Monday, 9 June 2014
Diperkosa di Perumahan Kosong
Sabtu pagi itu Hajar pulang masih agak gelap habis dari pasar membeli sayur yang akan dia masak, barang bealnjaanya dia taruh di depan sepeda ‘ontel’ nya. Hajar adalah ibu rumah tangga berumur sekitar 30 tahunan, meski sudah memiliki 2 anak, yang satu 5 th (TK) yg kecil 1,5 th, masih netek, namun balutan jilbab lebar dan jubahpanjangnya tidak dapat menutupi bentuk tubuhnya yang masih tampak kencang, Payudaranya yang ukuran 34B nampak menyembuk dari balik jilbab lebarnya. Sementara kilitnya yang putih halus dapat dilihat dari tanganya yang tidak tertutup jubah, serta wajah ayu dan suara merdu khas jogja membuat siapa saja yang melihatnya pasti terpesona.
Sebenarnya setiap ke pasar adalah salah satu kegiatan harian Hajar namun hari ini Suaminya mendapat tugas ke luar kota selama satu minggu dan dia harus mengejar pesawat, sehingga pagi-pagi sekali Hajar ke pasar dengan harapan bias memasakan sesuatu untuk suaminya seblum dia berangkat. Sementara itu jmat kemarin mertuanya menjemput kedua anaknya karena kangen dan mengajaknya berakhir pekan di rumah mertuanya. Perjalanan antara rumah dan pasar biasanya memakan waktu sekitar 3 jam pulang pergi.
Sudah 10 menit Hajar mengayuh sepedanya dia melewati sebuah kawasan yang cukup sepi karena di kawasan itu dulu rencananya akan dibangun perumahan namun baru setengah jalan rupanya penggembang tersebut bangkrut sehingga proyek perumahan itu terbengkalai, padahal sudah banyak rumah-rumah yang dibangun setidaknya sudah ada 15 rumah yang sudah jadi dan 20 an rumah yang setengah jadi. Tiba-tiba di sebiah belokan yang sepi dua cowok naik sepeda motor mepet dia, kontan saja, karena terejut Haar tidak bias mengendalikan laju sepedanya sehingga ia terjatuh. Seketika itu juga dua orang langsung turun dari Sepeda motor dan tanpa basa-basi langsung menyeret Hajar masuk ke dalam sebuah rumah yang setengah jadi, tampak rumah itu belum memiliki pintu maupun jendela dan temboknya masih belum di cat.
Sampai akhirnya sebuah tikungan dua cowok naik sepeda motor mepet dia di tempat sepi, tentu saja itu membuat hajar terkejut dan terjatuh, dua cowok tersebut kemudian turun
“Keluarin uangnya!” perintah si Gondrong, sementara si Kumis mengawasi sekitar. Tangan Hajar gemetar berusaha membuka dompetnya, saking takutnya dompet itu sampai terjatuh beberapa kali. Setelah beberapa saat, Hajar berhasil membuka dompet dan memerikan semua uang yang ada di dalamnya, sebanyak 100 ribu kepada si Gondrong, Setelah si Gondrong merampas uang itu, Hajar langsung mundur ke belakang, ia sangat ketakutan kakinya lemas, hampir jatuh.
“Masa cuma segini?!” bentak si Gondrong.
“Periksa Bajunya! Sekarang!” Perintah si Kumis, Mereka berdua kemudian menggiring Hajar masuk ke sebuah rumah setengah jadi, di perumahan tersebut, mendorongnya hingga terpojok di sudut ruangan. Hajar mulai menangis, ia tidak tahu apa yang akan terjadi. Si kumis kemudian memeriksa saku jubah Hajar lalu mengambil sisa uang di dalamnya.
” Iket dia, biar dia nggak bisa manggil polisi!” kata Si Gondrong.
Hajar di dudukkan di sebuah kursi (yang bentuknya seadanya, biasanaya tukang bangunan membuat semacam kursi dari kayu-kayu bekas untuk istirahat meraka) dengan tangan diikat ke belakang. Kemudian kedua kaki Hajar juga diikat ke kaki kursi yang ia duduki. si Kumis kemudian mengambil saputangan dari sakunya dan menyumpalkannya ke mulut Hajar.
“Beres! Ayo cabut!”
“Tunggu! Tunggu dulu ndrong! Liat dia, dia boleh juga ya?!”.
“Cepetan! Ntar ada yang tau! Kita cuma dapet 100 ribu, cepetan!”.
“Gue pengen liat bentar aja!”.
Mata Hajar terbelalak ketika si Gondrong mendekat dan menyibakan jilbabnya lalu kedua tangannya memegang deretan kanndrong yang membelah jubahn merah muda yang ia kenakan. Dengan kedua tanganya yang kuat si Gondrong merobek Jubahnya membuat BH-nya terlihat. Payudara Hajar yang berukuran 34B, bergoyang-goyang karena Hajar meronta-ronta dalam ikatannya. Kulitnya putih mulus sampai2 urat-urat kebiruan keliatan di payudaranya yg 34 B.
“Wow, oke banget!” si Gondrong berseru kagum.
“Oke, sekarang kita pergi!” ajak si Kumis, tidak begitu tertarik pada Hajar karena sibuk mengawasi keadaan di luar.
Tapi si Gondrong tidak peduli, ia sekarang meraba-raba puting susu Hajar lewat BH-nya, setelah itu ia memasukkan jarinya ke belahan payudara Hajar. Dan tiba-tiba, dengan satu tarikan BH Hajar ditariknya, tubuh Hajar ikut tertarik ke depan, tapi akhirnya tali BH Hajar terputus dan sekarang payudara Hajar bergoyang bebas tanpa ditutupi selembar benangpun.
“Jangan!” teriak Hajar. Tapi yang tedengar cuma suara gumaman. Terasa oleh Hajar mulut si Gondrong menghisapi puting susunya pertama yang kiri lalu sekarang pindah ke kanan. Kemudian Hajar menjerit ketika si Gondrong mengigit puting susunya.
“Diem! Jangan berisik!” si Gondrong menampar Hajar, hingga berkunang-kunang. Hajar hanya bisa menangis.
“Gue bilang diem!”, sembari berkata itu si Gondrong menampar buah dada Hajar, sampai sebuah cap tangan berwarna merah terbentuk di payudara kiri Hajar. Kemudian si Gondrong bergeser dan menampar ulang sebelah kanan. Hajar terus menjerit-jerit dengan mulut disumpal dengan sapu tangan, sementara si Gondrong terus memukuli buah dada Hajar sampai akhirnya bulatan buah dada Hajar berwarna merah.
“Ayo, cepetan ndrong!”, si Kumis menarik tangan si Gondrong.
“Kita musti cepet minggat dari sini!” Hajar bersyukur ketika melihat si Gondrong diseret keluar ruangan oleh si Kumis. Payudaranya terasa sangat sakit, tapi Hajar bersyukur ia masih hidup. Melihat sekelilingnya, Hajar berusaha menemukan sesuatu untuk membebaskan dirinya.
.
“Hey, Roy! Semalem seru ya?”.
“Iya Pesta semalamena asyik, apa lagi penarinya, woooow.!”.
“Dan jangan lupa, besok malem kita diundang pesta lagi di rumahnya di erwin”.
“Si Erwin, si anak tajir dari Jakarta itu?”
“Siapa lagi…….”
Tubuh Hajar menegang, mendengar suara beberapa anak-anak di luar rumah. Dari suaranya ia mengetahui bahwa itu adalah anak-anak berandal dari kampung sebelah di lingkungan itu. Mereka biasanya baru pulang dari perta miras pada pagi hari, Hajar beberapa kali melihat mereka ketika ia mau pergi ke pasar. Mereka baru berusia sekitar 12 sampai 15 tahun.
Hajar mengeluarkan suara minta tolong.
“sstt! Lo denger nggak?!”.
“Apaa…?”.
“Ada yang minta tolong!”.
Tiba-tiba salah seorang dari mereka menjengukkan kepalanya ke dalam sumber suara dar. Ia terperangah melihat Hajar, terikat di kursi, dengan Jubah Panjang robek dan jilban lebarnya tersampir di pundaknya membuat buah dadanya mengacung ke arahnya.
“Buset!” berandal itu tampak terkejut sekali, tapi sesaat kemudian ia menyeringai.
“Hei, liat nih! Ada kejutan!”
Hajar berusaha menjelaskan pada mereka, menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia berusaha menjelaskan bahwa dirinya baru saja dirampok. Ia berusaha minta tolong agar mereka memanggil polisi. Ia berusaha memohon agar mereka melepaskan dirinya dan menutupi dadanya. Tapi yang keluar hanya suara gumanan karena mulutnya masih tersumpal sapu tangan. Satu demi satu berandalan itu masuk ke dalam rumah. Satu, kemudian dua, lalu tiga. Empat. Lima! Lima wajah-wajah dengan senyum menyeringai sekarang mengamati tubuh Hajar, yang terus meronta-ronta berusaha menutupi tubuhnya dari pandangan mereka. Berandalan, yang berumur sekitar 15 tahun itu terkagum-kagum dengan penemuan mereka.
“Gila! Cewek nih!”.
“Dia telanjang!”.
“Tu liat susunya! susu!”.
“Mana, mana gue pengen liat!”.
“Gue pengen pegang!”.
“Pasti alus tuh!”.
“Bawahnya kayak apa ya?!”.
“Pake Jilbab Lebar lagi bokin gue hoey aja…”
“kapan lagi liat cewek alim telanjang…”
Mereka semua berkomentar bersamaan, kegirangan menemukan Hajar yang sudah terikat erat. Kelima berandal itu maju dan merubung Hajar, tangan-tangan meraih tubuh Hajar. Hajar tidak tahu lagi, milik siapa tanga-tangan tersebut, semuanya berebutan mengelus pinggangnya, meremas buah dadanya, menjambak rambutnya, seseorang menjepit dan menarik-narik puting susunya. Kemudian, salah satu dari mereka menjilati pipinya dan memasukan ujung lidahnya ke lubang telinga Hajar.
“Ayo, kita lepasin dia dari kursi!” Mereka melepaskan ikatan pada kaki Hajar, tapi dengan tangan masih terikat di belakang, sambil terus meraba dan meremas tubuh Hajar. Melihat ruangan kantor itu terlalu kecil mereka menyeret Hajar keluar menuju bagian lain rumah itu yang lebih bersih. Hajar meronta-ronta ketika merasa ada yang berusaha melepaskan Jubah lebarnyaLebarnya. Mereka menarik-narik jeans Hajar sampai akhirnya turun sampai ke lutut. Hajar terus meronta-ronta, dan akhirnya mereka berenam jatuh tersungkur ke lantai. Sebelum Hajar sempat membalikkan badannya, tiba-tiba terdengar suara lecutan, dan sesaat kemudian Hajar merasakan sakit yang amat sangat di pantatnya. Hajar melihat salah seorang berandal tadi memegang sebuah ikat pinggang kulit dan bersiap-siap mengayunkannya lagi ke pantatnya!
“Bangun! Bangun!” ia berteriak, kemudian mengayunkan lagi ikat pinggangnya. Sebuah garis merah timbul di pantat Hajar. Hajar berusaha berguling melindungi pantatnya yang terasa sakit sekali. Tapi berandal tadi tidak peduli, ia kembali mengayunkan ikat pinggang tadi yang sekarang menghajar perut Hajar.
“Bangun! naik ke sini!” berandal tadi menyapu barang-barang yang ada di atas papan (tukang bangunan biasanya menggunakan papan itu ketika membuat dinding bangunan). Hajar berusaha bangun tapi tidak berhasil. Lagi, sebuah pukulan menghajar buah dadanya. Hajar berguling dan berusaha berdiri dan berhasil berlutut dan berdiri. Berandal tadi memberikan ikat pinggang tadi kepada temannya. “Kalo dia gerak, pukul aja!”
Langsung saja Hajar mendapat pukulan di pantatnya. Berandal-berandal yang lain tertawa dan bersorak. Mereka lalu mendorong dan menarik tubuhnya, membuat ia bergerak-gerak sehingga mereka punya alasan lagi buat memukulnya. Berandal yang pertama tadi kembali dengan membawa tali-tali bekas yang banyak berserakan di sekitar bangunan. Ia mendorong Hajar hingga berbaring telentang di atas meja. Pertama ia melepaskan tangan Hajar kemudian langsung mengikatnya dengan tali di sudut-sudut meja, tangan Hajar sekarang terikat erat dengan tali sampai ke kaki meja. Selanjutnya ia melepaskan sepatu, jeans dan celana dalam Hajar dan mengikatkan kaki-kaki Hajar ke kaki-kaki meja lainnya. Sekarang Hajar berbaring telentang, telanjang bulat, dengan tangan dan kaki terbuka lebar menyerupai huruf X. Vagina Hajar yang berwarna merah muda terpampang di depan para berandal jembut bersih dan ini ada tahi lalat di sebelah kiri bibir vaginanya melagkapi keindahan vagina Hajar.
“Waktu Pesta!” berandal tadi lalu menurunkan celana dan celana dalamnya. Mata Hajar terbelalak melihat penisnya menggantung, setengah keras sepanjang 20 senti. Berandal tadi memegang pinggul Hajar dan menariknya hingga mendekati pinggir meja. Kemudian ia menggosok-gosok penisnya hingga berdiri mengacung tegang.
“Waktunya masuk!” ia bersorak sementara teman-teman lainnya bersorak dan tertawa. Dengan satu dorongan keras, penisnya masuk ke vagina Hajar. Hajar melolong kesakitan. Air mata meleleh turun, sementara berandal tadi mulai bergerak keluar masuk. Temannya naik ke atas meja, menduduki dada Hajar, membuat Hajar sulit bernafas. Kemudian ia melepaskan celananya, mengeluarkan penisnya dari celana dalamnya. Tali di mulut Hajar ditariknya hingga lepas. Hajar berusaha berteriak, tapi mulutnya langsung dimasuki oleh penis berandal yang ada di atasnya. Langsung saja, penis tadi mengeras dan membesar bersamaan dengan keluar masuknya penis tadi di mulut Hajar. Pandangan Hajar berkunang-kunang dan merasa akan pingsan, ketika tiba-tiba mulutnya dipenuhi cairan kental, yang terasa asin dan pahit. Semprotan demi semprotan masuk, tanpa bisa dimuntahkan oleh Hajar. Hajar terus menelan cairan tadi agar bisa terus mengambil nafas.
Berandal yang duduk di atas dada Hajar turun ketika kemudian, berandal yang sedang meperkosanya di pinggir meja bergerak makin cepat. Ia memukuli perut Hajar, membuat Hajar mengejang dan vaginanya berkontraksi menjepit penisnya. Ia kemudian memegang buah dada Hajar sambil terus bergerak makin cepat, ia mengerang-erang mendekati klimaks. Tangannya meremas dan menarik buah dada Hajar ketika tubuhnya bergetar dan sperma pun menyemprot keluar, terus-menerus mengalir masuk di vagina Hajar. Sementara itu berandal yang lainnya berdiri di samping meja dan melakukan masturbasi, ketika pimpinan mereka mencapai puncaknya mereka juga mengalami ejakulasi bersamaan. Sperma mereka menyemprot keluar dan jatuh di muka, rambut dan dada Hajar.
Hajar tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya, ketika tahu-tahu ia kembali sendirian di Rumah tersebut, masih terikat erat di atas papan. Ia tersadar ketika menyadari hari sudah mulai terang dan dirinya terlihat jelas, jika ada orang lewat di depan rumah tersebut. Hajar meronta-ronta membuat buah dadanya bergoyang-goyang. Ia menangis dan meronta berusaha melepaskan diri dari tali yang mengikatnya. Setelah beberapa lama mencoba Hajar berhasil melepaskan tangan kanannya. Kemudian ia melepaskan tangan kirinya, kaki kanannya. Tinggal satu lagi.
“Wah, wah, wah!” terdengar suara laki-laki di pintu depan. Hajar terkejut dan berusaha menutupi dada dan vaginanya dengan kedua tangannya.
“Tolong saya!” ratap Hajar.
“Tolong saya Pak! saya dirampok, saya diikat dan diperkosa! Tolong saya Pak, panggilkan polisi!” sambil mata hajar mencari-cari jubah dan jilbabnya yang tidak tahu di buang kemana sama anak-anak berandal tadi.
Laki-laki yang ternyata bernama Roy tersebut hanya terdiam, matanya lekat menatap tubuh telanjang hajar.
Hajar kembali merasa ketakutan melihat Roy, seseorang yang belum pernah dilihat dan dikenalnya. Hajar kembali berusaha melepaskan ikatan di kaki kirinya. Roy tidak diam saja. Ia menyambar tangan Hajar dan menekuknya ke belakang dan kembali diikatnya dengan tali, dan tali itu terus dilitkan sampai mengikat ke bahu, hingga Hajar betul-betul terikat erat. Ikatan itu membuat Hajar kesakitan, ia menggeliat dan buah dadanya semakin membusung keluar.
“Lepaskan! Sakit! aduuhh! Kenapa saya diikat?”
“Gue tadinya mau liat-liat perumahan ini, katanya ada pengembang yang mau jual komplek perumahannya, cuma kayaknya gue dapat bonus…”.
Ia kemudian melepaskan ikatan kaki Hajar sehingga sekarang Hajar duduk di pinggir meja dengan tangan terikat di belakang. Kemudian diikatnya lagi dengan tali.
Roy kemudian mengambil rokok dari sakunya dan menyalakannya, asap seketika keluar dari mulutnya. “Jangaann!” Hajar berteriak ketika Roy membuka bibir vaginanya dan meniupkan setiap hembus asap krokok dalam vaginanya. Vagina Hajar sekarang tampak berasap, Hajar menangis kesakitan kerena panas yang dirasakannya.
“Keliatannya nikmat!” Roy tertawa.
“sebenter gue punya sesuatu di mobil, ntar gue ambil
Sambil tertawa Roy keluar rumah, untuk mengambil sesuatu di mobilnya.. Hajar berusaha melepaskan diri, tapi tak berhasil. Nafasnya tersengal-sengal, ia tidak kuat menahan semua ini. Tubuh Hajar bergerak lunglai jatuh.”
Hajar meronta ketakutan melihat Roy memegang dua buah jepitan buaya (biasaya dibuat untuk jemuran). Jepitan itu bergigi tajam dan jepitannya keras sekali. Roy mendekatkan satu jepitan ke puting susu kanan Hajar, menekannya hingga terbuka dan melepaskannya hingga menutup kembali menjepit puting susu Hajar. Hajar menjerit dan melolong kesakitan, gigi jepitan tadi menancap ke puting susunya. Kemudian Roy juga menjepit puting susu yang ada di sebelah kiri. Air mata Hajar bercucuran di pipi.
Roy kemudian mengangkat sebuah papan lebar yang ada di samping ruangan itu untuk menutup pintu rumah tersebut, sehingga berfungsi seperti pintu, Roy meletakannya dari luar sehingga papan itu hanya bias dibuka jika di tarik ke luar.
Kemudian Roy mengikatkan kawat halus di kedua jepitan tadi, mengulurnya dan kemudian mengikatnya ke sudut papan pintu masuk. Ketika papan pintu itu didorong Roy hingga membuka keluar, Hajar merasa jepitan tadi tertarik oleh kawat, dan membuat buah dadanya tertarik dan ia menjerit kesakitan.
“Kayaknya rumah ini butuh alarm, dan pintu, Nah, gue udah kasih pintu, jadi tinggal alamnya. Nanti gue pasang biar pintu itu cuma bisa dibuka kalo ditarik. Nanti kalo ada orang dateng, pas dia dorong pintu kan nggak bisa, pasti dia coba buat narik tuh pintu, nah, pas narik itu alarmnya akan bunyi!”
“Jangan! saya mohoon! mohon! jangan! jangan! ampun!”
Roy tidak peduli, ia keluar. Entah apa yang dipikirkan oleh Roy, dia seperti seornag psikopat, atau apalah. Hajar menangis ketakutan, puting susunya sudah hampir rata, dijepit. Ia meronta-ronta berusaha melepaskan ikatan. Tubuh Hajar berkeringat setelah berusaha melepaskan diri tanpa hasil. Lama kemudian terlihat sebuah bayangan di depan pintu, Hajar melihat ternyata bayangan itu milik gelandangan yang sering lewat dan meminta-minta. Gelandangan itu melihat tubuh Hajar, telanjang dengan buah dada mengacung.
Gelandang itu mendorong papan pintu, itu tidak terbuka. Kemudian ia menarik papan pintu, Hajar berusaha menjerit “Jangan! jangan! jangan buka! jangaann!”, tapi gelandangan tadi tetap menarik pintu, yang kemudian menarik kawat dan menarik jepitan yang ada di puting susunya. Gigi-gigi yang sudah menancap di daging puting susunya tertarik, merobek puting susunya. Hajar menjerit keras sekali sebelum jatuh di atas meja. Pingsan.
Hajar tersadar dan menjerit. Sekarang ia berdiri di depan meja kasir. Tangannya terikat ke atas rangka pintu salah satu kamar. Sedangkan kakinya juga terikat terbuka lebar pada balok-balok kayu. Ia merasa kesakitan. Puting susunya sekarang berwarna ungu, dan menjadi sangat sensitif. Memar-memar menghiasi seluruh tubuhnya, mulai pinggang, dada dan pinggulnya. Hajar merasakan sepasang tangan berusaha membuka belahan pantatnya dari belakang. Sesuatu yang dingin dan keras berusaha masuk ke liang anusnya. Hajar menoleh ke belakang, dan ia melihat gelandangan tadi berlutut di belakangnya sedang memegang sebuah botol bir.
“Jangan, ampun! Lepaskan saya pak! Saya sudah diperkosa dan dipukuli! Saya tidak tahan lagi.”
“Tapi Mbak, pantat Mbak kan belon.” gelandangan itu berkata tidak jelas.
“Jangan!” Hajar meronta, ketika penis gelandangan tadi mulai berusaha masuk ke anusnya. Setelah beberapa kali usaha, gelandangan tadi menyadari penisnya tidak bisa masuk ke dalam anus Hajar. Lalu ia berlutut lagi, mengambil sebuah botol bir dari rak dan mulai mendorong dan memutar-mutarnya masuk ke liang anus Hajar.
Hajar menjerit-jerit dan meronta-ronta ketika leher botol bir tadi mulai masuk dengan keadaan masih mempunyai tutup botol yang berpinggiran tajam. Liang anus Hajar tersayat-sayat ketika gelandangan tadi memutar-mutar botol dengan harapan liang anus Hajar bisa membesar.
Setelah beberapa saat, gelandangan tadi mencabut botol tadi. Tutup botol bir itu sudah dilapisi darah dari dalam anus Hajar, tapi ia tidak peduli. Gelandang itu kembali berusaha memasukan penisnya ke dalam anus Hajar yang sekarang sudah membesar karena dimasuki botol bir. Gelandang tadi mulai bergerak kesenangan, sudah lama sekali ia tidak meniduri perempuan, ia bergerak cepat dan keras sehingga Hajar merasa dirinya akan terlepar ke depan setiap gelandangan tadi bergerak maju. Hajar terus menangis melihat dirinya disodomi oleh gelandangan yang mungkin membawa penyakit kelamin, tapi gelandangan tadi terus bergerak makin makin cepat, tangannya meremas buah dada Hajar, membuat Hajar menjerit karena puting susunya yang terluka ikut diremas dan dipilih-pilin. Akhirnya dengan satu erangan, gelandang tadi orgasme, dan Hajar merakan cairan hangat mengalir dalam anusnya, sampai gelandangan tadi jatuh terduduk lemas di belakang Hajar.
“Makasih ya Mbak! Saya puas sekali! Makasih.” gelandangan tadi melepaskan ikatan Hajar. Kemudian ia mendorong Hajar duduk dan kembali mengikat tangan Hajar ke belakang, kemudian mengikat kaki Hajar erat-erat. Kemudian tubuh Hajar diseret ke sebuah kamar, di sana Hajar melihar Jubah dan Jilbab serta celana dalam dan BH nya berserakan.
Sambi terus mengumam terima kasih gelandangan tadi berjalan sempoyongan sambil membawa beberapa botol bir keluar dari toko. Hajar terus menangis, merintih merasakan sperma gelandangan tadi mengalir keluar dari anusnya. Lama kemudian Hajar jatuh pingsan kelelahan dan shock. Ia baru tersadar ketika matahari sudah meninggi, dengan sisa tenaganya ia berisaha melepaskan ikatan gelandangan mabuk yang tidak terlalu kencang itu. Setelah lepas ia memakai Jubah dan Jilbab Lebarnya. Meski jubah bagian depannya robek parah namun dapat tertutupi dengan jilbabnya yang lebar.
Sesampainya di rumah ia mendapati rumahnya telah kosong dan menemukan secarik kertas di meja bertuliskan
“dik, abang tadi nunggu.. tapi kelamaan,
Abang harus ngejar pesawat, taksi udah dating jadi abang
Berangkat dulu, maaf bukan nggak mau makan dulu,
Baik-baik jaga rumah ya, jangan lupa jemput anak anak minggu sore.
Salam, suamimu tercinta
Hajar terjatuh di sofa, lunglai Seharian dia nangis. Kulit tetek dan vaginanya sampai memerah… ia tidak ingat berapa Penis yangtelah masuk ke dalam vaginanya…..
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment