BAB 8 - PERKOSAAN YANG DINIKMATI
Narasi oleh Laura
Aku sudah dihajar habis-habisan oleh Doni. Aku baru tahu ada lelaki yang sangat kuat di atas ranjang seperti dia. Suamiku sendiri tak ada apa-apanya. Dan jujur aku suka bercinta model ini, dia sangat mirip dengan ayahnya. Aku akhirnya tahu apa alasan ibunya sampai takluk kepada anaknya sendiri. Itu karena penisnya yang luar biasa, bahkan sampai sesak rasanya memekku. Hanya saja aku tak menyangka ia tega memakankan diriku kepada tiga orang temannya. Sebut saja Bejo, Parto dan Tanto.
Sebenarnya aku sudah pasrah diperkosa oleh Doni. Semenjak aku tahu dia ada di ruangan itu, aku sudah pasrah kalau ia akan memperkosaku. Dan benar ia melakukannya. Awalnya aku ada perasaan melawan. Tapi setelah itu entah kenapa aku seperti terhipnotis. Aku jadi menikmatinya. Menikmati setiap jengkal tubuhnya memperlakukanku. Aku tak tahu apakah aku suka disiksa seperti ini, ataukah karena hubunganku dengan suamiku selalu monoton? Sehingga aku bisa mendapatkan kepuasan dari laki-laki penyuka keluarganya sendiri ini???
Tapi sekarang aku tak bisa protes lagi. Ketika Doni pergi dan ketiga orang preman itu masuk. Aku sudah pasrah. Aku tak punya kekuatan untuk melawan. Bahkan ketika ketiganya telanjang bulat di hadapanku dengan kemaluan mereka yang besar dan berurat. Rasanya aku akan dihabisi hari ini oleh mereka bertiga.
Segera Bejo yang punya kepala penis lebih besar daripada kedua rekannya menyuruhku untuk mengulum penisnya. Ughh.. rasanya ndak muat dan aku mau muntah mencium bau pesing penisnya. Tapi kedua rekannya mengejutkanku ketika orang yang bernama Parto tiba-tiba sudah menghujamkan penisnya ke dalam memekku. Penisnya juga besar, hitam dan panjang. Seluruh urat-uratnya menggesek lubang memekku, membuatku tersentak. Dan si Tanto menghisap puting susuku dan memainkannya. Entah kenapa aku jadi menikmati perkosaan ini. Apakah aku sudah menjadi wanita yang binal??
Iya, aku sudah jadi wanita binal. Kepalaku entah bagaimana bisa maju mundur sendiri sambil menyedot penis Bejo.
"Dasar perek, enak banget sepongan elu!" kata Bejo.
"Iya bro, memeknya juga legit.. ouuuhhh..." kata Parto menimpali.
Dia memegangi lututku dan penisnya sudah lancar masuk ke dalam memekku tanpa halangan. Lendirku bercampur dengan sperma Doni yang ditumpahkannya tadi ke dalam rahimku. Apakah aku bodoh menolak persyaratannya tadi? Padahal kalau aku menerima persyaratannya tadi aku pasti tidak akan diperkosa oleh ketiga makhluk buas ini. Tapi kalau aku menerima persyaratannya aku benar-benar hancur. Aku akan kehilangan suami dan anakku. Aku harus bagaimana?
Bejo tampak merasakan kenikmatan setiap penisnya masuk ke dalam mulutku dan lidahku bereaksi memberikan stimulus-stimulus di kepala penisnya. Aku kemudian konsentrasi ingin memberikan kenikmatan kepada Bejo ini agar ia bisa puas dan mengakhirinya walaupun aku tak yakin seberapa puas dia akan memperkosaku. Aku harus kuat, ini tekadku. Aku harus bisa mengakhiri ini. Aku tak akan mungkin melayani mereka sampai besok. Aku akan ambil syarat yang diajukan Doni kepadaku. Mau tak mau ini yang akan aku lakukan. Entah kenapa Doni menjadi orang yang saat ini aku butuhkan, padahal dia memperkosaku. Padahal aku benci dia, kenapa?
Aku pun mulai membayangkan ketiga orang ini adalah Doni. Iya, aku akan bayangkan itu. Aku akan anggap mereka menjadi Doni. Ohh, Doni... maafkan aku, aku tak bermaksud berbuat jahat kepadamu. Aku pun sudah gila. Aku sudah gila, gila karena dia.
Tanganku mulai menyentuh penis Tanto. Penisnya pun sudah perkasa. Kuurut dan kukocok. Tanto yang sedang menghisap tetekku sekarang merasakan kenikmatan, ia mengeluh saat aku meremas buah pelernya dan mengocok penisnya.
"Iya sayang, di situ.. ohhh... enak banget," kata Tanto.
Bejo mulai memaju-mundurkan penisnya, karena seponganku benar-benar membuatnya mabuk. Tak cukup itu aku pun mengusap-usap pantatnya yang berwarna hitam itu. Bejo mulai gelisah. Ia memegangi kepalaku.
"Ahh... bangsat, perek ini bikin aku mau meledak. Jago banget nyepongnya... nih, aku tembakin di mulut. Rasain...!!" Bejo menembakkan pejunya yang rasanya asin ke dalam mulutku.
Aku tersedak. Kepalaku ditekan hingga ujung penisnya menyentuh tenggorokanku. Setelah spermanya keluar semua, ia pun mencabutnya dan kepalaku lemas di atas bantal. Sebagian spermanya keluar dari mulutku aku keluarkan.
Tapi aku tak merasa jijik, aku tetap bayangkan Bejo ini adalah Doni. Yang telah memberikan kepuasan kepadaku tadi. Disusul kemudian Parto. Ia makin ganas menggoyang pantatnya dan menyodok kemaluanku.
"Anjing, memeknya seret banget, penis gua sampe ngilu!" katanya.
Aku memang menjepit penisnya agar memberikan kenikmatan kepadanya agar ia cepat keluar. Tergantung orangnya sih, padahal aku tadi juga memberikan jurus ini kepada Doni, tapi dia lama banget keluarnya. Sampai aku sendiri yang orgasme. Si Parto ini dengan sangat bernafsu terus mengocok. Ranjang kami bergetar hebat dan suara pantatku bertabrakan dengan selakangannya makin membuat suasana menjadi lebih panas. Aku terus disodok seperti disebutuhi oleh anjing.
"Ohh... perek sialan, memekmu enak banget, aku muncrat... JIAAAANN*********KK!" Parto mengumpat sambil menyemburkan spermanya di dalam rahimku. Entah berapa tembakan, aku tak bisa menghitungnya. Kemudian Tanto mendorongnya.
"Gantian! Aku penasaran ama rasa memeknya!" kata Tanto. Parto lalu mundur, ia kemudian duduk di kursi menikmati orgasme yang baru saja ia rasakan. Dari lubang penisnya keluar cairan putih yang meleleh ke lantai.
Tanto ini cukup lembut. Ia tetap menetek kepadaku, apa ia terobsesi oleh montoknya tetekku? Ia pun lalu menusukkan penisnya ke lubang memekku. BLESS... tanpa halangan. Sejurus kemudian ia bergoyang lembut.
"Uhh... enak mbak'e, pantes bos kepengen ngentotin kamu. Ouuhh... memekmu bener-bener seret, istriku aja kalah," katanya. Ia kemudian menaik turunkan pantatnya dengan lembut. Ada yang aku sukai dari orang ini. Ia memperkosaku dengan lembut. Ia mulai memberikan stimulus di leherku, menciumi pipiku, dan sesekali membelai rambutku seperti layaknya seorang kekasih.
Aku mulai suka gaya Tanto ini. Ia memelukku dengan erat. Sembari mengentotku ia berikan cupangan-cupangan di buah dadaku, bersama cupangan-cupangan Doni. Ohhh..aku jadi bergairah. Pinggangnya aku apit, selakanganku gatal sekali. Aku pun ikut menggoyangkan pantatku. Hal itu membuat Tanto belingsatan. Ia makin bernafsu untuk menggagahiku.
"Mbak'e, enak banget," katanya.
Goyangan demi goyangan kulakukan agar ia pun bisa menikmati dan segera kelar perkosaan ini. Tapi sepertinya Tanto lebih menguasaiku. Terbukti ia sangat lihai dalam menaikkan nafsuku. Goyangannya kian cepat mengebor memekku. Aku mengeluh, menelan ludahku yang sudah tercampur dengan sperma Bejo tadi.
"Ahh... aaaahhh!" aku pun berteriak karena nikmat.
Dan saat aku hampir saja orgasme karena perkosaan ini, ia menghentikan begitu saja, membuat memekku berkedut-kedut hebat. Tanto tertawa. "Belum saatnya manis, aku masih ingin menikmati pantatmu juga," katanya.
Ia pun mencabut penisnya. Kemudian aku disuruh untuk menungging. Aku dibalikkan lagi-lagi dengan lembut. Aku membenamkan wajahku di bantal. Aku malu, malu sekali bisa menikmati saat-saat aku diperkosa.
“Ouwww...” lagi-lagi Tanto menyerangku. Penisnya menyodokku hingga ke rahim.
Lagi-lagi urat-uratnya yang kasar itu menggesek dinding kemaluanku. Rangsangan demi rangsangan ia terus berikan. Ia makin bernafsu kepada bongkahan pantatku. Berkali-kali pantatku di remasnya, dipukulinya dengan gemas. Kemudian ia menjambak rambutku. Ternyata di depanku sudah ada Parto. Ia sudah siap untuk memasukkan penisnya yang tadi sudah menggagahiku. Mulutku terbuka dan ia pun memasukkanya. Mau tak mau aku harus mengoral penis itu. Rasanya bercampur dengan sperma.
Aku sekarang diserang dari dua arah depan dan belakang. Dengan gemas Tanto menyerang pantatku. Tiba-tiba Bejo sudah meremas-remas toketku dan menyusu di bawahku. Lelaki ini cukup gemas dengan tubuhku. Toketku dihisapnya kuat-kuat sepertinya ingin agar air susuku keluar. Tubuhku diusap-usapnya, dielus-elusnya. Perlakuannya ini membuatku makin gila. Memekku gatal sekali.
Tanto makin ganas menggenjotku dari belakang. Aku pun makin ganas menghisapi penis Parto. Ia pun makin keenakan. Aku tahu Parto ini tipe orang yang cepat terangsang. Dengan satu tangan aku pun membantu mengocok penisnya. Sedangkan kepala penisnya masih ada di dalam mulutnya. Kepalaku mengangguk-angguk setiap kali ia pun ikut menyodokkan penisku sampai ke tenggorokanku. Lidahku berputar-putar memerikan rangsangan-rangsangan, Parto merem melek. Penisnya makin tegang.
"Ahh.. sialan, perek ini bikin aku kepengen keluar lagi," benar apa yang kupikirkan, ia mudah terangsang.
Tanto masih menyodokku. Kali ini iramanya makin cepat. "Aahh... aku juga mau keluar... manis aku keluarin di dalem ya??" kata Tanto.
Tiba-tiba ia menghentikan sodokannya dan menekan pantatku kuat-kuat, bersamaan dengan itu Parto menekanku juga, penisnya mengeras dan akhirnya menembakkan spermanya ke dalam mulutku. Dan sialnya, aku juga orgasme. Memekku berkedut-kedut. Cairan kewanitaanku keluar membanjiri penis Tanto. Sperma Parto aku telan semua. Ia sempat memeriksa isi mulutku.
"Telan dong sayang, telan!" katanya. Aku menelannya habis.
Parto tampak senang sekali ia pun akhirnya menyingkir diikuti oleh Tanto yang telah puas pun kini menyingkir. Ia cabut pelan-pelan penisnya. Bejo kini mengatur posisi agar aku menjadi di atas. Kini posisiku seperti menduduki penisnya. Penisnya cukup lancar masuk ke liangku.
Kembali persetubuhan itu terjadi. Aku bergoyang naik turun. Buah dadaku pun bergoyang naik turun sambil diremas-remas oleh Bejo. Tangannya yang kasar itu meremas-remas buah dadaku yang lembut. Sangat kontras kulit kami. Ia hitam aku putih. Mungkin Bejo kali ini sangat terangsang sekali dengan persenggamaan ini. Ia mungkin selalu memimpikan ngentot dengan wanita seperti aku. Aku tetap menganggap pria-pria ini adalah Doni. Ohh... aku terangsang sekali. Aku benar-benar menjadi wanita binal. Aku peluk Bejo.
"Mass... cepetan yah... aku sudah capek," kataku.
"Tapi abang belum puas," katanya.
Aku makin percepat pantatku menggoyang sambil kuempot-empot batang penisnya. Bejo memejamkan mata menikmati persetubuhan ini. Kuhisap leher Bejo, dan putingnya aku jilati. Bejo tak kuasa. Pantatnya makin bergoyang cepat mendapatkan perlakuanku.
"Ahhh... perek sialan, aku mau keluar lagi!" katanya. Aku makin cepat menggoyang dan... pura-pura orgasme.
"AARGGGHH...!!" Bejo memelukku erat. Diciuminya bibirku, ia kelihatan puas sekali. Lalu mendorong tubuhku hingga berbaring di samping. Aku capek sekali. Kugunakan untuk istirahat. Aku pun saking lemahnya tak sanggup untuk membuka mataku. Entah apakah mereka lagi-lagi memperkosa aku apa tidak.
***
Aku terbangun oleh sentuhan tangan lembut. Ketika kubuka mataku, tampak mataku lengket. Dan sebuah tissue basah menyeka wajahku. Saat itulah kulihat Doni. Wajah yang selama ini kubenci entah kenapa aku sekarang bisa merasa aman dengannya. Ohh... apakah aku jatuh cinta??? Ini tidak mungkin. Kenapa aku cinta kepada musuhku sendiri??? Kenapa???
Ketika aku membuka mataku. Dia tersenyum. Entah kenapa senyumannya itu adalah senyuman terindah yang pernah aku lihat. Aku menoleh wajahku ke sebuah cermin di lemari aju. Kumelihat diriku di cermin itu seperti pelacur. Tubuhku telanjang dan dadaku, wajahku, semuanya penuh dengan sperma. Sepertinya mereka akhiri perkosaan ini dengan mengeluarkan sisa-sisa peju mereka ke wajah dan tubuhku.
"Kamu bisa berdiri?" tanya Doni.
Aku menggeleng.
"Ya sudah, istirahat saja," katanya. Aku ketahui hanya dirinya dan diriku di ruangan ini.
"Don?" kataku.
Ia menatapku.
"Aku setuju syaratmu. Aku akan minta maaf kepada istri-istrimu, aku akan meninggalkan keluargaku, dan aku rela engkau hamili. Tapi kumohon jangan kau berikan aku kepada orang-orang itu tadi. Tapi... aku juga ingin minta satu syarat saja, kumohon.....!" aku mengiba.
Doni mengangguk, "Katakan saja!"
"Aku ingin, kau selalu menemuiku kapan pun engkau kehendaki. Aku akan melepas semuanya, aku telah salah selama ini. Kumohon!" kataku.
Doni terdiam beberapa saat.
"Kenapa?"
"Aku ingin bercerita kepadamu suatu hal. Semua ini semuanya berasal dariku. Semua kesalahan ini, semua dosa ini berawal dari aku. Aku akan ceritakan semua hal yang aku tidak pernah ceritakan kepada siapapun. Rahasia terbesar ini aku simpan sampai saat ini," kataku.
Doni kemudian mendengarkan dengan serius.
"Anisa adalah anak ayahmu, bukan anak suamiku," kataku. Raut wajahnya pun berubah seketika itu. Ia seakan-akan tak percaya.
"Kau bohong, kau tidak hamil ketika ayah berhubungan denganmu," kata Doni.
"Benar, itu ketika aku masih remaja, tapi ayahmu masih meminta jatah kepadaku setelah itu dan kami melakukannya sembunyi-sembunyi. Kau bisa tes DNA untuk membuktikannya. Toh, sekarang aku tak bisa apa-apa lagi. Aku malu untuk pulang dengan keadaan begini...," aku pun terisak. "Itulah sebabnya aku marah sekali mengetahui Anisa bisa hamil olehmu. Ternyata kutukan ini tak akan pernah berakhir. Dan aku berharap, kutukan ini berakhir dengan engkau menghamiliku, jadikanlah aku istrimu agar semua ini berakhir. Kumohon!"
Doni lalu memegang wajahku. Dia menatap mataku lekat-lekat. Aku sama sekali tak berkedip. Ia menggeleng-geleng. Lalu dia pergi ke wastafel. Ia seakan-akan tak percaya terhadap apa yang sudah aku bilang. Ia mencuci mukanya hingga bajunya pun ikut basah.
"Ceritakan, ceritakan kepadaku!" katanya.
Dan aku pun mulai bercerita tentang masa laluku.
***
FLASHBACK
Pada waktu itu aku masih duduk di SMP. Sebenarnya aku ini termasuk anak yang tidak baik, bagaimana tidak, aku banyak bergaul dengan teman-teman yang tidak ‘waras’. Hampir kegilaan-kegilaan yang tak lazim sering kami lakukan. Mulai dari nyoba minum bir, nyoba nyimeng, bahkan kami berani mengoral pacar-pacar kami. Ya sebatas oral saja, ndak sampai lebih jauh walaupun mereka meminta. Aku masuk dalam sebuah geng cewek yang bernama "Ladies". Tubuhku cukup menarik, dadaku lebih gedhe daripada anak-anak SMA. Dadaku sering naik turun dan terlihat menonjol dari balik baju olahraga yang aku kenakan. Itu mungkin membuat teman-teman cewekku iri dan aku sering dilirik oleh cowok-cowok di sekolahan. Bahkan aku tahu kalau ada salah seorang guruku yang suka menjahiliku.
Hanya saja, kegembiraanku dan kerianganku ini berubah ketika aku menyukai pamanku sendiri. Aku sebenarnya tak tahu kalau punya paman seganteng itu. Ia sudah punya istri, punya seorang anak yang masih kecil. Namanya Nasir. Om Nasir ini punya toko swalayan sendiri yang ia kelola sendiri. AWal perjumpaannya adalah ketika lebaran. Aku kaget saja ketika ayah bilang ia adalah adik iparnya. Berarti adiknya ayah adalah istrinya. Buset dah dibandingkan aku yang nakal ini, istrinya sangat alim. Pake jilbab lebar, tertutup banget tapi murah senyum.
Rasanya aku sudah kalah sebelum bertanding untuk memperebutkan hati suaminya. Terlebih lagi ia menganggapku sebagai keponakan. Tapi ternyata dugaanku salah. Semua pria sama saja ternyata. Hari lebaran itu seluruh keluarga berkumpul. Tak terkecuali aku. Setelah acara sungkem-sungkeman. Aku lalu bermain bersama sepupuku Vidia. Ia masih berusia satu tahun. Lagi lucu-lucunya, pipinya tembem. Setiap aku gendong ia senang sekali dan aktif. Duh jadi kepingin punya bayi sendiri.
Saat itulah Pamanku yang satu ini selalu melihatku, entah melihat anaknya yang aku gendong atau melihatku. Wajahnya yang teduh telah membuat hatiku rontok. Aku beberapa kali membuang muka saat mata kami bertemu. Dan entah kenapa satu per satu anggota keluargaku keluar sebentar ingin melihat kebun dan memetik buah anggur yang ditanam oleh ayahku. Paman Nasir masih di ruang tamu, ia tak ikut. Aku juga tidak. Males kalau harus ke sana. Dan bibi menyerahkan Vidia kepadaku untuk aku gendong karena sepertinya tak rewel.
Aku pun canggung. Pamanku itu kini sendirian denganku.
"Kamu kelas berapa?" tanyanya.
"Kelas 2 SMP, Om," jawabku.
"Oh, kukira sudah SMA. Anak sekarang emang bongsor-bongsor," katanya.
Aku mengiyakan aja dengan mengangguk. Ia berdiri dan menghampiriku. Kemudian ia mengudang anaknya sampai ngekek. Kemudian tangannya menyentuh punggungku, ia mencium pipi anaknya. Entah ia sengaja melakukannya atau tidak, tapi ia memberikan sentuhan lembut. Membuatku seperti kesetrum. Aku mencium bau parfumnya, gileee ini parfum kesukaanku. Aku selalu suka mencium bau parfum seperti ini. Entah kenapa aku memejamkan mata waktu itu. Aku seperti terbang ke awan.
"Sini aku gendong si Vidia!" katanya. "Nanti kamu capek."
Aku langsung tersadar. Aku bermaksud menjulurkan tanganku untuk menyerahkan Vidia, tapi tangannya sudah memegang tubuh Vidia sehingga ia menyenggol payudaraku. Tidak, tidak, ia sengaja menyenggol putingku dengan alasan mengambil anaknya dari gendonganku. Sebuah perasaan langsung berdesir. Ini mungkin yang disebut horni. Untuk beberapa waktu aku mematung.
"Kamu tak apa-apa?" tanya Om Nasir. Sekaligus aku pun seperti meleleh. Gila ini orang, apa dia punya ilmu gendam?
Tapi kalau dilihat ia sangat religius. Tak mungkin ia punya ilmu gendam atau hipnotis. Tapi benar, pamanku yang satu ini benar-benar mempesona. Aku tak tahu kalau ia sangat tampan. Dan sudah pasti Bibi akan sangat puas punya suami seperti dia. Dan apakah di ranjang juga pamanku ini hebat? Kalau melihat bulu-bulunya sangat macho. Lengannya juga duh... entah kenapa aku jadi suka ama pamanku yang satu ini.
Aku langsung pergi. Lama-lama bersama orang ini bisa membuatku berfantasi yang enggak-enggak. Tapi itulah yang terjadi. Keluarga mereka menginap di rumahku malam itu. Aku merasa senang, entah senang kenapa. Apakah karena Paman Nasir ada di sini?
Malam itu aku serasa haus sekali. Bermaksud untuk minum. Dengan langkah agak gontai aku menuju ke dapur untuk mencari air dingin. Kuambil air yang ada di sebuah botol tumbler dan kemudian kuminum seperti orang kehausan. Setelah membasahi kerongkonganku, aku kembali ke kamar. Namun saat melintasi kamar tamu, aku sayup-sayup mendengar sesuatu. Dengan mengendap-endap, aku dekatkan telingaku ke pintu kamar. Alamak, paman dan bibiku sedang bercinta. Karena penasaran, aku pun mengintip dari lubang kunci.
Aku tak percaya dengan apa yang aku lihat. Paman Nasir sedang berada di bawah, bibi ada di atas. Ia menaik turunkan pantatnya. Sedangkan paman meremas toket bibi. Melihat itu aku menjadi basah. Kutelan ludahku padahal aku tak merasa dahaga. Mereka tampak menikmati hal ini. Tak berapa lama kemudian, kedua insan suami istri itu berganti posisi. Paman sekarang berada di atas. Mereka berciuman penuh nafsu, berguling ke sana-kemari sambil kedua selakangan mereka tak pernah lepas.
Saat paman berada di atas. Ia menghisapi tetek istrinya. Istrinya mengeluh. Kubisa melihat puting istrinya yang mengacung itu dijilati dan dimainkan. Aku tiba-tiba berfantasi aneh, kenapa aku membayangkan putingku digituin oleh pamanku? Buah dadanya diremas-remas, bergantian kiri dan kanan dihisapnya tetek itu. Ohh.. aku jadi horni. Tanpa disadari aku sudah memasukkan tangan kiriku ke dalam celana dalamku. Kusentuh klitorisku, memberikan kenikmatan sendiri.
Sambil tetap mengintip, kukocok kemaluanku sendiri. Kubayangkan paman sedang menyetubuhiku. Jemariku itu kuanggap penisnya yang besar dan berotot. Urat-uratnya pasti memberikan kenikmatan di setiap rongga kemaluanku. Pantat paman naik turun, ia memeluk bibiku. Mereka lalu berciuman dan makin lama goyangannya makin hebat. Bibiku menjerit keenakan. Paman terus memompa sepertinya mau menuju orgasme. Kocokanku kepada vaginaku makin cepat, kutambahkan tangan kananku meremas payudaraku sendiri. Saat itulah paman menghujamkan penisnya dalam-dalam, aku bisa lihat ia mendongak ke atas. Bersamaan dengan bibi. Aku pun demikian. Rasa gatal di kemaluanku membuatku mengerutkan dahi dan memuncratkan air mani. Aku berusaha untuk tidak berteriak. Kemudian aku buru-buru ke kamarku setelah melihat kedua insan itu selesai.
Di dalam kamar. Aku mastrubasi lagi dengan membayangkan pamanku. Gila, pamanku benar-benar tampan. Aku bahkan bisa membayangkan bercinta dengannya. Fuck.....
***
"Kami mau nyekar dulu ke makamnya mbah," kata ayah.
"Trus, aku di rumah sendirian?" tanyaku.
"Ya mau bagaimana lagi?" kata ayah.
Aku cemberut. Si mbah makamnya jauh dari rumah, kurang lebih satu hari perjalanan. Sebab ada di sebuah desa terpencil. Di sana masih ada family jauh kami. Dan biasanya juga kami menginap di rumahnya baru besoknya pulang. Jadi 2 sampai 3 hari biasanya kami ada di sana.
"Gini aja deh, biar mas saja yang nemenin Laura," usul bibi.
"Hah? Koq aku?" tanyanya.
"Ya mau bagaimana lagi? Nggak apa-apa, inikan ayah kami. Biar aku sama keluarga Mas Dedi saja yang pergi, mas di rumah saja menunggu bersama Vidia. Kamu bisa jaga adek bayi kan Laura?" tanya bibi.
Aku ragu-ragu menjawab. Memang sih aku pernah jaga adik bayi tetangga. Tapi kalau lama waktunya ya bingung juga. Bibi kemudian menjelaskan apa saja yang mestinya aku lakukan. Iya, aku bisa. Menyiapkan susu, mengganti popok dan menidurkannya. Setelah itu aku pun setuju. Akhirnya aku dan paman Nasir berada di rumah sendirian. Entah apa yang akan terjadi nanti.
Jam 9 pagi mereka pun pergi. Inilah saat aku sendirian dengan pamanku. Pagi itu ia berlatih sendiri di teras. Push-up, sit up, kemudian lari-lari. Pulangnya tubuhnya yang berbalut kaos sexy itu menampakkan lekuk-lekuk badannya yang atletis, apalagi keringatnya membuat ia tambah macho. Aku tak bisa pura-pura tidak menyukainya. Aku selalu memperhatikan dia sambil menjaga Vidia di ayunan bayi.
Saat ia masuk ke rumah lalu minum susu yang sudah ia siapkan, bau keringatnya bercampur bau parfum yang selalu ia pakai. Ughh... memikirkan tadi malam rasanya aku jadi horni lagi. Eh... dia menghampiriku!
"Kamu sudah mandi?" tanya paman.
Aku menggeleng.
"Kenapa dari tadi ngelihatin aku? Naksir?" tanyanya.
"Idih... maunya," kataku.
Ia tertawa, lalu duduk di sofa. "Aku sering olahraga seperti ini. Biar tetap fit."
"Iya, pastilah. Bibi pasti ketagihan begituan sama paman, ups!" aku keceplosan.
"Hah?" paman tampak terkejut. "Begituan apaan?"
"Eh, endak-ndak... lupakan saja," kataku. Mukaku langsung berubah merah.
"Oh, jadi kamu tadi malem denger ya?" kata paman. "Maaf, habis tadi siang soalnya aku melihat sesuatu yang membuatku tak bisa tidak harus disalurkan."
Aku jadi penasaran. "Melihat apa?"
"Rahasia," katanya.
Aku lalu mencubit perutnya, "Ihh.. hayo melihat apa? cerita dong!"
Paman tampak membisu. Ia kemudian pergi ke belakang. "Rahasia... aku mau mandi dulu."
Sebel. Melihat apaan sampai ia harus menyalurkan?
Lima menit berlalu dan Vidia sudah tertidur di dalam ayunan. Aku lalu pergi ke belakang. Aku melintasi kamar mandi. Iseng, aku coba ingin mengintip pamanku ini mandi. Di samping kamar mandi ada undakan yang bisa dibuat untuk naik. Aku pun naik ke sana. Perlu di ketahui, kamar mandiku atapnya cukup jauh dan tidak tertutup langit-langit. Memang ayah tidak punya uang untuk bisa menutupi bagian dapur dan kamar mandi dengan langit-langit. Dan saat aku bisa melongokkan kepalaku sedikit aku bisa melihat tubuh pamanku sudah berbalut sabun. Ia mengaca di cermin. Tapi agak aneh. Tititnya besar banget! Dan ia mengocoknya.
"Ohh... Laura... hhmmm... ayo bercinta denganku... oohh!" gumamnya. Aku terkejut. Ia membayangkan aku sambil coli.
Gilaaaa... penisnya berurat. Daging itu berwarna coklat. Ia genggam batang berurat itu dan terus mengocoknya, makin lama-makin cepat. Kutelan ludahku. Entah kenapa aku bisa menikmati pemandangan itu. Tubuh atletis. Macho dan penisnya aduuuhh... Sepertinya kalau aku minta bercinta dengan pamanku, bisa-bisa aku bercinta beneran dengannya. Tapi... memang di antara kawan-kawanku, hanya aku yang masih perawan. Apa aku bisa memberikan keperawananku kepadanya?
Pamanku makin lama mengocok penisnya dan ia pun keluar. Spermanya muncrat membasahi cermin. Lendir kental itu kemudian meleleh turun ke bawah. Tampak ekspresi wajahnya sangat puas. Ia membuka matanya dan kemudian mengguyur badannya. Aku buru-buru pergi dari tempat itu.
Setelah itu, aku benar-benar punya perasaan aneh. Ingin bersama pamanku ini. Ada sebuah perasaan berdebar, perasaan penasaran dan setiap kali aku memikirkan paman, rasa kepalaku serasa ringan seperti terkena obat bius. Hatiku sangat sejuk ketika bersama pamanku ini, apa aku jatuh cinta? Apalagi setelah dia membayangkanku sambil onani. Penisnya itu ukurannya normal sih. Ndak begitu besar ataupun kecil. Aku jadi penasaran ingin menyentuhnya, dan rasa penasaran makin menjadi ketika aku teringat bagaimana teman-temanku yang sudah tidak perawan lagi menceritakan pengalaman mereka kehilangan keperawanannya. Akhirnya aku pun punya tekad kalau malam ini aku harus bisa mendapatkan pamanku.
Malamnya aku nonton tv. Suasana sangat sepi karena memang sedang momen lebaran. Tetangga-tetangga banyak yang mudik. Aku sudah siapkan semuanya. Mulai dari parfumku yang wangi, mandi, bersih-bersih dan pakai pakaian yang sexy. Pokoknya kalau pamanku yang mendapatkan keperawananku malam ini aku rela deh. Aku sudah bersiap pokoknya, sengaja aku tak pakai pakaian dalam. Ditambah dengan hot pants, siapapun pasti akan ngiler kalau melihat posisiku sekarang. Duduk miring memperlihatkan paha mulusku dan aku memakai T-Shirt dengan belahan dada rendah, sehingga kalau sedikit saja orang melongok di atasku, pasti akan melihat toketku.
Paman tampak sedang berada di kamarnya menidurkan Vidia kecil. Malam kian larut, dan pada pukul 21.00, ia menyusulku di ruang tamu. Aku menelan ludah melihat pakaiannya. Ia memakai boxer dan kaos singlet ketat. Dadanya bidang banget seperti lapangan badminton kelurahan. Dan itu tititnya sedikit menyembul. Bau tubuh khas lelakinya langsung membuat dadaku berdesir.
"Nonton apa?" tanyanya.
"N-nonton film aja koq," jawabku sedikit gugup. Dan dia pun duduk di sebelahku. Glek.. kemudian tangannya menjulur ke pundakku.
Suasana ini makin panas saja. Walaupun kami cuma pakai pakaian tipis itu membuatku sedikit gugup. Tangan paman Nasir mengusap-usap pundakku. Entah bagaimana aku kemudian bisa bersandar di dadanya. Dan sedikit gerakan ia sudah memelukku.
"Kamu tadi ngintip aku mandi ya?" tanya paman Nasir.
Aku sangat terkejut. Dan malu.. Mungkin kalau ia melihat wajahku sekarang ini pasti akan terkejut. Pipiku memerah.
"Kenapa ngintip mandi segala?" tanyanya.
"Om sendiri, koq bayangin Laura sih sambil onani?" tanyaku.
Ia lalu mengangkat wajahku. Dan heiii... ia mencium bibirku. Aku gelagapan. Bingung, tapi sentuhan bibirnya sangat lembut. Jurus sedetik itu benar-benar membuatku kaget. Mataku terbelalak. Sedetik yang mengejutkan.
"Karena aku suka ama kamu Laura," katanya.
Kemudian aku diciumnya lagi, bibirku dipanggutnya. Seperti tersihir, aku pun pasrah. Kubiarkan ia menciumiku, kemudian perlahan-lahan tangannya mulai menggerayangi dadaku. Putingku mengeras, mungkin kalau aku berdiri, putingku bisa membekas di bajuku.
"Om... ohh..." aku mengeluh saat ia mulai menciumi leherku, lidahnya menari-nari dan menyedot-nyedotku. Aku juga diremponnya, ohh...jantungku berdebar-debar. Ada rasa takut dan bersalah kepada bibiku, kepada orang tuaku, tapi aku juga butuh ini. Rasanya cinta kesampaian.
"Laura... nggak apa-apa om lakukan ini?" tanyanya.
"Pelan-pelan ya om, Laura juga cinta ama om..." kataku.
"Sungguh?" tanyanya. Aku mengangguk.
Aku kemudian dibopong, "Di kamarmu aja ya?"
Aku mengangguk. Aku sudah horni. Ohh... apa yang aku lakukan? Ia lalu membawaku ke kamar, menurunkan tubuhku di atas ranjang. Sejurus kemudian, tubuhku bagian atas sudah tak tertutupi apapun. Ia sudah mengenyot payudaraku. Ohhh... inikah rasanya dikenyot payudara itu? Nikmat sekali. Geli, rasanya sangat geli. Aku seperti seorang ibu yang punya bayi besar. Pamanku sendri menyusu kepadaku. Ohh... lidahnya menari-nari diputingku yag makin keras. Aku mengusap-usap rambutnya. Meremas-remasnya ketika lidahnya menyentuh titik sensitifku.
Dia terus bergelut dengan payudaraku. Rasanya sangat nikmat sekali. Kenikmatan yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Dadaku yang sebelah kanan diremas-remas. Kemudian beralih ke yang kiri. Ia lakukan itu sambil mengisapi tetekku. Ohh... nikmat. Kemudian ia bangkit sejenak, dibuka singletnya hingga ia telanjang dada. Dadanya yang bidah itu kini menempel di dadaku. Aku kembali dipanggutnya. Ohh, lidahnya menghisap air liurku. Sepertinya air liurku ini adalah air yang sangat manis. Lidahnya menari-nari di lidahku, menjelajahi rongga mulutku. Hingga aku sulit bernafas.
Ia pun melepaskan ciumannya. Senyumnya kepadaku membuat hatiku makin leleh, lumer seperti es krim yang terkena panasnya matahari. Lebih jauh lagi. Bibirnya kemudian mencium keningku, kelopak mataku, pipiku, hidungku, telingaku, lalu turun ke leherku, dadaku, perutku. Ia elus-elus kedua pahaku. Geli banget, vaginaku mulai banjir. Dari hotpantsku ia menciumi kemaluanku. Ohh.. malunya aku.
"Om... ohh... jangan, omm... geli," kataku.
Ia pun mencoba melepaskan hot pantsku. Dan set, dengan satu gerakan pantatku kunaikan ia sudah dengan cepat meloloskan pakaian yang menutup daerah kemaluanku itu.
"Kamu koq ndak pakai pakaian dalam?" tanyanya.
Aku tak menjawabnya. Karena aku sudah haus dengan belaian dan perlakuannya. Eh... apa yang dilakukannya sekarang? Aku merasa kemaluanku dibuka, dibibir kemaluanku seperti ada sesuatu yang basah yang ingin masuk. Apa itu? Aku melirik ke bawah. Tampak kepala omku ada di belahan pahaku. Mulutnya berada di kemaluanku dan matanya terpejam. Ia mengoralku. Ohh... suara kecipak lidahnya benar-benar membuatku makin horni. Ketika lidahnya menyapu kemaluanku sampai ke klitoris, aku berjingkat dan pantatku naik. Pamanku begitu terbius oleh cairan kemaluanku ia terus menyedot dan menjilat. Mungkin ia ingin jadi orang yang tak ingin membuang kesempatan bersetubuh dengan seorang gadis perawan yang ranum belum pernah terjamah lelaki manapun.
"Omm.. udah, om... Laura ndak tahan... pliis jangan siksa Laura... ohhhhh... oooommmm!" racauku.
Tapi pamanku ini masa bodoh. Ia terus mengobok-obok vaginaku dengan lidah mautnya. Aku tak kuasa menahan kenikmatan-kenikmatan yang ia berikan. Hingga aku pun ingin memancarkan cairan kewanitaanku.
"Ohhmmmm... LLLaaauurrraaa piiipiiiisssss... aaaaawwwwwwhhhh...!" aku menekan kepala omku kuat-kuat ke vaginaku. Aku benar-benar merasakan orgasme yang luar biasa. Sampai-sampai otakku serasa terkena mint. Ekstasi ini membuatku mendongak ke atas dan kedua pahaku mengapit kepala pamanku sendiri. Aku orgasme di mulutnya... Beberapa detik kemudian aku lemas.
Pamanku sudah ada di atasku. Dibuka lebarnya kedua pahaku dan penisnya mengacung tegak seperti senapan. Ia mau menggagahiku. Ohh... apa yang harus aku lakukan. Dibelainya rambutku, Lalu dikecupnya bibirku.
"Tahan ya, mungkin agak perih," katanya.
Aku mengangguk dan memejamkan mata. Aku tak tahu apa yang terjadi. Yang jelas. Kemaluanku serasa seperti ada benda besar ingin masuk. Dan benda itu serasa lunak tapi keras, berkedut-kedut. Dinding kemaluanku meresponnya, perih rasanya. Pamanku cukup pengalaman ternyata. Ia tahan sejenak saat aku meringis kesakitan. Ia tarik perlahan dan dorong lagi. Terus seperti itu, sampai cukup dalam ia masuk. Aku pun merasakan sesuatu yang menembus kemaluanku. Sakiiiiittt rasanya. Kemaluanku dan kemaluannya pun berhasil menyatu. Aku melihat ke bawah dan kulihat kemaluan pamanku masuk semua. Dinding kemaluanku serasa meremas-remas batangnya yang berotot.
"Omm... sakit!" kataku.
"Sabar ya sayang, sebentar lagi nggak koq," katanya.
Ia menggoyangku dengan pelan. Pantatnya naik turun, menuntun penisnya untuk memberikan gesekan-gesekan nikmat di dalam sana. Rongga vaginaku makin terbuka lebar menyesuaikan lebar penis pamanku ini. Aku baru kali ini merasakan sakit perihnya. Namun lama kelamaan setelah gesekan demi gesekan dilakukan pamanku dan mulai lancar. Aku pun merasakan nikmat yang luar biasa. Setiap penisnya menggesek dinding kemaluanku, bersamaan dengan itu pula seluruh tubuhku seperti kesetrum kenikmatan berjuta-juta volt. Penisnya makin mengeras dan makin mengeras lagi saat ia bilang ingin keluar.
Kemaluanku pun rasanya sudah tak bisa ditahan lagi. Kemaluanku makin keras menjepit penisnya. Pamanku mencium bibirku. Kami berciuman hingga semprotan-semprotan sperma untuk pertama kali membasahi rahimku. Sebuah sensasi kehangatan puncak dari hubungan percintaan yang menggelora. Kujepitkan pahaku dipinggangnya. Penisnya menghujam sampai se dalam-dalamnya di dalam rahimku. Aku pun keluar untuk kedua kalinya. Air mani kami bercampur dan rasa kenikmatan yang tak bisa dilukiskan ini, membuatku serentak tersadar. Bahwa hubungan ini telah berakhir.
Pamanku berbaring di sebelahku. Ia cabut penisnya. Aku bisa melihat mengkilatnya itu benda yang besarnya sebesar mentimun. Tak dapat kusangka vagina yang harusnya aku lindungi untuk suamiku sekarang malah bisa aku serahkan dengan sukarela kepada orang lain. Dan orang itu adalah pamanku sendiri. Aku pun tidur sambil memeluknya tanpa busana.
Itulah awal mula aku berhubungan dengan pamanku. Dan itu adalah awal mula kesalahanku. Setelah malam itu, esoknya kami mengulanginya lagi dengan berbagai gaya. Karena anggota keluarga lainnya masih 3 hari di luar kota. Aku mengurus Vidia, tapi juga mengurus ayahnya. Mungkin karena aku masih perawan jadi paman Nasir ini menggarapku hampir tiap jam. Ia istirahat kalau Vidia nangis minta makan atau buang air. Atau ketika kami makan. Tapi di rumah ini aku hampir tak pernah pakai baju. Yang ada di pikiranku hanya ngentot dan memuaskan burungnya. Pernah ketika memberikan susu kepada Vidia aku harus menyepongnya, atau ketika menggantikan popok ia menyodokku dari belakang dan ejakulasi di dalam.
Kami lupa waktu dan saat itulah keluargaku pulang dan kami dalam keadaan masih dalam satu selimut. Saat itu aku baru saja orgasme dan pamanku juga orgasme. Saat itulah betapa kagetnya kami ketika bibi masuk kamar. Betapa malunya ayahku waktu itu melihat kami melakukan hubungan terlarang ini. Kami pun di sidang.
Kami dilarang lagi bertemu dan seketika itu juga hubungan bibi dengan keluarga kami renggang. Aku pun tidak diperbolehkan untuk bertemu dengan paman. Aku menyesal, tapi aku masih rindu. Aku tetap merindukan pamanku. Aku tetap merindukan saat-saat kami bersama walaupun singkat.
***
Setelah 5 tahun kemudian, aku dengar kalau paman punya anak lagi. Sepertinya ia rujuk dengan istrinya. Ini tidak adil. Kenapa harus aku yang kehilangan cinta? Aku sudah kehilangan keperawananku dan mungkin akan sedikit orang yang mau denganku. Aku pun kemudian mengutuk bibiku sendiri. Semoga dia juga akan merasakan hubungan incest. Dan dia akan ketagihan dengannya.
Dan secara tak sengaja, aku bertemu pamanku lagi sewaktu aku mau ke luar negeri. Secara tak sengaja pula tujuan kami sama, yaitu Singapura. Awalnya kami canggung. Aku ke Singapura untuk kuliah. Dan paman ke Singapura untuk liburan menenangkan diri. Dan perjumpaan kami ini tidak kami lewatkan begitu saja. Sekali lagi kami bercinta. Kami menginap di hotel dan memuaskan diri bahkan aku lupa kalau waktu itu aku lagi masa subur. Setelah selama 2 minggu ia ada di Singpura ia pun pulang. Dan kemudian aku tak tahu kalau aku hamil. Aku baru sadar ketika usia kandungan sudah 3 bulan. Aku yakin ini adalah benih pamanku sendiri. Tapi aku tak tahu bagaimana laporannya kepada ayahku.
Untunglah aku kenal dengan orang yang sangat care terhadapku. Ia adalah suamiku sekarang. Jadi ia rela menjadikanku istri dan bertanggung jawab atas apa yang terjadi padaku. Tak berapa lama kemudian kami menikah. Dan Anisa lahir. William merupakan suamiku, tapi ia sadar tak akan mungkin menggantikan ayah bagi Anisa, tapi ia akan berusaha. Ketulusannya itulah yang membuatku mencintainya. Dan aku pun melupakan Om Nasir, hingga kemudian aku bertemu lagi dengan keluarga mereka.
No comments:
Post a Comment