalian tentunya mesti masakan yang terbaik. Iya kan?
Noor : Wah, kalo serpis dapurnya memuaskan, serpis kasurnya juga ya Min? –disambut tawa yang lain. Pak Imin hanya senyum-senyum.
Frans : Iya Min, kayanya sejak kau menikah dengan istrimu, tak pernak kudengar kau main lagi ke pelacuran. Padahal aku, anakku sudah tiga, tapi masih sering aku main sama perek-perek itu, buat variasi Min, biar tak bosan.
Pak Imin : Wah, ndak deh. Aku sudah tobat Frans. Aku tak mau lagi main begituan. Sama istri saja lah sekarang.

Semua agak terdiam, seperti menunggu saat yang tepat.

Pak Imin : Ngomong-ngomong, kalian besok pulang jam berapa? Pesawatnya pagi?
Wahyu : Iya Min pagi. Tadinya kami malam ini mau senang-senang, mau menikmati perek ibu kota yang katanya bening-bening. Eh ternyata malah ke sini ketemu kau Min
Noor : Itulah Min, tadinya kita mau main, tapi gak jadi. Cobalah kau carikan cewek di sini Min buat kita, masa kau tak ada. Sudah gatal nih titiku pengen ngentot. –yang lain tertawa sambil mengangguk.
Pak Imin : Wah di sini ndak ada Noor. Di sini daerah pendidikan, penduduknya juga taat ibadah semua. Mana ada yang kayak begitu di sini.
Lambert : Masa kau tak kenal ayam kampus di sini yang bisa dibooking, biasanya kau lincah kali Min.
Pak Imin : Ndak ada Lambert. Aku sejak bikin kos-kosan di sini ndak pernah ngurus gituan lagi.
Semua : Oooooh.....

Noor : Min, gini aja Min. Kita ini udah bener-bener kebelet pengen ngentot cewek. Soalnya dari daerah juga sebelum ke sini kita udah niat banget pengen ngentot cewek di sini. Gini aja Min, kalo saran saya ya, itu kan di kamar kosmu, ada cewek lima orang yang tadi numpang makan. Kau serahkan saja pada kami ya. Gimana Min? Setuju ga?

Pak Imin kaget bukan kepalang mendengar perkataan Noor. Batinnya marah luar biasa. Walaupun dia juga sering mencuri pandang kepada para mahasiswi tersebut, tapi hatinya tidak sampai membiarkan mereka dinodai kawan-kawan mesumnya itu. Terlebih lagi orang-orang tua para mahasiswi itu sudah menitipkan anaknya kepada dirinya.

Pak Imin : Gila kamu Noor. Ndak. Ndak bisa. Pokoknya kalian cari cewek di luar sajalah saya ndak peduli, tapi jangan mereka. Mereka anak baik-baik, kuliah biar jadi orang baik-baik, bukan seperti perek yang biasa kalian pake. Saya ndak kasih.
Noor : Ayolah Min, sekali ini aja, mumpung kita kumpul rame-rame. Jangan gitu lah kau, kita nostalgia lah. Dulu kau sering ajak aku ke pelacuran, masa sekarang kau tak mau kasih kita menikmati mereka. Ayolah Min...
Pak Imin : Pokoknya saya ndak mau. Sudah, jangan berpikiran macam-macam –suara Pak Imin mulai meninggi. Semua jadi terdiam. Suasana berubah panas.

Isak : Min, kau serius tak mau kasih kami kesempatan untuk ngentot itu mahasiswi yang tadi?
Pak Imin : Pokoknya ndak, titik.
Isak : Min, jangan sampai kau buat kami paksa kau Min...
Pak Imin : Kau mau paksa gimana Sak? Jangan macam-macam kau. Kalau kupanggil tetangga, bisa habis kalian semua.
Isak : Min, kau mau istrimu tahu kalau kau suka main perek dulu? –Pak Imin tercekat
Isak : Kau mau anak-anakmu tahu kalau kau itu hidung belang? Kau mau kawan-kawan kita di dinas tahu kalau kau dulu suka ke pelacuran? Kalau kau tak mau kasih itu cewek-cewek, oke Min, pertemanan kita putus sudah. Dan akau kuberitahukan istrimu sekarang juga tentang dirimu dulu. Mau kau?? –Isak mulai membentak, khas dengan logatnya yang berasal dari Indonesia Timur.

Pak Imin tercenung, merenung tak percaya. Kedatangan teman-temannya yang awalnya membuat dirinya senang, dia jamu baik-baik, dia hidangkan makanan yang enak, kini malah membawa petaka. Mereka malah meminta lebih. Pak Imin masih berusaha menolah.

Pak Imin : Ayolah kawan, jangan kejam seperti ini. Kalau kau beritahu istriku, bisa hancur rumah tanggaku.
Noor : Makanya Min, kau serahkan saja mahasiswi itu pada kami, maka rumah tanggamu pasti aman. Kita bakal tutup mulut selamanya.

Pak Imin mulai kehilangan akal. Dia hanya diam saja tak bisa menjawab.

Isak : Jadi gimana Min? Kau masih keberatan? Apa perlu aku menemui istrimu sekarang juga??... 

Malam mulai larut, sekitar pukul sepuluh. Keadaan di luar mulai sepi. Hanya satu dua orang atau motor yang lewat. Pak Imin merenung seorang diri di ruang tengah. Bu Tini, Mila dan Agung sudah masuk kamar masing-masing. Sementara kawan-kawan mesumnya berkumpul di ruang tamu menyusun strategi sambil menunggu malam makin larut.

Lambert : Jadi ada 5 cewek, 5 kamar. Aku dan Frans kamar dua. Noor dan Muhid di kamar tiga. Rico dan Ando, kalian di kamar tujuh. Manuel dan Isak di kamar delapan, Didin dan Wahyu kalian di kamar sepuluh. Kamar delapan, sembilan dan sepuluh di lantai dua. Oke semua? –Semua mengangguk.

Tepat pukul setengah sebelas mereka bergerak. Segelas kopi membuat mereka segar bersemangat. Isak menyempatkan diri masuk ke ruang tengah menemui Pak Imin.

Isak : Min, kau tenang saja. Kau membuat pilihan yang tepat. Tidak akan lama. Setelah kami puas, kami akan segera pulang. Kau juga jangan khawatir mereka akan mengadu karena mereka semua akan kami rekan sehingga tidak akan melapor polisi.

Pak Imin diam tak menjawab.

Isak : Dan yang penting, istrimu tidak akan tahu apa-apa tentang dirimu yang suka main perek Min. Kau tenang saja, rahasiamu aman. Kami akan tutup mulut.

Isak langsung keluar menyusul teman-temannya. Pak Imin memandang tajam ke arah punggung Isak. Di dalam benaknya ia berujar, “Aku akan menutup mulut kalian, selamanya.”

---

Frans dan Lambert mendatangi kamar dua. Frans bertubuh gemuk dan plontos, dengan jenggot dan cambang di muka. Sementara Lambert bertubuh ceking, tinggi, namun tangannya kekar dan jari-jarinya kuat. Kesamaan mereka berdua hanya dua, sama-sama hitam dan sama-sama maniak seks.

Frans mengetuk pintu tiga kali. ”Permisi,” katanya. Ketukan itu mengagetkan Rosa yang masih berkutat dengan diktat di depan laptop. Dia sedang menyelesaikan laporan praktikum.
”Siapa ya malam-malam begini datang, laki-laki pula,” ujarnya dalam hati. Dia tidak merasa ada janji mau ketemu seseorang malam, ini terutama laki-laki.
Rosa berasal dari kota J, sudah berjilbab sejak SMP. Kulitnya putih bersih. Walau hidungnya agak pesek, tapi tidak mengurangi kemanisan wajahnya. Orangnya supel dan periang, sering tersenyum, makin menambah manis wajahnya. Tubuhnya termasuk langsing.

Malam itu dia berdaster hijau. Sejenak dia kenakan kerudungnya, baru menghampiri pintu untuk melihat siapa yang datang. Baru sedikit pintu dia buka, pintu itu langsung didorong keras-keras. Ia kaget, tapi tak cukup bereaksi ketika sebuah tangan membekap mulutnya sementara tangan yang lain mendekap tubuh dan tangannya. Ia langsung diseret ke ranjang di dalam kamar sementara ia mendengar pintu kamar ditutup, klik.

Sementara matanya melihat dua orang besar hitam, sepertinya ia mengenali mereka tapi agak lupa. Ia ingin teriak tapi orang itu keburu memasang lakban di mulutnya. Kedua orang itu bergerak sangat cepat. Kedua tangannya diikat ke belakang dengan lakban juga sehingga tangannya makin sulit bergerak. Badannya terus meronta tapi sudah tidak ada gunanya. Kakinya berusaha menendang kedua orang itu tapi mereka malah menangkap kedua kakinya. Rontaannya malah membuat dasternya tersingkap hingga memperlihatkan pahanya yang putih mulus.

Frans menekan dadanya untuk menenangkan Rosa yang masih panik. Rosa diam sejenak melihat Frans akan berbicara.
”Tenang manis, kami tidak akan menyakitimu. Kami hanya mau, ini....” ujar Frans dingin sambil tersenyum, dan tangannya meremas daerah selangkangan Rosa.
Rosa makin panik dan berusaha meronta lagi, namun sia-sia. Kakinya dipegang kuat-kuat oleh Lambert dan dibuka makin lebar. Biasanya Rosa mengenakan celana panjang tipis atau celana training di dalam dasternya, tapi malam itu agak gerah. Lagipula ia sudah mau tidur, jadi dia tidak memakai apa-apa lagi di dalam dasternya kecuali BH dan celana dalam.

Frans mengangkat daster hijau Rosa hingga atas dada, mempelihatkan hampir semua tubuh putih mulusnya. Lambert tetap setia memegang kaki Rosa. Sejenak Frans mengelus-elus perut Rosa, merasakan kemulusannya, membelai pusarnya. Kemudian tangannya turun ke selangkangan yang masih ditutupi celana dalam putih berenda. Dia usap-usap celana dalam itu agak keras sehingga bagian bawahnya mulai tercetak sebuah belahan yang ia inginkan. Jari tengahnya kemudian menekan-nekan tepat di tengah belahan itu, seolah ingin membuka lebar belahan tersebut.

”Wah, udah ngaceng aku. Cepatlah kau, capek aku pegang kaki dia ini ga mau diam,” ujar Lambert mengingatkan Frans.
”Oke, sori, belum pernah aku ketemu perek semulus ini. Ga nyangka sekarang aku bisa ngentot cewek kayak gini,” jawab Frans.
Lalu dengan ganas dia tarik celana dalam Rosa hingga robek di sisinya. Kini vagina Rosa yang ditumbuhi rambut halus terbuka. Rambutnya cukup banyak tapi pendek-pendek menandakan belum lama dicukur.
“Ah ini baru memek. Kalau perek-perek itu rambutnya tebal betul, tak pernah dicukur kayanya,” ujar Lambert.
“Ah itu kan perek murahan, kalau ini mahalan. Ga sembarang orang bisa dapet kayak gini,” jawab Frans.

Frans memurunkan celananya, langsung menunjukkan penisnya yang sudah tegak. Rosa terkesiap melihatnya. Ia belum pernah melihat penis pria dewasa. Walaupun ia bisa dengan mudah melihatnya di internet, dia selalu bisa menahan diri. Kini hanya beberapa puluh senti tampaklah penis hitam besar mengacung. Antara takjub dan takut becampur di benaknya.

Frans kemudian berganti posisi di bawah, sementara Lambert memegang dada dan bahu Rosa. Lambert menari BH Rosa ke atas menampakkan payudaranya yang tidak terlalu besar, malah nyaris rata dalam keadaan terlentang. Lambert menjilati puting kiri Rosa sementara tangannya meremas yang kanan, kadang mencubit, kadang memilin. Frans mulai menjilati vagina Rosa, meludahinya beberapa kali supaya basah dan mudah dimasuki. Tangannya memegangi paha Rosa sementara lidahnya menjilat setiap bagian vagina Rosa

Setelah dirasa cukup basah, ia mulai mengarahkan penisnya ke mulut vagina itu. Tidak bisa langsung masuk karena Rosa masih perawan. Ia ludahi kepala penisnya hingga licin, kemudian ia coba dorong lagi. Karena sudah sama-sama licin, kepala penis itu akhirnya bisa menemukan mulut lobang vagina Rosa yang masih tertutup. Kemudian dengan tak sabar Frans terus mendorongnya hingga kepala penis itu mulai masuk

Tak ada kelembutan dalam setiap dorongan Frans. Ia terus mendorong supaya semua batang penisnya bisa masuk. Dan akhirnya semuanya masuk tertelan vagina Rosa yang masih sempit itu. Ketika ditarik, penisnya berlumuran darah, keperawanan Rosa.
”Hahaha, tak pernah aku ngentot cewek perawan. Istriku pun pertama kuentot sudah tidak perawan. Akhirnya sekarang bisa juga. Sempit benar...” ujarnya senang. Frans terus menusukkan penisnya, menikmati setiap himpitan vagina Rosa yang masih segar itu.

Sejak tusukan awal penis Frans, Rosa sudah merasa kesakitan. Namun apa daya ia tidak bisa bergerak sama sekali karena Lambert menekan tubuhnya kuat-kuat. Hingga akhirnya keperawanannya pecah, ia hanya bisa mengejang tertahan. Teriakannya pun tak lebih keras dari suara siulan karena bekapan lakban. Keringatnya mengucur deras di tubuhnya menahan sakit dan benci, sederas air mata di wajahnya.

Frans tak bisa berlama-lama karena himpitan vagina Rosa yang kuat pada penisnya. Tak sampai dua menit, maka tumpahlah mani Frans di dalam vagina Rosa, menyemprot sangat kuat. Empat atau lima semprotan deras sebelum akhirnya tubuhnya melemah dan sodokannya berhenti.

“Wah sedapnya. Giliran kau nikmati cewek ini,” ujar Frans pada Lambert.
“Balikkan badannya. Mau kuentot dia dari belakang,” jawab Lambert.
Maka tubuh Rosa dibalikkan, lalu ditarik pinggangnya ke atas hingga menungging. Rosa yang sudah kehabisan tenaga tidak bisa melawan. Frans kini di punggung Rosa sambil menahan bokong Rosa supaya tetap menungging, dibantu Lambert di belakang mempersiapkan penisnya untuk menusuk Rosa dari belakang.

Tak sulit bagi Lambert karena vagina Rosa sudah licin oleh mani Frans, dan lubangnya masih menganga. Dengan mudah penisnya masuk meluncur ke vagina itu, kemudian ia hentakkan keras-keras hingga pahanya beradu dengan paha belakang Rosa mengeluarkan suara seperti tamparan. Tangannya meremas-remas pantat Rosa yang membulat, kadang-kadang jarinya diletakkan di bawah menggelitik klitoris Rosa untuk menggodanya. Sementara tangan Frans juga ikut meremasi payudara Rosa yang tampak lonjong karena Rosa sedang membungkuk.

Penis Lambert terus menusuk-nusuk vagina Rosa, namun karena penisnya tak sebesar penis Frans, himpitan vagina Rosa pun kurang terasa, sehingga ia belum merasa akan mencapai orgasme. Bahkan kini bokong Rosa yang mulai ikut bergoyang. Ternyata remasan Frans di dadanya, kelitikan jari Lambert di klitorisnya hingga tusukan penis Lambert di vaginanya membuat dirinya secara tidak sadar menikmati semuanya. Makin lama rasa nikmat itu makin kuat hingga akhirnya dirinya tidak kuat lagi, tubuhnya mengejang hebat, bokongnya tersentak-sentak menahan ledakan di dalam dirinya, ledakan yang belum pernah ia rasakan sama sekali. Ledakan yang tadinya ingin ia rasakan bersama suaminya.

“Wah, malah dia yang keluar duluan, dasar binal,” ujar Lambert merasakan sentakan dari bokong Rosa.
Kemudian Lambert mengambil inisiatif. Dia meludahi anus Rosa, kemudian menusuk-nusuk dengan jarinya agak kedalam seolah berusaha membuat jalan. Uniknya, di sekitar anus Rosa juga tumbuh rambut-rambut halus sehingga menambah eksotisme lubang itu.
“Oke lah, kau perawani memeknya, kuperawani saja lubang tainya,” ujar Lambert pada Frans.
Lambert kemudian mengarahkan penisnya ke anus Rosa dan berusaha memasukkannya. Bukan hal yang mudah, tapi dengan bantuan ludah, ditambah penis Lambert yang sudah sangat licin karena cairan orgasme Rosa, maka perlahan penisnya itu mulai masuk ke dalam anus Rosa.

Rosa merasa agak pedih di lubang anusnya. Dia tidak bisa berpikir apa-apa lagi karena saking lelahnya. Lambert pun mulai memompa di anus Rosa, namun karena eratnya cengkraman anus Rosa, Lambert mulai kepayahan. Tak sampai semenit, akhirnya muncrat juga maninya di dalam anus Rosa. Bokong Rosa menjadi kemerahan karena bekas cengkraman tangan Lambert yang kuat. Lambert lalu menarik mundur penisnya yang mulai lunglai, meninggalkan anus Rosa yang seolah membentuk huruf O. Di kepala penis Lambert tampak cairan putih kental kekuningan.

”Wah sialan, masuk lubangnya, dapat tainya pula,” keluh Lambert.
Dia buru-buru ke kamar mandi untuk mencucinya. Sementara Frans mengambil HPnya dan mulai mengambil gambar Rosa dalam berbagai posisi. Mulai dari posisi nungging, mengambil close up gambar anusnya. Lalu membalikkan badannya dan mengambil pose Rosa yang setengah telanjang, memperlihatkan selangkangannya, mengclose up vaginanya hingga payudaranya. Semua gambar diambil dalam keadaan Rosa masih memakai kerudung.

Rosa benar-benar tak berdaya melawan. Tangannya yang terikat di belakang, rasa sakit di kedua lubang bawahnya, hingga tenaga yang terkuras karena orgasme tadi, membuat dia pasrah. Kemudian Lambert keluar dari kamar mandi dan memakai celananya. Dia juga langsung mengeluarkan HP untuk merekam pose Rosa yang setengah telanjang.

Terakhir, mereka melepas ikat tangan dan sumpal mulut Rosa, kemudian mengambil wajah manis gadis itu.
“Awas, jangan coba-coba teriak. Jangan coba-coba kau lapor polisi. Kalau berani, akan kusebar foto telanjangmu ini, biar semua orang tau bentuk memekmu,” ancam Frans.

Rosa hanya bisa meringkuk, tangisnya mulai pecah, terisak-isak menahan kepedihan mendalam. Ia hanya membalikkan badannya ke arah tembok, tak ingin melihat wajah memuakkan kedua laki-laki itu lagi, sementara kedua iblis itu beranjak pergi meninggalkan kamar. 

Di sebelah kamar Rosa adalah kamar Meyta. Meyta termasuk seorang akhwat yang berkulit putih bersih juga. Mirip dengan Rosa, memiliki tubuh yang langsing semampai, tapi dengan buah dada yang lebih membulat dan bokong yang lebih berisi. Ketika Noor dan Muhid mengetuk pintu dan mengucap salam, Meyta sedang mendengarkan musik mp3 sambil membaca sebuah novel.

“Wah tumben ada yang dateng malam-malam, ikhwan lagi. Siapa ya?” pikirnya. Meyta ketika itu menggunakan daster batik. Dia buru-buru mengecilkan suara mp3 dari laptopnya dan meletakkan novel di meja. Tak lupa dia menyambar kerudung coklat untuk dia pakai sebelum membuka pintu.

Begitu pintu dibuka, Meyta kaget melihat kedua laki-laki yang tidak ia kenal. Kedua laki-laki itu pun langsung memaksa masuk dan mendekap tubuh Meyta. Tapi Meyta bukan gadis sembarangan, dia adalah pemegang sabuk coklat beladiri J*******. Ketika Muhid maju dan mencengkram lengan kirinya, dengan refleks yang sudah terlatih hempaskan tangan Muhid yang mencengkram lengannya sambil kemudian membanting Muhid ke samping. Noor yang menyaksikan kejadian itu buru-buru menutup pintu dan menguncinya.

Terkejut mendapatkan perlawanan, Muhid bangkit lagi dan mencoba merengkuh daster Meyta. Tapi kembali Meyta berhasil mengelak bahkan kembali membanting tubuh Muhid. Untungnya dia jatuh ke kasur sehingga tidak terlalu sakit.

Muhid tidak menyerah. Kali ini dia berusaha menjaga jarak dari Meyta dan mencoba melancarkan pukulan jab yang berhasil ditangkis Meyta. Di sinilah kecerdikan Noor, dia bergerak cepat ke belakang tubuh Meyta, kemudian menendang punggung Meyta sehingga dia terjengkang ke depan. Dari depan Muhid langsung melancarkan tendangan lurus. Meyta yang kaget ditendang dari belakang tidak sempat menangkis sehingga kaki Muhid bersarang di perut Meyta. Gadis itu terduduk menahan sakit. Melihat Meyta mulai tak berdaya, Noor dengan cepat menarik baju gadis itu dari belakang. Meyta terangkat berdiri sambil menahan perih di lambungnya. Kemudian Noor menghempaskan tubuh Meyta ke kasur.

”Sialan nih anak, berani-beraninya ngelawan gue,” ujar Muhid. Muhid yang kesal karena dibanting Meyta dua kali langsung menindih tubuh Meyta di kasur. Meyta tidak bisa fokus untuk melawan karena menahan sakit di perutnya. Muhid langsung menduduki perut Meyta yang terlentang dan membuka kedua tangan Meyta ke kanan dan kiri. Meyta baru akan teriak ketika sebuah tamparan keras mendarat di pipi kirinya. Pipinya langsung merah bekas tangan Muhid. Dari belakang Noor langsung memasang lakban di mulut Meyta.

Dalam kondisi ini, Meyta menjadi tidak berdaya. Perutnya kesakitan dan diduduki Muhid, sementara pipinya panas dan perih karena ditampar dia tidak bisa berteriak. Plak... sekali lagi Muhid menampar pipi kanan Meyta karena masih kesal dibanting oleh Meyta.

“Udah Hid, ntar abis mukanya. Sayang cantik-cantik gitu,” sergah Noor pada Muhid.
Muhid tersadar dari amarahnya, kemudian ia mulai menikmati kecantikan wajah Meyta yang mulus. Tampaknya mulutnya sedang merintih kesakitan dalam bekapan lakban, air matanya mulai mengalir.

Noor terus bekerja. Dia mengikat kedua tangan Meyta di atas kepala Meyta. Setelah itu dia mulai melepaskan celananya.
”Hid, saya duluan ya. Kau pegang dulu lah perempuan ini,” ujar Noor pada Muhid.
”Oke, kau duluan lah, aku nanti belakangan, biar puas kukerjai dia,” jawab Muhid.

Maka Muhid bergerak ke atas memegangi tangan Meyta, sementara Noor mulai mengangkat daster batik Meyta hingga pinggang. Noor dengan cekatan menurunkan celana training yang dipakai Meyta dan celana dalam kremnya. Noor sengaja meninggalkan sepasang kaus kaki terpasang di telapak kaki Meyta. Kemudian ia kangkangkan kaki Meyta sedapatnya. Maka tampaklah vagina Meyta yang masih tertutup rapat dihiasi rambut-rambut halus di atas dan sampingnya. Seperti halnya Rosa, Meyta memiliki vagina yang berwarna putih seperti kulit tubuh lainnya.

Mulut Noor mulai menyosor vagina itu, kedua jempolnya menarik ke samping bibir vagina luar Meyta, sementara lidahnya berusaha menguak bibir dalamnya agar merekah. Merasa bagian kehormatannya mulai dikerjai, Meyta mulai sadar dari perihnya dan berusaha berontak, namun ketika itu pula ia menerima tamparan lagi di pipi dari Muhid sehingga ia kehilangan kekuatan lagi.

Noor terus berusaha melumuri vulva Meyta dengan ludahnya hingga licin. Baru kemudian dia terduduk mendekatkan penisnya yang sudah ngacung ke lubang vagina itu. Diarahkannya moncong meriam itu ke target sasaran, dan mulai ia dorong pelan-pelan. Ia terus berusaha mendorong sambil kedua tangannya menahan kedua paha Meyta yang bulat supaya tidak menutup.Meyta berusaha bergerak menghindari sesuatu yang menerobos di lubang kehormatannya, namun bagian atas tubuhnya ditekan kuat-kuat oleh Muhid.

Noor terus berusaha mendorong hingga perlahan mulai masuk. Kepala penisnya mulai menguak bibir dalam vagina Meyta. Perlahan kepala itu mulai tenggelam dan berusaha menembus selaput yang menghalangi. Terus dia tekan hingga akhirnya selaput itu berhasil dia tembus. Kemudian masih terus ia tekan hingga batang penisnya mulai ikut masuk. Meyta berusaha terus bergerak namun kakinya ditahan kuat-kuat oleh tangan Noor. Hingga akhirnya semua penis Noor masuk ke vagina Meyta.

Penis Noor merasakan dekapan yang sangat erat dari vagina Meyta, dekapan vagina perawan yang sudah lama ia tidak rasakan sejak memerawani istrinya. Ia tarik sedikit penisnya, kemudian dia dorong lagi. Semua ia lakukan perlahan untuk menikmati setiap gesekan vagina Meyta pada penisnya. Makin lama sodokannya makin cepat. Ketika ia membuka mata maka tampak gadis mahasiswi yang manis dan masih berjilbab melenguh setiap ia sodokkan penisnya. Pemandangan itu tampak sangat erotis baginya.

Buru-buru dia angkat daster Meyta hingga Bhnya tersembul, langsung ia angkat pula BH itu ke atas sehingga kedua buah dada Meyta mencuat. Dia remas-remas kedua buah dada itu sambil mempercepat sodokannya. Kombinasi antara pemandangan yang erotis ditambah ketatnya dekapan vagina Meyta pada penisnya membuat Noor tak tahan lagi. Maka ia semprotkan dengan kuat maninya di dalam vagina Meyta.

”Ah, memek perawan, peret banget Hid,” ujar Noor sambil terengah-engah.
“Iya, apalagi perawan galak kayak gini. Kau cepatlah gantian, aku juga sudah tak sabar,” jawab Muhid.

Sebenarnya tanpa dipegangi pun Meyta sudah sulit untuk melawan, sebab rasa sakit di kepala dan perutnya, ditambah lagi di vaginanya membuat dia malas bergerak. Tapi Noor dengan sigap menjaga tubuh Meyta sementara Muhid melampiaskan hajat mesumnya.

“Hei, jangan lupa kau rekamlah dengan HPmu adegan ini,” ujar Muhid mengingatkan. Maka Noor langsung mengeluarkan HPnya untuk merekam adegan mesum Muhid memperkosa akhwat cantik ini.

Muhid tak banyak basa-basi. Langsung ia keluarkan penisnya, dan ia gesekkan ke permukaan vagina Meyta. Sesekali ia meraba rambut halus di atas vagina itu, kemudian dia cabut beberapa helai dengan kasar, membuat Meyta makin kesakitan dan meninggalkan ruam merah di bagian yang dicabut.
“Rasakan kau cewek galak,” umpat Muhid.

Kemudian Muhid langsung memasukkan penisnya ke lubang vagina Meyta dan mulai menyodokkan dengan keras dan cepat. Jempol tangan kirinya menekan-nekan daerah klitoris Meyta sementara tangan kanannya mencubiti putting kanan dan kiri Meyta bergantian. Hal ini membuat Meyta terlonjak-lonjak namun bila ia mulai melawan ketika itu pula Noor menahan tubuhnya dan sesekali menampar wajahnya. Muhid terus melakukan perbuatannya sambil tersenyum puas, berusaha mengerjai gadis yang sudah membantingnya itu.

Muhid tak lama bertahan karena peretnya vagina Meyta. Begitu merasa akan keluar maninya, ia langsung meloncat dan membuka lakban penyumpal mulut Meyta. Ia arahkan penisnya ke mulut Meyta yang ia buka paksa dengan tangannya, ia kocok penisnya kuat-kuat hingga maninya menyembur deras masuk ke dalam mulut Meyta. Beberapa semprotan terakhir ia arahkan ke mata dan pipi Meyta. Jadilah wajah manis itu berlumuran mani Muhid bercampur air matanya.

Tapi setelah maninya habis, tak serta merta ia menarik penisnya. Tampaknya ia masih ingin mengeluarkan sesuatu. Maka dalam beberapa detik memancarlah air kencing Muhid ke dalam mulut Meyta dan ke mukanya. Meyta gelagapan terkena siraman air kekuningan yang agak berbau kopi itu. Semua itu terekam oleh HP Noor.

”Biar rasa kau perek galak,” umpat Muhid lagi. Noor hanya geleng-geleng kepala melihat kegilaan temannya itu. 

Sementara enam kawanan mesum mulai bergerak mengendap ke lantai dua. Isak maju paling depan dan Wahyu paling belakang. Mereka terus mengendap sambil memperhatikan keadaan sekitar.

Didin : Gelap semua kamarnya, cuma kamar nomor sepuluh itu yang diujung yang lampunya nyala. Jangan-jangan yang dua sudah pada tidur.
Manuel : Coba kuintip dulu kamar sepuluh.

Manuel perlahan mengendap mengintip kamar sepuluh lewat jendela. Kebetulah gordyn jendela itu terbuka. Mata Manuel mengintip perlahan, kemudian kembali lagi.

Manuel : Ternyata mereka bertiga ada di kamar ujung itu. Bagaimana jadinya?
Ando : Ya sudah, kalau begitu kita labrak sama-sama. Gimana? –semua mengangguk setuju.
Isak: Tunggu dulu bentar. Coba kulihat kamar yang lain sebentar ya.
Ando : Loh, mau apa lagi kau?
Isak : Ah pokoknya sebentar lah.

Isak masuk ke kamar delapan yang tidak dikunci, kemudian keluar mengambil sebilah cutter.
Isak : Ini akan memudahkan pekerjaan kita.

Maka Ando yang maju untuk mengetuk pintu kamar sepuluh, yang lain bersembunyi supaya tidak terlihat jika penghuni kamar mengintip lewat jendela. Isak bersiap dengan cutternya untuk memberikan kejutan.

Elma, Reina dan Yuli memutuskan untuk tidur bertiga di kamar sepuluh, karena mereka bertiga agak penakut. Elma berwajah sangat manis, yang paling manis di antara kelima gadis di sana. Kulitnya paling putih, mukanya paling cantik, dan badannya sangat langsing. Yuli juga kulitnya putih, tapi tak seputih Elma. Badannya lebih berisi. Sedangkan Reina kulitnya agak coklat gelap, namun tubuhnya yang paling montok.

Mereka bertiga sedang ngobrol sambil menunggu kantuk sebelum pintu itu diketuk. Elma yang tuan rumahnya kamar langsung berdiri dan menghampiri pintu. Mereka semua berdaster dan segera memakai kerudung begitu tahu ada yang datang. Elma tidak curiga sedikitpun jadi tidak perlu merasa melihat melalui jendela dan langsung membuka pintu.

Pintu pun dibuka. Elma terkejut mendapati seorang pria yang tidak ia kenal di hadapannya.
”A...ada apa ya Pak?” tanya Elma gelagapan.
Tak sempat dijawab, Ando langsung mendorong pintu dan Isak dengan cepat memiting leher Elma sambil menghunus cutter di wajahnya.
“Jangan ada yang bergerak, jangan ada yang teriak, ato teman kalian mati,” ujar Isak mengancam Yuli dan Reina.

Semua kawanan mesum itu berhamburan masuk kamar dan menguncinya sementara Yuli dan Reina hanya terkejut menganga.
“A...ampun Pak, itu laptop saya di dalam tas dekat meja. Itu dompet saya di meja. Jangan sakiti kami Pak...” Elma memohon pada Isak.
Kawanan mesum itu tertawa terbahak-bahak.
“Kau pikir kami tidak sanggup beli laptop hah? Kau pikir kami ga punya duit. Bodoh kau...” jawab Manuel sambil tertawa.
“Ba...bapak mau apa Pak? Tapi tolong jangan sakiti kami...” ujar Yuli berusaha membantu Elma.
”Tenang, kami tidak akan menyakiti kalian, selama kalian bekerja sama. Mengerti?” ujar Isak.
Yuli dan Reina hanya mengangguk lemah masih tak paham. Sementara Elma gemetaran karena ada cutter di depan hidungnya.

”Kamera, siapkan!” perintah Isak. Maka Manuel dan Wahyu mengeluarkan HPnya masing-masing dan mulai merekam.
”Oke, sekarang kalian berdua buka baju kalian!” perintah Isak pada Yuli dan Reina. Keduanya terhenyak tidak percaya dengan apa yang mereka dengar.
”Cepat!!!” hardik Isak lagi.
”Ja...jangan Pak, jangan...” pinta Yuli lirih.
”Jangan melawan! Apa kalian mau lihat leher teman kalian ini putus? Cepat buka!!” ancam Isak lagi. Isak menguatkan pitingan pada leher Elma sehingga Elma mulai merasa tercekik. Hal ini menyebabkan Yuli dan Reina panik.
”Ba... baik Pak...” ujar Yuli pelan.

Kedua akhwat itu melirik satu sama lain kebingungan, tak bergerak. Tapi Isak menghardik lagi dan Elma mulai mengaduh kesakitan. Maka Yuli perlahan mulai membuka risleting belakang dasternya. Melihat Yuli melakukan itu, Reina pun mengikutinya.

”Berdiri kalian berdua,” perintah Manuel. Maka Yuli dan Reina pun berdiri di tengah kamar. Kemudian dengan perlahan mereka terus menarik resleting daster mereka, hingga habis.
“Turunkan daster kalian, cepat!” perintah Ando.
Maka keduanya pun dengan sangat malu menjatuhkan daster mereka di hadapan para lelaki mesum itu. Selama ini mereka selalu berjilbab panjang dan rapi kemana pun, bagaimana sekarang mereka akan bugil di hadapan lelaki yang tak mereka kenal sama sekali.

Maka semua lelaki mesum itu mengeluarkan HPnya untuk mereka atau mengambil foto adegan ini kecuali Isak yang masih menahan Elma. Kedua gadis yang berkerudung sedada namun tak berpakaian kecuali pakaian dalam mereka. Yuli dengan BH putih dan celana dalam putih, sementara Reina dengan BH pink dan celana dalam hijau.

Manuel menyuruh mereka menyingkapkan kerudung mereka ke belakang sehingga bagian dada, perut, pinggang, paha hingga kaki kedua akhwat ini terpampang jelas. Manuel memerintahkan mereka untuk membuka BH mereka, walau dengan ragu dan perlahan akhirnya mereka membuka BH mereka. Tampak walau kulit Reina lebih gelap, tapi buah dadanya lebih besar daripada Yuli.

Isak kemudian mendorong Elma ke arah temannya. Isak menyuruh Elma mengikuti apa yang dilakukan Yuli dan Reina. Maka Elma pun mulai membuka dasternya diikuti dengan BH kremnya. Buah dada Elma adalah yang terkecil di antara mereka, mungkin hanya segenggam telapak tangan, namun kulitnya benar-benar bening, ditambah sorot lampu kamar yang membuat tubuhnya berkilau keemasan.

”Oke, sekarang kalian buka celana dalam kalian. Cepat!” perintah Isak sambil mengacungkan cutter pada Elma. Mereka bertiga yang sudah mulai berlinangan air mata tak bisa menolak. Perlahan mereka menurunkan celana dalam mereka hingga mata kaki.

Wahyu : Amboi, ini cewek bening betul, macam marmer saja. –sambil mengelus bokong Elma.
Didin : Iya nih, kayanya paling bisa merawat diri ni cewek. Lihat aja jembutnya, paling sedikit, paling rapi. Gak kaya yang dua ini, gondrong hahaha... –yang lain ikut tertawa. Muka Yuli dan Reina bersemu merah mendengar komentar cabul para lelaki itu terhadap rambut kewanitaan mereka. Mereka terus mengambil gambar ketiga gadis ini hingga puas.
Isak : Oke kalian bertiga, berlutut. –ketiganya lalu berlutut menuruti perintah Isak.

Lalu Manuel, Ando dan Wahyu melepas celana mereka hingga penis mereka mencuat. Kemudian mereka mendekatkan penis mereka ke mulut para wanita itu.

Isak : Kalian hisap titit yang ada di depan kalian itu sambil kalian jilat. Cepat!!
Ketiganya kebingungan dan merasa jijik, di samping belum pernah sama sekali melakukan blowjob sehingga tidak tahu bagaimana memulai apa yang diperintah Isak. Namun di samping rasa jijik, ada juga rasa penasaran karena ini benar-benar pertama kali mereka melihat penis lelaki dewasa secara langsung. Batang-batang kokoh kehitaman dengan ujung lonjong meruncing kemerahan itu membuat birahi kewanitaan mereka menjadi terusik, walau mereka adalah gadis-gadis yang alim.

Isak : Cepat atau teman kalian ini mau kusayat kah? –Isak mulai menghardik.
Karena ketiga gadis itu diam saja, Manuel maju dan menempelkan penisnya ke bibir Reina. Reina awalnya enggan, tapi karena dipaksa Manuel dan kepalanya ditarik, maka mulut Reina pun terbuka. Manuel mulai memasukkan penisnya ke dalam mulut Reina.

Manuel : Mana lidahnya? Jilat kontolku ini yang benar. Jilat kepalanya. Awas jangan kena gigi, kalau kena kutampar kau –perintah Manuel pada Reina.

Reina pun mulai menjilati penis Manuel. Yuli mulai melakukan hal yang sama pada Ando dan Elma pada Wahyu. Sementara yang lain tetap merekam Karena ketiga akhwat ini benar-benar belum pernah melakukan hal ini, ketiga lelaki mesum itu tidak merasakan kenikmatan yang diharapkan.

Manuel : Sudah-sudah, gak enak. Dasar amatiran. –sambil menarik penisnya keluar, diikuti teman-temanya.

Didin : Oke, sekarang kalian bertiga duduk Mengangkang. Cepat!
Ketiga gadis ini kemudian menuruti perintah itu. Mereka duduk di lantai, tapi mereka merapatkan kaki mereka.

Didin lalu duduk dan mencontohkan cara duduk yang dia maksud. Duduk dengan kedua tangan bersandar di belakang, sementara lutut ditekuk dan mengangkang selebar mungkin. Ketiga gadis itu tentu tidak mau karena itu akan memperlihatkan daerah kewanitaan mereka dengan jelas. Tapi Isak kembali menempelkan cutternya ke tubuh Elma sambil mengancam sehingga mereka bertiga terpaksa mengikuti perintah Didin.

Kini ketiga gadis itu benar-benar dipermalukan. Dengan kerudung panjang yang masih menempel di kepala mereka namun disingkapkan ke belakang, mereka duduk mengangkang seolah memamerkan keindahan buah dada dan vagina mereka kepada kawanan mesum itu. Kawanan mesum itu berebut mengambil foto ketiganya, sementara wajah mereka bertiga makin merah padam menahan malu.

Didin : Oke, sekarang kalian semua, kencing semua!
Reina : Ga...ga bisa Pak. Malu...
Didin : Halah pake malu segala. Mau kalian yang kencing, atau muka kalian mau kami kencingi hah?

Mendengar ancaman itu, ketiga gadis tersebut berusaha mengikuti perintah Didin. Lebih baik pipis saja sekalian malu, toh kemaluan mereka sudah terlihat semua, daripada sudah malu, dipipisi pula. Mulai dari Yuli yang pertama air pipisnya memancar. Kebetulan memang dia belum pipis dalam beberapa jam sehingga airnya paling banyak dan memancar paling jauh. Disusul Elma dan terakhir Reina yang paling sedikit pipisnya karena baru setengah jam yang lalu dia pipis.

Air kencing ketiga akhwat itu spontan membasahi lantai kamar Elma yang beralas karpet tebal, dengan aroma khas yang sedikit pesing. Namun itu tidak sampai memadamkan nafsu bejat keenam pria mesum itu, mahal makin membangkitkannya.

Kawanan mesum itu tertawa terpingkal-pingkal melihat pemandangan ini sambil berusaha mengambil gambar close up bagaimana vagina mereka memancarkan air seni. Elma memiliki vagina yang berkulit bening seperti Rosa dan Meyta, beda dengan Yuli dan Reina yang kulit di sekitar vaginanya agak gelap kehitaman, lebih gelap daripada kulit tubuh mereka. Walau demikian untuk beberapa pria, vagina yang agak hitam justru lebih seksi daripada yang terang, apalagi kalau disekitarnya dihiasi rambut-rambut yang halus. Manuel sampai membantu menyingkap bibir vagina Yuli supaya terlihat jelas lubang yang menyemprotkan air seni itu.

Kemudian Rico mengambil alih komando.
Rico : Baik, sekarang kalian menungging semua. Buka tudung kalian.
Ketiganya mulai melepaskan tudung masing-masing sehingga mereka sekarang benar-benar telanjang bulat. Reina memiliki rambut paling panjang, hampir sepinggang, sementara Yuli dan Elma sama-sama sepunggung.

Rico : Kalian sekarang nungging semua. Buka kaki kalian lebar-lebar.
Mereka dengan ragu mengikuti perintah itu. Mereka mulai menungging seperti kuda menunjukkan kemontokan bokong mereka, dengan kaki dibuka lebar memperlihatkan keindahaan anus dan belahan vagina mereka dari belakang.

Rico mulai meremas bokong Reina dan menjilat anus dan vaginanya. Reina merasa kegelian dan ingin tertawa namun ia tahan sekuat tenaga. Ando melakukan hal yang sama pada Yuli dan Isak pada Elma. Hal ini membuat ketiga gadis tersebut terserang birahi, dimana dengan mahir ketiga lelaki mesum itu menjilat kemaluan para gadis ini sambil sesekali meremas buah dada mereka.

Suasana makin memanas, ketiga penjilat tersebut makin bernafsu sementara tak sadar Yuli dan Elma melenguh setiap titik sensitif di vagina mereka tersentuh lidah para penjilat. Penasaran dengan sebelahnya, maka para penjilat itu bergeser posisi untuk menikmati anus dan vagina gadis disebelahnya. Ketiga teman mereka yang lain juga tak ketinggalan ikut serta, sehingga semua lidah lelaki itu merasakan anus dan vagina ketiga perawan tersebut.

Ando : Yang ini bo-olnya cantik nih, ada kerutan-kerutannya, ada bulunya pula –sambil menunjuk lubang anus Yuli.
Manuel : Tapi yang ini sempurna kawan, bening kali lubang pantat ini, tak ada yang hitam-hitam sedikitpun. Seingatku bo-ol perek-perek di tempat langgananku, alamak... hitam semua –Manuel cekikian sambil memuji dan mengelus bokong Elma. Yang lain ikut tertawa.

Kemudian ketiga gadis itu disuruh duduk mengangkang kembali. Bedanya, sekarang Elma disuruh menjilat vagina Yuli. Elma pun menurut dan membungkuk mendekatkan mulutnya ke vagina Yuli. Awalnya dia merasa jijik, namun ketika bokongnya ditampar oleh Isak, dia langsung menggerakan lidahnya menyapu bagian-bagian vagina Yuli. Yuli merasa kegelian sehingga sering menggelinjang dan matanya terpejam. Entah apa yang dirasakan lidah Elma, cairan kewanitaan Yuli bercampur sisa air seninya, ditambah air liur pada lelaki mesum itu, kini ia harus menjilat semuanya.

Namun Reina tidak tinggal diam, ia disuruh menjilat anus dan vagina Elma dari belakang. Hal ini membuat Elma juga menggelinjang kegelian akibat sapuan lidah Reina. Sementara anus dan vagina Reina yang sedang menungging pun tak luput dari jilatan atau rabaan kawanan mesum di belakangnya.

Sudah bosan dengan jilat-menjilat, dan semakin kerasnya penis mereka berenam, maka ditariklah ketiga gadis itu ke kasur. Ketiga penjilat itu kini akan menyetubuhi ketiga gadis tersebut, sementara ketiga temannya memegangi.

Rico mulai menggesekkan penisnya mencari titik yang tepat untuk menerobos vagina Reina yang dipegangi Wahyu. Isak melakukan hal yang sama pada Elma dipegangi Didin dan Ando pada Yuli dibantu Manuel. Maka tak lama terdengarlah jeritan dan erangan ketiga gadis itu yang diperawani secara bersamaan. Persis yang terjadi pada Rosa dan Meyta di lantai bawah.

Maka yang terjadi adalah pesta serbaunik123 yang tak dibayangkan sebelumnya. Karena ketiga gadis itu sudah tidak berdaya melawan, setiap pria mesum bisa menyelupkan penisnya di antara ketiga akhwat sementara rekannya membantu memegangi sang gadis. Hingga akhirnya keenam pria mesum itu benar-benar dapat merasakan legitnya ketiga liang sanggama para gadis tersebut.

Perasaan sakit, jijik dan marah di dada ketiga akhwat itu bersatu dengan rasa nikmat yang tak terlawan di selangkangan mereka. Mata mereka terpejam selama dikerjai kawanan itu, namun mulut mereka tak jarang mengaduh atau mengerang. Erangan ini justru menjadi hal yang erotis bagi kawanan mesum itu, sehingga mereka makin semangat memompakan penis mereka ke vagina ketiga akhwat itu.

Maka tak jelas siapa ejakulasi di mana. Lubang vagina ketiga wanita itu kini berlumuran cairan mani yang putih kental kemerahan karena bercampur darah kehormatan mereka. Sementara tubuh mereka pun basah berlumur peluh, karena mereka juga merasakan kenikmatan ketika penis kawanan mesum tersebut mengaduk-aduk lubang kenikmatan mereka. Hingga ketiga wanita itu terkulai lemas di kasur. 

Jam setengah dua belas, kesebelas pria mesum itu sedang berkumpul di ruang tengah, sambil merokok dan minum kopi yang dibuatkan oleh Pak Imin sendiri. Kesepuluh rekannya tampak tersenyum puas menikmati malam itu.
Isak : Min, makasih banyak ya. Aku tau kau orang yang setia kawan. Tak percuma kita datang jauh-jauh nengok kau, ternyata bisa menikmati perawan-perawan berjilbab itu.
Perkataan Isak itu diiyakan dan disambut tawa oleh yang lain. Pak Imin hanya tersenyum kecut.

Mereka terus ngobrol dan tertawa bercanda dengan suara keras sehingga membangunkan Mila dan Bu Tini di kamar. Kebetulan karena malam itu sangat panas, mungkin juga karena ada aura neraka yang malam itu beredar di rumah itu, membuat Bu Tini dan Mila kehausan. Hampir bersamaan mereka keluar dari kamar masing-masing untuk minum di dapur. Sialnya untuk ke dapur harus melewati ruang tengah sehingga kesepuluh kawanan mesum itu serasa kembali di pancing kejantanannya.

Bu Tini dan Mila buru-buru ke dapur menghindari tatapan mata teman-teman Pak Imin yang kurang mengenakkan. Manuel yang dari awal sudah kesengsem melihat kemontokan Bu Tini mulai bangkin nafsu jahatnya. Dia melirik ke Frans yang juga bernafsu terhadap Mila.

Manuel : Hai Min, kita kan teman akrab. Berhubung kau sudah serahkan anak kosmu itu pada kami, bagaimana kalau kau biarkan aku mencicipi istrimu yang montok itu Min?
Mendengar itu Pak Imin langsung bangkit dari duduknya ingin menampar Manuel, tapi Isak dan Noor menahan Pak Imin.
Pak Imin : Bangsat kamu, awas kamu berani-berani sama istriku...
Manuel : Sak, sudah tanggung nih. Kontolku pun ngaceng lagi lihat bokongnya istri si Imin, bagaimana menurutmu Sak? –Manuel minta persetujuan Isak.
Noor : Iya Sak, udah kepalang tanggung, kita tambah lagi lah istri dan anak Imin itu. Mumpung kita di sini. Gimana yang lain, setuju kah?
Yang lain menganggukkan kepala tanda mereka juga ingin merasakan bagaimana nikmatnya istri si Imin sehingga dia tidak pernah lagi ke lokalisasi. Awalnya Isak tidak ingin sejauh itu, tapi atas desakan teman-temannya, akhirnya ia setuju juga.

Lambert kemudian mengeluarkan lakban dan membekap mulut Pak Imin, sementara kedua tangannya diikat ke kursi. Mereka lalu menunggu Bu Tini dan Mila lewat ruang tengah itu. Tak lama keduanya, datang. Keduanya langsung terkejut melihat Pak Imin sudah dibekap dan diikat di kursi dengan sebuah pisau buah terhunus di lehernya yang dipegang oleh Isak.

Isak : Bu Tini, Mila, ke sini kalian –Isak menghardik.
Bu Tini : Bapak... Apa-apaan ini? Kalian apakan suamikua?
Manuel : Maaf merepotkan Bu. Tapi begini, kami ini dulu sama-sama sering ke pelacuran. Tapi sejak Pak Imin menikah dengan kau, kenapa Pak Imin jadi tidak pernah ikut lagi. Jadi Bu, sekarang kami ini, istilah ingin mencicipi kenikmatan Ibu...
Bu Tini menggelengkan kepala tanda tidak percaya.
Bu Tini : Ndak, ndak mungkin. Suami saya ndak pernah itu ke pelacuran. Dia bersih kok. Kurang ajar kalian. Sudah bertamu, malah nuduh macam-macam.
Isak : Kau berdua jangan coba-coba melawan, atau kusayat si Imin ini.

Melihat suaminya terancam sebilah pisau, Bu Tini jadi bingung. Dia ingin teriak keluar, tapi takut suaminya menjadi korban.
Bu Tini : Tolong Pak lepaskan suami saya. Dia sudah baik sekali sama kalian. Salah apa dia?
Frans : Salah dia ya karena dia punya istri semontok kau dan anak perempuan secantik Mila ini.
Isak : Bu, kami tidak akan menyakiti siapa pun asal Ibu dan Mila mau mematuhi perintah kami. Mengerti Bu?
Bu Tini : Ndak, aku ndak sudi nurut perintah kalian. Pergi kalian. –Bu Tini mulai mengusir.

Karena Bu Tini tidak menurut, maka Isak merasa perlu melakukan sesuatu. Di iriskannya lah sedikit pisau itu ke pipi Pak Imin sehingga mengeluarkan darah. Melihat hal itu nyali Bu Tini jadi ciut.

Isak : Kau dengar ya, aku ga akan ragu menyayat suamimu kalau kau tak nurut. Mengerti kau?
Bu Tini : I...iya Pak. Ma..af...
Bu Tini dan Mila mulai panik melihat darah mengucur di pipi Pak Imin.

Manuel : Nah sekarang kalian nurut kan. Baik, ke sini kau Ani. –Bu Tini mendekat perlahan bergandengan dengan Mila. Sementara Manuel mulai menurunkan celananya.
Manuel : Hisap kontolku Ani, seperti kau hisap kontol si Imin. Cepat!!
Bu Tini disuruh berlutut dan sempat tertegun mendapati penis lelaki lain di depannya. Selama ini penis yang pernah ia lihat dan hisap hanya penis suaminya. Kini penis Manuel yang lebih hitam dan lebih besar daripada punya suaminya menunggu untuk ia hisap. Ia sempat bimbang, namun setelah melihat darah mengucur di pipi suaminya, ia langsung melahap penis Manuel.

Manuel merasakan kenikmatan yang unik melihat penisnya dikulum oleh istri temannya sendiri, seorang wanita yang berkerudung. Tak seperti para mahasiswi tadi, Bu Tini tentu lebih berpengalaman dalam memberikan oral seks. Manuel bisa merasakan jilatan lidah Bu Tini di kepala penisnya dan lubang kencingnya.
Manuel : Ini baru hisapan top, gak kaya amatiran tadi, udah ga enak, kena gigi terus. Untung tak lecet kontolku.
Semua tertawa mendengar pujian Manuel. Frans yang dari tadi sudah tak sabar ingin menikmati tubuh Mila memanggil Mila ke dekatnya. Mila mendekati Frans perlahan sambil ketakutan.
Frans : Hei Mila, kau lihat apa yang ibumu lakukan itu pada Om Manuel, sekarang kau juga lakukan padaku. Ini, hisap! –sambil menyodorkan penisnya yang juga sudah mengacung. Mila juga belum pernah melakukan blow job, dan ini juga pertama kalinya dia menghadapi sebuah penis lelaki orang dewasa yang sedang tegak. Digenggamnya batang penis Frans sambil gemetaran, kemudian lidahnya mulai menjilati kepala penisnya, mencontoh jilatan ibunya pada penis Manuel.

Dan kawanan mesum itu mulai berbaris. Ando, Rico dan Lambert di sisi Manuel menunggu giliran penisnya diservis oleh Bu Tini, sementara Muhid, Noor, Didin dan Wahyu menunggu giliran diservis Mila.

Apa yang terjadi sungguh memilukan Pak Imin, melihat dua orang wanita kesayangannya harus mengoral penis teman-temannya yang keterlaluan. Tangan-tangan mereka mengelusi kepala Bu Tini dan Mila yang masih terbungkus kerudung, kadang ditarik kadang ditekan untuk memberikan efek kenikmatan sendiri pada penis mereka.

Merasa cukup melihat Bu Tini mengoral penis temannya. Manuel memanggil Bu Tini ke arah sofa tempat ia duduk dengan santainya di ruang tengah itu.
Manuel : Hei Tini, kemari kau. Sekarang kau buka bajumu itu semua, kecuali kerudungmu ya.
Bu Tini sebenarnya sudah mulai terangsang karena matanya baru menikmati empat penis mengacung yang semuanya lebih gagah daripada punya suaminya. Ditambah keadaan suaminya yang masih terancam pisau, dia tidak pikir panjang untuk mulai melepas dasternya hingga jatuh.

Ternyata Bu Tini hanya memakai celana dalam dan tidak memakai BH karena dia memang jarang tidur memakai BH. Kerudung pendek yang ia gunakan tak mampu menutupi payudaranya yang lonjong tanda mulai turun.
Rico : Wah pantas saja Imin betah tidur sama si Tini ini, ga pernah pake BH. Kapan saja mau susu, dia tinggal nyeruput hahaha... –temannya yang lain ikut tertawa.

Manuel memainkan HPnya sebentar sehingga tak lama terdengarlah sebuah lagu dangdut darinya.
Manuel : Tini, coba kau hibur kami. Kau berjogetlah ikuti lagu ini. Coba kau liukkan pantat dan pinggulmu ya.
Bu Tini tak punya pilihan lain kecuali mengikuti perintah Manuel. Sebenarnya dia tak pandai menari, maka dia sebisanya saja mengikuti alunan lagu itu.
Ando : Coba kau buka celana dalammu itu sambil meliukkan pinggulmu.
Bu Tini pun mengikuti perintah Ando. Dia menurunkan celana dalam pinknya pelan-pelan melewati bokongnya, sampai pahanya, terus turun ke lututnya hingga keluar gelang kakinya.

Semua lelaki mesum itu mulai menikmati goyangan Bu Tini yang ternyata lumayan seksi. Pantatnya yang memang bahenol terlihat sangat indah bergoyang ketika diliukkan berputar, mirip goyang inul namun dengan gerakan yang lebih pelan. Rico langsung mendekati Bu Tini dan ikut bergoyang di belakangnya sambil tangannya meremas-remas bokong Bu Tini dan penisnya terkadang di sentuhkan ke belahan pantatnya.Yang lain menonton sambil terus meremasi penisnya masing-masing.

Pak Imin pun sebenarnya cukup menikmati pemandangan ini. Dia tak pernah menyangka bahwa istrinya bisa menari seerotis itu. Namun kehadiran Rico di belakang Bu Tini sambil menjamah bokong istrinya turut membuat emosinya tetap terbakar.

Ketika lagu habis, Bu Tini pun dipanggil mendekat ke Manuel di sofa. Manuel meludahi kepala penisnya hingga mengkilap, kemudian menyuruh Bu Tini mengangkang dan mengoleskan ludahnya di vagina Bu Tini. Bu Tini sempat menjerit tertahan karena bagian sensitifnya tergesek tangan Manuel.

Lalu Manuel berbaring terlentang di sofa dan menyusuh Bu Tini naik ke atasnya. Bu Tini sempat ragu. Namun setelah melirik sebentar ke arah Pak Imin, melihat suaminya masih terancam pisau oleh Isak, dia lalu naik ke atas tubuh Manuel. Bu Tini mengerti keinginan Manuel. Dia menggenggam penis Manuel, kemudian mengarahkan kepalanya ke lubang vaginanya. Maka tak lama, penis Manuel pun sudah hilang ditelan vagina Bu Tini.

Bu Tini bergerak naik turun, kadang berputar, seperti halnya dia melayani Pak Imin. Matanya terpejam tak ingin melihat wajah Manuel yang menjijikkan, sementara tangan Manuel terus meremas payudara Bu Tini. Tak lama kemudian Rico bergabung, mendorong tubuh Bu Tini hingga tengkurap dan payudaranya tepat di mulut Manuel. Sementara Rico mulai meludahi anus Bu Tini hingga licin. Merasa sudah dicukup, maka didorongnyalah penisnya ke anus Bu Tini. Awalnya Bu Tini merasa kesakitan karena ini pertama kalinya anusnya disodomi. Namun karena kenikmatan tersendiri di vaginanya yang tersesaki penis Manuel yang lebih besar dari pada penis suaminya, ditambah puting payudaranya disedoti Manuel, sakitnya tak terlalu terasa.

Ando tidak tinggal diam. Dia mendekatkan penisnya di mulut Bu Tini. Melihat hal itu, Bu Tini mengerti dan mulai mengoral penis Ando. Jadilah semua lubang yang ada di tubuh Bu Tini memberikan kenikmatan untuk teman suaminya, kecuali lubang telinga dan hidung tentunya. Pak Imin yang menyaksikan dari jauh pun mulai terangsang melihat istrinya tampak menikmati ketiga penis teman-temannya.

Sodokan penis Manuel pada Bu Tini benar-benar menusuk hingga ke hati Bu Tini sehingga dia mulai tak bisa menahan diri. Dirinya mengerang-erang kenikmatan melalui persetubuhan haram ini. Pinggulnya mulai bergerak tak karuan, vaginanya mulai berkontraksi hingga tak tertahan lagi, dia mencapai puncaknya.

Ketika orgasme, gerakan Bu Tini makin liar. Ini membuat penis Manuel dan Rico terasa makin tersedot dan terputar sehingga mereka berdua pun tak kuat menahan kenikmatan itu, masing-masing memuncratkan maninya yang tinggal sedikit ke lubangnya masing-masing. Ando yang melihat gerakan erotis Bu Tini pun langsung mengocok penisnya kuat-kuat hingga maninya menyembur ke wajah Bu Tini. Tubuh Bu Tini lunglai kelelahan, namun para lelaki langsung melepaskannya hingga Bu Tini tertelungkup di sofa. Giliran Wahyu, Didin dan Lambert yang mengerjai Bu Tini, dengan posisi yang sama, namun kini Bu Tini terlentang, tidak lagi tengkurap. Wahyu di bawah memasukkan penisnya ke anus Bu Tini, Didin di atas juga memasukkan penisnya ke vagina Bu Tini dan Lambert mengocokkan penisnya ke mulut Bu Tini. Bu Tini hanya bisa pasrah tubuhnya dihentak-hentakkan dari bawah dan atas dengan penis-penis teman suaminya yang mengisi lubang-lubang dirinya.

Pak Imin tak bisa berbuat apa-apa melihat istrinya mencapai orgasme oleh sodokan penis teman-temannya. Sejujurnya pemandangan istrinya yang bugil dan sering kelojotan sambil mengerang membuat birahinya juga bangkit, namun perasaan terhina pun menumpuk di dadanya melihat kawan-kawannya menjadikan istrinya lebih hina daripada seorang pelacur.

Sementara Mila telah dibopong Frans ke kamarnya. Seluruh pakaian Mila dilucuti tak terkecuali kerudungnya. Dihempaskannya tubuh Mila ke ranjangnya, kemudian Frans langsung menindih tubuh gadis itu. Badannya yang langsing lemah gemulai dan putih mulus sangat kontras dengan badan Frans yang hitam dan gemuk. Frans sempat menjilat vaginanya supaya licin sehingga ia lebih mudah memerawaninya. Mila berteriak kesakitan ketika penis Frans mulai menembus keperawanannya, tapi mulutnya dibekap oleh tangan Noor, sementara Muhid menyaksikan sambil menunggu giliran.

Begitu Frans selesai, Muhid langsung mengambil posisi terlentang di ranjang itu, kemudian dibantu Noor, Mila diposisikan di atas tubuhnya sehingga vagina Mila pas menelan penis Muhid. Mila tak perlu susah-susah menggerakkan tubuhnya karena Muhid tampak bernafsu menyodok-nyodok vagina Mila dari bawah sementara tangannya menggerayangi buah dadanya yang masih dalam pertumbuhan. Noor tak tunggu lama langsung mengambil posisi di belakang Mila,dan berusaha menganalnya. Akhirnya lubang siswi SMA itu terisi depan belakang. Mila hanya bisa pasrah. 

Waktu menunjukkan pukul setengah satu ketika kawanan mesum itu telah kembali berpakaian lengkap. Bu Tini tampak sangat kelelahan tertelungkup di sofa, masih tanpa busana, sementara Mila di kamarnya menangis sesenggukan menahan perih di vagina, anus dan terutama perih di hatinya. Dia sama sekali tidak menyangkan keperawanannya akan terenggut dengan cara seperti ini.

Isak : Oke Min, sekali lagi makasih untuk malam ini.
Manuel : Iya Min, jangan dendam ya. Kalau kau ingin mencicipi istriku, kau datang saja ke rumahku. Nanti bisa kuatur ya...
Ikatan dan sumpalan mulut Pak Imin sengaja tidak dilepas supaya tidak melawan, dan biarkan saja istri atau anaknya nanti yang membukakan.
Noor : Kapan-kapan kami mampir lagi ya ke sini. Jangan kapok ya... hahaha...
Semua tampak tertawa puas, dan mereka mulai meninggalkan rumah itu. Mereka memasuki memasuki dua buah mobil X**** yang mereka sewa dari kota J. Isak menyetir mobil pertama, sementara Lambert mobil kedua. Mereka melihat sekali lagi ke rumah kosan itu, rumah yang telah memberikan mereka kepuasan seksual yang belum pernah mereka dapatkan sebelumnya, kepuasan semu, kepuasaan sesaat, bahkan mungkin, kepuasan terakhir mereka di dunia ini.

*Breaking News – Keesokan harinya*

Dua buah kecelakaan terpisah terjadi di jalan tol C dini hari tadi. Kecelakaan pertama terjadi di km xx dan kecelakaan kedua terjadi di km xx. Uniknya kedua kecelakaan melibatkan minibus X**** dengan ciri yang sama, yaitu ban depan sebelah kanan lepas dan rem blong sehingga kedua minibus tidak dapat dikendalikan karena dalam kecepatan tinggi dan menabrak pembatas jalan, kemudian terguling beberapa kali sebelum akhirnya terlempar ke luar jalan tol. Semua korban berjumlah sepuluh orang tewas. Korban tewas merupakan peserta rapat koordinasi sebuah departemen di Jakarta. Belum diketahui apakah kecelakaan ini karena kelalaian atau sabotase...

- Tamat  -

No comments:

Post a Comment