Monday, 9 June 2014
Petaka Selepas Demonstrasi Monas
Ratih, seorang akhwat muda berusia 23 tahun, dengan langkah gontai menembus kerumunan para pendemo yang masih terus mondar-mandir kesana kemari dengan ramai. Sejak tadi malam, kondisi badan Ratih memang sedang kurang fit, namun demi perjuangan menentang penyerangan Israel ke Palestina, ia pun memaksakan diri untuk mengikuti aksi siang ini. Berbeda dengan hari kemarin yang terus menerus dirundung hujan, Kota Jakarta hari ini benar-benar terbasuh dengan terik mentari yang begitu dahsyat. Akibat perubahan cuaca yang begitu ekstrim ini, dapat dipastikan kondisi tubuh Ratih kian bertambah parah. Untuk mengistirahatkan diri, ia pun terduduk sejenak di pinggiran trotoar di sekitar daerah Monas itu. Tas punggung yang hanya berisi barang seadanya itu, ia sampirkan di sampingnya.
Ratih Wulandari adalah seorang mahasiswi tingkat akhir Universitas Indonesia Jurusan Ilmu Komunikasi. Bila tak ada kendala berarti, beberapa bulan lagi ia akan mulai mengerjakan skripsinya yang berbicara tentang kemiskinan rakyat ibukota. Ia adalah anak tunggal dari 3 bersaudara. Ayah dan ibunya adalah seorang yang taat beragama, tak heran Ratih dan adik-adiknya sejak kecil telah diberi bekal yang cukup soal agama. Hari ini ia memakai setelan jubah berwarna abu-abu dan rok hitam yang memanjang hingga ke mata kakinya yang terbungkus kaus kaki berwarna krem yang agak transparan. Tak ketinggalan sebuah jilbab putih yang lebar melingkari lehernya yang mungil. Wajahnya bulat, kulitnya kuning langsat, bola matanya hitam tajam. Tampak begitu manis walaupun dengan mimik yang lesu seperti itu. Hidungnya yang sedikit mancung nampak begitu mempesona. Sesaat ia mengeluarkan lidahnya dan menjilati bibir bawahnya, ia tampak kehausan.
Tanpa ia sadari, seorang lelaki bertubuh gempal telah mengawasinya sejak awal aksi tadi. Lenggak-lenggok tubuh Ratih di balik balutan busana muslimahnya telah mampu membuat darah muda lelaki berusia 50 tahunan itu menggelegak. Usman namanya. Ia bukanlah seorang anggota PKS seperti Ratih dan kawan-kawan peserta demo lainnya. Ia hanya seorang pengangguran yang sering ikut-ikutan demo seperti itu hanya untuk mendapatkan segelas aqua dan sepaket nasi bungkus. Namun kali ini, kemolekan body akhwat Partai Keadilan Sejahtera yang memang aduhai ini, ditambah dengan wajahnya yang mempesona, membuat rasa haus dan lapar Usman hilang seketika. Berkali-kali ia meneguk liurnya sendiri memandang Ratih dari belakang.
Perlahan ia mendekati Ratih dan menyapanya, „Kenapa Neng, tampangnya pucat begitu? Mau diambilkan air?“
„Eemmm, tak usah Pak. Nanti biar saya cari minum sendiri“ jawab Ratih sekenanya.
“Nggak apa-apa Neng, sebentar ya” Secepat kilat Usman si pria tua itu telah kembali dari tempat pembagian air minum. Ia membawa dua botol Aqua sekaligus, satu untuk dirinya dan satSerasa tak ada waktu lagi, dengan buasnya Pak Usman melumat bibir suci nan menawan milik seorang mahasiswi Universitas Indonesia itu. Ratih Wulandari, sang akhwat rupawan, kini sedang berpacu dengan gairah dan birahinya sendiri. Campuran dari obat perangsang yang diminumkan saat berdemonstrasi tadi dan jamahan yang terus dilakukan Pak Usman membuat jantungnya berdenyut begitu cepat. Ia seperti lupa seluruh ilmu yang telah diterimanya waktu Liqo’ di Masjid UI semasa kuliah. Padahal dalam setiap kesempatan, Kak Nurul, murabbi Ratih, tak pernah lupa mengingatkan mad’u-nya untuk selalu menjaga aurat di hadapan lelaki yang bukan mahrom. Tapi kini Ratih tampak malah meminta auratnya sendiri untuk dijamah oleh lelaki bejat seperti Pak Usman yang sedari tadi telah menanggalkan pakaiannya.
Ratih Wulandari
Ratih meletakkan tangannya di punggung Pak Usman. Dielus-elusnya punggung lelaki tua yang telah mengundang birahi jalangnya untuk keluar itu. Pak Usman pun makin panas merasakan elusan sang akhwat idaman itu di bagian tubuhnya yang cukup sensitive. Namun ia tak mau kehilangan tempo, ia akan berusaha memancing gairah Ratih agar ia bertingkah lebih binal lagi. Ia ingin Ratih tak hanya menyerahkan keperawanannya namun juga bisa merasakan puncak kenikmatan dunia darinya, siapa tahu nanti Ratih menjadi ketagihan dan mau menjadi pemuas nafsu seksual dirinya yang sewaktu-waktu bisa meledak.
“Sebentar ya Neng,” Pak Usman dengan nekat memasukkan tangannya yang hitam legam ke balik jilbab panjang Ratih, sang muslimah. Ternyata di balik jilbabnya yang lebar itu, Ratih memakai terusan yang mempunyai kancing di bagian atas. Tangan Pak Usman pun langsung bergerilya di daerah itu. Payudara Ratih yang besar dan sensitive itu diremasnya dari balik baju terusannya. Ratih pun mendesah ringan sebelum merelakan kancing bajunya terlepas dan tubuhnya resmi dimasuki oleh tangan nakal Pak Usman.
“Pakk, ohhh, geli pak” begitulah erangan Ratih ketika Pak Usman mulai intens meremas-remas payudara akhwat muda yang begitu ranum itu. Segaris senyum menempel di bibir mesum Pak Usman ketika Ratih menekan kepalanya begitu kencang ke arah payudaranya sendiri. “Ufhhh, ampunn Pak …. !!”
Tanpa pikir panjang lagi, Pak Usman langsung memasukkan kepalanya ke balik jilbab putih Ratih. Disingkapnya pakaian terusan Ratih, kemudian dengan perlahan ia mengeluarkan payudara Ratih yang telah begitu membuncah dari bra krem yang masih menempel di tubuhnya. “Neng, toketnya ca’em banget … warnanya pink, lagi tegang gitu, ukurannya berapa sih?” Ledek Pak Usman sambil terus meremas-remas dan memainkan putting payudara Ratih.
Ucapan kotor Pak Usman semakin membangkitkan birahinya. Satu persatu pertahanan keimanannya telah runtuh. Mimik wajahnya yang biasanya penuh keanggunan kini perlahan berubah menjadi begitu erotis dan merangsang. “Iya pak, ukurannya 36 … ohhh, enak pak diremes gitu”
“Ohh, neng aktivis suka yah? Kenapa gak bilang tadi waktu di monas, kan bisa sekalian bapak entot di sana?” Jawab Pak Usman makin berani.
“Apa pak? Entot ?? ahh …” Ratih lemas begitu Pak Usman mengucapkan kata-kata kotor itu. Ia sadar kalau dirinya sudah di ambang birahi, dan Pak Usman pun sudah tidak tahan untuk melepaskan gairahnya. Ia pun memperbaiki posisi berbaringnya agar Pak Usman bisa lebih mudah menyetubuhi dirinya. Ia telah benar-benar kehilangan akal sehatnya.
Merasakan geliat tubuh indah yang ada dalam dekapannya, Pak Usman pun ikut bergeser hingga wajahnya tepat berada di atas payudara Ratih. “Liat deh Neng, toketnya dah penuh neh, Bapak kurangin sedikit yah susunya …” Ujar Pak Usman sambil menyibak sedikit jilbab lebar Ratih hingga ia bisa melihat payudaranya sendiri.
“Ahh Pak …” Ratih pun mendesah ketika bibir Pak Usman mulai menyentuh putting payudaranya. Seketika selembar lidah nan panas dan kasar menjulur keluar dan menggerayangi payudara Ratih yang begitu mulus, belum terjamah seorang pun. Ratih pun langsung menggeleng-gelengkan kepalanya menahan desakan birahi yang begitu menggebu. Erangannya sudah tak bisa dibendung, matanya memejam menunggu ledakan gairah dari dalam tubuh sucinya.
Pak Usman melakukannya dengan begitu perlahan-lahan. Ia ingin ini menjadi sesuatu yang tak akan ia lupakan seumur hidup. Kapan lagi kan, bisa menyetubuhi seorang akhwat cantik seperti Ratih ini. Dengan ganasnya Pak Usman mengulum putting payudara suci seorang Ratih Wulandari mulai dari yang sebelah kiri, kemudian berlanjut ke payudara sebelah kanan.
“Ahhh, Pak. Geli banget …”
“Neng suka kan, kalo suka Bapak kulum terus yah.” Pak Usman sudah tidak segan-segan lagi mengatakan kata-kata cabul di hadapan Ratih. Dan respon Ratih pun bukannya berusaha memberontak, tapi malah seakan membuka pintu lebar-lebar bagi Pak Usman untuk merobek keperawanannya di sebuah kamar kosan yang terkesan sedikit kumuh itu.
“Iya, Pak. Suka.” Mendengar kata-kata itu, Pak Usman pun menganggapnya sebagai sebuah izin untuk melakukan hal yang lebih jauh. Ia pun melepaskan kulumannya di payudara Ratih sang akhwat manis, dan kemudian diikuti lenguhan panjang Ratih yang menandakan kekecewaannya akan perlakuan Pak Usman itu. Dengan langkah cepat, Pak Usman langsung turun ke bagian bawah tubuh Ratih dan kemudian mengangkat perlahan rok panjang Ratih.
Ternyata Ratih masih memakai celana panjang lagi untuk dalaman. Benar-benar khas seorang aktivis, celana panjang itu berwarna biru muda dan terbuat dari bahan yang tipis. “Bapak buka ya neng, celana panjangnya.” Ratih yang telah dilanda birahi yang benar-benar menggelegak itu pun hanya mengangguk sambil menggigit bibir bawahnya.
Dengan sekali tarik, celana panjang itu pun terlepas dari tempatnya. Selain karena bahannya yang tipis dan kekuatan Pak Usman, Ratih pun ikut memberikan sedikit bantuan dengan mangangkat bokongnya untuk memudahkan Pak Usman. Ia seperti telah pasrah, bahkan malah benar-benar menginginkan untuk disetubuhi untuk pertama kalinya oleh Pak Usman.
Dalam sekejap, betis dan paha mulus Ratih pun terpampang dengan jelas di hadapan Pak Usman. Bagian bawah tubuh indah akhwat itu benar-benar putih terawatt. Mungkin karena tak pernah terkena sinar matahari langsung atau memang Ratih sengaja merawat bagian bawah tubuhnya tersebut. Mungkin ia melakukannya untuk suaminya kelak, tapi kini seorang pria tua sedang memandanginya tanpa sehelai pun pembatas.
“Neng, pahanya mulus banget sih, Bapak elus-elus yah?” Sebuab pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban. Pak Usman langsung menyingkap rok panjang itu sampai batas maksimal dan mulai menjamah bagian terlarang dari seorang akhwat muslimah seperti Ratih.
Namun Ratih sendiri pun tidak melakukan perlawanan dan malah menyodorkan paha dan betis indahnya untuk dinikmati si tua jalang itu. “Iya Pak. Ratih selalu perawatan di salon khusus akhwat. Ahhh, Pak, Udah yah, Ratih malu”
Sebuah penolakan yang tampaknya tak berarti mengingat Ratih tak berusaha sedikitpun untuk menutupi aurat sucinya yang sudah tersingkap lebar dan siap untuk dinikmati. Pak Usman langsung meraba-raba paha putih itu dan menjilat-jilat betis Ratih yang mulus. “Hmm, Neng Ratih bener-bener kayak bidadari yah. Orangnya alim, tubuhnya indah banget pula”
“Ahh, ahhh, Pak … “ Desahan Ratih pun akhirnya keluar begitu saja tanpa ma pu ia bendung.
“Ada apa Neng? Udah gak tahan yah …” Pak Usman pun tak mau berbasa-basi lagi, ia pun langsung mengangkangi bagian pinggul akhwat manis mahasiswa UI tersebut. Dengan bersemangat, ia pun menggesek-gesekkan kontolnya di memek Ratih, yang tampaknya sudah basah oleh lendir gairah itu.
“Akhhh, geli banget Pak,” Ratih pun merasakan sensasi yang benar-benar baru dan luar biasa. Dalam kesehariannya yang sangat jauh dari seks, ia sama sekali tak pernah melihat, apalagi menyentuh kemaluan lawan jenisnya. Namun kini, seorang pria tua tengah mengangkanginya, sambil menggesek-gesekkan kontolnya ke memek Ratih, membuaat Ratih benar-benar hilang akal. Ia pun hanya bisa pasrah ketika Pak Usman mengangkat baju terusannya, hingga payudaranya yang besar dan indah itu pun telah terpampang dan siap untuk dinikmati.
Pak Usman pun terkesiap dengan apa yang ada di hadapannya. Ratih Wulandari, seorang akhwat cantik dan jelita yang berstatus sebagai seorang mahasiswi Perguruan Tinggi Negeri terkenal, kini sedang mengerang dan mendesah dengan banal di hadapannya. Dilihatnya kemaluan sang akhwat yang tanpa bulu sehingga dapat terlihat dengan jelas olehnya di mana letak klitoris dan lubang kelamin suci sang wanita. Memek Ratih ternyata telah berdenyut-denyut kencang tanpa bisa dikontrol si empunya, tanda bahwa empunya sedang mengalami gejolak birahi yang luar biasa.
Ratih Wulandari
Tanpa memikirkan apa-apa lagi, Pak Usman langsung mendorong penisnya ke dalam memek suci Ratih Wulandari. Diperlakukan seperti itu, Ratih tambah bergairah dan sedikit berteriak, “Ahhhhh, Pakkkk ….” Tangannya menggenggam ujung seprei tempatnya berbaring sekarang, tempatnya dikerjain oleh seorang tua bangka seperti Pak Usman yang sedang mengangkangi keperawanannya.
“Neng, toketnya nganggur tuhh, Bapak remes-remes yahh …”
“Ohhh, ohhh, tolong Pak, jangan lanjutkan ini … kasihani saya” Tampaknya Ratih telah berangsur-angsur sadar dari efek obat perangsang yang telah diminumnya. Namun sayangnya itu semua telah terlambat, dan keperawanannya telah di ujung kulup penis Pak Usman.
“Tanggung, Neng, dikit lagi masuk neh. Sekali Neng akhwat ngerasain kontol Pak Usman, pasti minta nambah deh nanti,” Pak Usman cekikikan ketika merasakan selaput dara akhwat muslimah itu telah berada tepat di depan kontolnya. Dengan menambah kekuatan remasan pada peyudara Ratih, sehingga membuat Ratih sedikit menggelinjang, Pak Usman pun memusatkan konsentrasinya pada memek Ratih dan … “Akhhhhh, memek Neng Ratih memang mantap …. Akhhhhh”
“Akhhhhh, Pak Usman …” Merasakan selaput daranya telah jebol, Ratih pun belingsatan. Rangsangan yang diberikan Pak Usman kepadanya begitu hebat. Bukannya berontak, Ratih memilih untuk melanjutkan perzinahan ini sampai akhir, ia merasakan semuanya sudah terlanjur baginya.
Pak Usman merupakan lelaki yang berpengalaman dalam masalah seks. Ketika merasakan aliran darah merembes di sela-sela kontolnya dan dinding vagina Ratih, Pak Usman pun sedikit menarik kontolnya keluar dari sarang yang hangat itu. Ratih pun terkesiap dan berusaha memasukkan kembali burung nakal Pak Usman kembali ke dalam tubuh sucinya. Mimik wajah Ratih telah berubah menjadi begitu banal dan jalang. Namun jilbab indah yang melilit kepalanya nampak tetap membingkai paras manis dan cantik khas akhwat muslimah. Pak Usman benar-benar tak tahan akan mangsanya kali ini. Ia pun kehilangan control dan langsung menyambar bibir Ratih dengan bibirnya.
Sekitar 15 menit lamanya Pak Usman menyetubuhi Ratih dengan posisi konvensional. Dengan buas ia melumat bibir dan lidah Ratih. Ratih pun tak kalah liar membalas kuluman bibir pria tua itu. Sementara itu, kontol Pak Usman terus mengocok vagina Ratih tanpa henti. Ratih pun membantu sang pejantan dengan mengangkat pinggulnya yang gemulai itu menjemput kontol Pak Usman yang berukuran sedang. Dua insan berbeda jenis kelamin dan status social itu tampak menikmati persetubuhan terlarang itu. Ratih dengan tanpa malu mendesah-desah kenikmatan ditindih mesra oleh Pak Usman yang sudah keriput itu.
“Ahhh, Ahhh, Astaghfirullah, Pakkk, enakk Pak, enakk, Ohhh, Ohhh …”
“Enakk ya Neng, Ahhh, Ahhh, memek Neng Ratih legit banget, Akhh, Bapak mau keluar Neng …”
“Ahh, iya Pak Usman, kontolnya enakk Pak … Apanya yang mau keluar pak?”
“Spermaaa Neng, Pejuu Pak Usman …”
Tiba-tiba Ratih bagai tersambar petir. Ia sadar betul bila sperma Pak Usman sampai masuk ke dalam rahimnya, maka besar kemungkinan ia akan hamil dan mengandung anak Pak Usman. Ketika terpikir hal itu, Ratih pun berontak, ia menggeliat hendak menjauh dari tubuh Pak Usman.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment