rmlink a { background: none repeat scroll 0 0 #E37F52; border-radius: 4px; color: #FFFFFF !important; font-size: 10pt; font-weight: 700; line-height: 1; padding: 1px 3px 1px; text-transform: uppercase; }

Sunday, 27 December 2015

Sengsara Membawa Nikmat 4


Kehidupan Sabeni kini mengalami perubahan drastis; orang tua renta yang tadinya hidup hanya beratapkan langit, sekarang bisa tinggal di rumah mewah dengan semua fasilitas kemewahan yang  serba ada. Walaupun di rumah itu Sabeni hanya sebagai tukang kebun, akan tetapi dia bebas menikmati semua yang ada di rumah tersebut; termasuk meniduri istri majikannya, kapanpun ia mau. Bahkan oleh Hendra, majikannya, Sabeni sudah dianggap seperti orang tua sendiri.
Kebebasan menikmati semua yang diberikan oleh Hendra itu membuat hidup Sabeni berubah. Berbagai macam rasa yang dulu pernah ia rasakan; pahit, getir, luka, perih, miris, terhina, tanpa harapan, semua fase kehidupan yang tidak enak sudah ia lewati. Kini semuanya berbuah kenikmatan. Segala kata yang menyakitkan mungkin tak cukup untuk melukiskan penderitaan Sabeni.

Sudah sering ia harus rela menerima cacimaki yang luar biasa kasar. Tidak terhitung perlakuan-perlakuan yang tidak manusiawi. Demi sesuap nasi, Sabeni harus melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat. Pekat dan suramnya kehidupan setelah meninggalnya istri dan kelima anaknya, ditambah lagi anak bungsunya yang harus masuk penjara karena perbuatannya, semakin menambah derita batinnya saat itu. Penderitaan itu sering pula membuat ia ingin mengakhiri hidup dengan bunuh diri.
Tapi, seperti sebuah lentera yang ia tidak mengerti dari mana datangnya; kini semua penderitaan, kesakitan, kepedihan, luka, air mata, pengorbanan, semuanya telah berubah menjadi lautan kenikmatan.
Dulu, dengan segala kepahitan yang ia alami sebagai tunawisma, ia hanya merasakan betapa pedihnya hidup dalam kondisi yang memprihatinkan. Akan tetapi setelah ia menikmati hidupnya yang sekarang, rupanya masih ada yang mengganjal di hati Sabeni; ia ingin ketemu anak bungsunya, Maman, yang kini tak tahu di mana rimbanya.

***

Malam hari itu Sabeni dan Anna tidur di kamar Sabeni setelah semalaman melakukan pergumulan  hingga keduanya merasa lelah dan tertidur pulas. Mereka masih dalam keadaan telanjang bulat dengan posisi Anna memeluk tubuh kurus Sabeni, sedang bahunya menindih lengan kiri Sabeni. Sementara Sabeni tidur dalam posisi telentang, tubuhnya yang kurus memperlihatkan tulang-tulangnya. Dalam tidurnya, Sabeni bermimpi ketemu anaknya.
“Maman, anakku... kaukah itu, nak?” kata Sabeni dalam mimpinya.
“Tidak!! Aku tidak pernah merasa punya bapak sepertimu, kau sudah menelantarkan aku!!” balas Maman sengit.  
“Maafkan aku, nak. Maafkan kesalahan bapakmu ini. Sekarang ikutlah bersamaku,” kata Sabeni. Namun Maman meninggalkan Sabeni begitu saja.
Sabeni berteriak memanggil-manggil nama anaknya, “Maman... Maman... Mamannnnn...!!” Sabeni terlonjak hingga ia terbangun dari tidurnya. Anna juga ikut terbangun dan melihat pejantannya yang sedang bersedih karena mimpinya. Anna mengusap air mata Sabeni dengan lembut.
“Bapak bermimpi?” tanya Anna sabar.
“Iya, Sayang. Bapak bermimpi ketemu anak bapak,” kata Sabeni.
“Sudahlah, Pak. Ini hanya mimpi, semoga semuanya dalam keadaan baik-baik saja,” kata Anna berusaha menenangkan pejantannya.
Anna kemudian mendekatkan wajahnya ke wajah orang tua itu, ia mencium kening orang tua itu, lalu mencium bibir Sabeni yang tebal. Anna bermaksud menghibur Sabeni, ia bisa merasakan kesedihan orang tua itu. Sementara Sabeni yang mendapat serangan duluan, segera membalasnya. Kesedihannya terobati seiring dengan rangsangan yang diberikan Anna.
Yah, hubungan keduanya semakin hari semakin bertambah mesra; Sabeni pun sudah berani memanggil Anna dengan panggilan ‘sayang’. Tapi itu dilakukan jika hanya mereka sedang berdua saja. Saat ada Hendra, Sabeni tidak menggunakan panggilan itu. Ia sangat menjaga perasaan Hendra, walaupun Hendra tak pernah mempermasalahkan.
Anna dan Sabeni saling memagut, lidah keduanya saling mengait, sementara tangan Sabeni meremasi payudara Anna yang bulat besar, dilanjutkan dengan mencupangi leher Anna yang jenjang, lalu turun ke ketiak Anna. Sedangkan wanita cantik itu hanya menggelinjang merasakan sensasi geli saat Sabeni menjilati semua bagian-bagian tubuhnya yang sensitif.
“Aaaakkkhhh... Paaaakkk...” desah Anna merasakan tubuhnya seperti tersengat aliran listrik, libidonya kini semakin naik. Dia dalam posisi tidur menyamping dengan membelakangi Sabeni.
Sabeni masih terus melancarkan serangannya, sementara Anna sudah tidak tahan lagi, ia merasakan vaginanya sudah mulai basah. Tangan wanita cantik itu meraih batang kontol Sabeni yang sudah mengeras, lalu membimbing batang itu memasuki liang vaginanya. Kini keduanya sama-sama dalam posisi tidur menyamping ke kiri, sedang posisi Anna membelakangi orang tua itu.
Sabeni mengangkat paha kanan Anna, perlahan ia mulai memompa vagina wanita cantik itu. Gerakannya semakin lama semakin cepat, membuat Anna menjadi kelojotan merasakan sensasi kenikmatan. Keduanya meracau tak karuan. Sambil terus memompa, Sabeni memalingkan wajah Anna yang sedang sange itu ke arahnya. Ia memagut bibir Anna dan melumatnya rakus, sementara batang kontolnya terus memompa, bahkan menusuk lebih dalam vagina sempit Anna.
Hingga akhirnya setelah satu jam lebih lamanya mereka  berasyik masyuk, keduanya mencapai puncak secara hampir bersamaan. Anna yang terlebih dulu merasakan orgasme, ia membeliak hingga bola matanya memutih semua.
”Aaaakkkkkkkhhhhhhhhhh... Paaakkk...” Anna menjerit.
Begitu juga dengan Sabeni, dia menggeram menikmati puncak kenikmatannya. ”Aaaarrggggghhhh... Sayanggg... aku keluar!!” Sabeni merasakan ada yang meledak dari batang kontolnya dan membanjiri rahim wanita pujaannya. 
Sabeni masih memeluk tubuh Anna yang molek sementara kontolnya masih berada di dalam vagina perempuan cantik itu. Napas keduanya terdengar saling memburu. Mereka benar-benar menikmati setiap detik keintiman antara keduanya, hingga akhirnya mereka tertidur lelap sampai pagi.

***

Sementara itu di tempat yang berbeda, di sebuah area parkir di komplek perkantoran, terlihat seorang lelaki kerempeng berkulit hitam, usianya sekitar 30 tahunan, bersama seorang bocah remaja yang usianya sekitar 15 tahunan. Keduanya duduk di bawah pohon mengawasi area parkir tersebut.
“Hai, Ucil... sepertinya parkiran di sini cukup ramai, pasti pendapatannya besar. Kamu tahu tidak siapa bos nya?” kata lelaki itu pada bocah yang bernama Ucil.
“Tahu, bang. Dia itu preman yang berkuasa di daerah sini. Bang Maman punya rencana?” tanya Ucil kepada lelaki kerempeng itu, yang tak lain adalah Maman, anak bungsu Sabeni yang keluar dari penjara dua tahun yang lalu.
Begitu bebas, Maman pergi berguru ke daerah B****N. Dan selama dua tahun itu dia mempelajari berbagai macam ilmu kesaktian seperti diantaranya ilmu kebal senjata tajam yang sudah ia kuasai. Tapi sayangnya ia menganut aliran ilmu hitam; kesaktian Maman akan bertambah sempurna jika bisa menodai seorang wanita, apalagi bila wanita itu masih perawan. Ilmu yang ia kuasai tidak ada pantangannya, hanya saja tidak akan bertambah jika tidak melakukan perbuatan bejat.
Kini setelah ia menguasai berbagai macam ilmu kesaktian, Maman bermaksud menantang bos pemilik lahan parkir tersebut yang juga seorang preman dan juga pimpinan ormas lokal yang ada di daerah tersebut.
“Yah, nanti malam kita satroni rumahnya,” kata Maman. 
“Siap, bang. Denger-denger itu orang juga punya anak perawan dan sekarang tinggal bersama istri mudanya karena istri sebelumnya meninggal dunia, cantik-cantik lho, bos.” kata Ucil bercerita.
Sedangkan Ucil sendiri adalah anak jalanan, ia tidak tahu siapa kedua orang tuanya karena sejak bayi ia tinggal di panti asuhan. Namun akhirnya ia kabur karena tidak kuat dengan peraturan yang mengikatnya. Dia kini hidup di jalanan. Walaupun masih berusia remaja, ia sering ke tempat-tempat pelacuran, maka tak heran kalau bocah seusia itu sudah punya pikiran mesum.

***

Malam telah tiba, Maman dan Ucil pergi mendatangi rumah bos preman yang bernama Somad, yang terletak di pinggiran kampung. Kebetulan rumahnya agak jauh dari para tetangga dan rumah itu memang terbilang paling megah di kampung itu. Walaupun begitu, rumah itu dijaga oleh dua anak buah Somad yang juga preman.
Setelah dirasakan suasana semakin sepi, Maman dan Ucil segera melakukan aksinya dengan melompati pagar. Keduanya dipergoki oleh anak buah Somad, namun dengan sigap Maman segera melumpuhkan kedua orang itu dan mengambil kunci pintu rumah Somad. Segera mereka berjalan menuju pintu utama dan membuka pintu dengan kunci yang berhasil dirampas dari anak buah Somad.
Begitu pintu terbuka lebar, nampak di ruang tengah Somad sedang bersantai bersama istri mudanya sambil menonton televisi.
“Heh! Siapa kamu?! Berani-beraninya masuk rumahku tanpa izin!!” kata Somad menghardik.
“Tenang aja, bang. Tujuan saya datang ke sini hanya menginginkan lahan parkir yang abang kuasai jadi milik saya,” kata Maman terlihat tenang.
“Huh, setan alas!! Sudah masuk rumah orang tanpa izin, sekarang kau berani minta sumber penghasilanku. Kubunuh kau!!” geram Somad.
Dia meraih golok yang ada di atas meja dan menghunusnya, lalu melayangkannya ke tubuh Maman. Namun golok itu malah mental dan tidak sedikit pun melukai tubuh Maman. Somad kontan terperanjat seakan tak percaya. Belum sempat ia menyadari semuanya, Maman telah meringkusnya dan mengancam Somad dengan golok di lehernya. Somad pun ketakutan, wajahnya terlihat memucat. Istri mudanya yang bernama Dewi juga ketakutan, sementara Sarah anak tunggal Somad, keluar kamar karena mendengar kegaduhan di luar. Saat keluar, Sarah terkejut karena kini ayahnya sedang dalam ancaman Maman.
“Am-ampun, bang... saya mengaku kalah, jangan sakiti saya!! Abang boleh ambil itu lahan parkir, tapi biarkan saya hidup,” kata Somad terdengar sangat ketakutan.
“Baiklah, aku ampuni kau,” kata Maman yang segera memberi isyarat pada Ucil untuk mengikat Somad. Tangan Somad diikat ke belakang, sementara kedua kakinya juga diikat erat. Tubuh Somad meringkuk di sudut ruangan, ia merasa sangat ketakutan.
 Maman menghampiri Dewi yang berdiri ketakutan, ia mengitari tubuh wanita muda itu. Maman sangat mengagumi kecantikan Dewi, posturnya yang tidak terlalu tinggi, namun tubuhnya begitu molek dan memikat semua pria yang melihatnya; payudaranya nampak tegak membusung dengan belahannya yang terlihat menggoda.
Maman juga meghampiri Sarah yang juga sedang ketakutan, ia juga mengitari tubuh Sarah sambil berdecak kagum. Melihat para bidadari cantik ada di rumah Somad, ia kemudian menarik tangan Sarah ke tengah ruangan dan mendekatkannya pada Dewi. Lalu ia menarik tangan Dewi menuju ke sofa sementara Sarah tetap berdiri di tengah ruangan.
“Kalian sekarang dalam kekuasaanku, aku bisa melakukan apa saja kalau sampai kalian tidak menuruti keinginanku!!” kata Maman kepada ketiga orang itu. “Kau... siapa namamu?” kata Maman menunjuk Sarah
“Sa-sarah, bang.” kata Sarah ketakutan.
“Dan kamu, manis, siapa namamu?” kata Maman menunjuk Dewi.
“De-dewi, bang. T-tolong jangan sakiti kami, bang.” kata Dewi memohon.
“Aku memang tidak akan menyakiti kalian asal kalian menurut. Malah sebaliknya, aku akan memberikan kalian kesenangan.” kata Maman sambil tertawa. “Sarah, lepas semua bajumu dan menarilah; berikan kami hiburan. Bapakmu pasti juga butuh hiburan. Iya kan, Somad?” kata Maman.
Sementara Somad hanya diam, ia tak berdaya melihat sebentar lagi anak istrinya akan dinodai kehormatannya.
Sarah masih terdiam, ia belum melakukan apa-apa. Hanya air mata yang nampak mulai mengalir dari sudut matanya.
“Cepat lakukan! Atau..” kata Maman membentak.
“I-iya, bang. Tapi saya mohon, jangan sakiti kami.” kata Sarah sambil menangis memohon. Dia mulai menarik ke atas kaos ketatnya dan melepaskannya, lalu melepas BH yang dikenakannya. Kedua payudaranya yang montok itu pun meloncat keluar.
Ucil yang melihatnya jadi terkesiap. Sarah merasa risih dan ia berusaha menutupi payudara itu dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
“Buka tanganmu!!” kata Maman sambil melotot. Sarah pun mau tak mau harus mengikuti perintah itu.
“Waooow... gede juga toketnya, bang!” kata Ucil gembira.
Sarah juga mulai melepas celana pendek yang ia kenakan. Kini hanya tinggal celana dalamnya yang masih menempel, ia terlihat ragu saat akan melepas satu-satunya kain yang masih melekat di tubuhnya itu. Namun tak berapa lama Maman kembali membentaknya dan Sarah pun akhirnya harus melepaskan celana dalamnya.
Kini di tengah ruangan itu, Sarah berdiri dalam keadaan telanjang bulat. Sementara Maman dan Ucil yang melihat pemandangan itu kontan terpana, keduanya baru kali ini melihat wanita secantik bidadari telanjang bulat di hadapan mereka. Ucil hanya bisa menahan air liurnya saja.
Sementara Somad merasakan betapa getir hatinya saat anak yang sangat ia sayangi dipermalukan seperti itu, dan sebentar lagi istrinya juga akan mengalami hal yang sama, namun Somad tidak bisa berbuat apa apa.
Kondisi Sarah yang bugil memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah; kulitnya yang putih mulus semakin  menambah daya tarik gadis cantik itu. Maman dan Ucil duduk di sofa sambil menikmati pemandangan di mana Sarah sekarang sudah berlenggak-lenggok di tengah ruangan dalam keadaan telanjang bulat. Maman yang semakin dilanda birahi menarik tangan Dewi dan mendudukkan wanita cantik itu di sofa.
“Heh, betina! Sekarang lepas pakaianmu itu!” kata Maman membentak.
Dewi yang ketakutan menuruti perintah Maman, semua pakaian yang melekat di tubuhnya ia lepaskan satu demi satu. Tubuh Dewi terlihat lebih ramping daripada Sarah, dengan postur tubuh tak lebih tinggi dari Sarah, bahkan cenderung mungil. Namun ukuran payudaranya yang gede dan montok menambah daya tarik tersendiri.
“Sekarang lepas celanaku ini dan kulum kontolku!!” kata Maman pada Dewi.
Dewi segera bersimpuh di depan selangkangan Maman, wanita cantik itu memelorotkan celana yang dipakai Maman, begitu celana Maman dilepaskan olehnya. Betapa kagetnya Dewi saat melihat batang kontol Maman yang segede pentungan hansip.
”Punya bang Somad aja nggak segede ini,” Dewi bergidik ngeri melihat kontol Maman yang gede dan panjang, yang terlihat  tak sepadan dengan tubuh Maman yang kerempeng dan kulitnya yang hitam legam, ditambah lagi wajah Maman yang bopeng karena banyak bekas jerawat di pipinya, kian menambah kesan seram dan sangar.
“Hehe... ada apa, lonte, baru kali ini ya lihat kontol gede? Gedean mana sama punya suamimu?” tanya Maman sambil menjambak rambut Dewi.
“Ge-gedean punya abang,” jawab Dewi terdengar gugup.
“Abang siapa?!” bentak Maman menarik rambut Dewi lebih kencang.
“B-Bang Maman,“ kata Dewi.
“Sekarang kamu bilang yang jelas, begini ya... ‘kontol bang Maman lebih gede dari punya bang Somad. Dewi mau dientot sama kontol bang Maman yang gede’.” kata Maman.
“K-kkkontol b-bbang Mm-maman lebih gede dari punya b-bang S-ssomad. Dd-dewi m-mmau d-dientot sama k-kontol bang Maman yang gede,” kata Dewi yang ketakutan.
“Baiklah, lonte. Mulai sekarang kalian akan jadi gundikku. Kalian harus memuaskan aku dan teman kecilku ini,” kata Maman. “Sekarang kamu kulum kontolku dan jangan buat aku kecewa,” Maman memberi perintah pada Dewi.
Dewi yang sangat ketakutan segera menuruti perintah Maman, dia hanya bisa pasrah. Ia tidak mau Maman lebih menyakitinya kalau ia tak menuruti perintah laki-laki itu. Tak ada pilihan lain, ia harus melayani Maman sama seperti Dewi melayani suaminya, toh semua sudah terjadi.
Pelan Dewi memasukkan kontol gede Maman ke dalam mulutnya, lidahnya bermain di sekitar lubang kencing Maman sambil sesekali ia mengocok kontol itu; kadang dengan mulut, kadang dengan tangannya. Dewi sudah tidak terlihat seperti orang yang sedang dipaksa, sementara Maman melenguh menahan kenikmatan yang mulai datang.
“Ooooouuuuuuwwwwwggghhhh... doyan kontol juga kamu, ya!!” lenguh Maman.
Sementara Ucil hanya melongo melihat para bidadari cantik yang sedang bugil, di dekatnya kini ada Dewi yang tengah mengulum kontol Maman. Tangannya segera merogoh masuk ke dalam celana kolor, bocah itu memelorotkan celananya dan coli di samping Maman. Batang kontolnya memang tidak segede kontol Maman, tapi untuk bocah seusianya, kontol milik Ucil besarnya menyamai kontol milik orang dewasa. Dan yang lebih unik adalah kontolnya bengkok ke atas serta belum disunat.
Ucil bukan sekali dua kali berhubungan seks, bocah remaja itu sudah ngeseks saat usianya masih 13 tahun. Dia sering bermain seks dengan para pelacur pinggir jalan, di mana kebanyakan para pelacur itu adalah wanita setengah baya yang usianya jauh di atas Ucil. Tapi karena pengalamannya, bocah itu bisa mengimbangi permainan para pelacur tersebut.
Wajah Ucil sendiri juga tidak lebih ganteng dari Maman; bibirnya yang maju ke depan cenderung monyong dan rambutnya yang kaku seperti orang yang tak pernah keramas semakin menambah kesan buruk pada mukanya.
Dewi masih mengocok kontol Maman dengan mulutnya. Maman yang semakin gemas menekan kepala Dewi ke bawah, membuat kontolnya yang gede dan panjang itu lebih masuk ke dalam rongga mulut Dewi hingga menyentuh tenggorokan wanita cantik itu, membuat Dewi tersedak sesaat, sementara mulutnya berlepotan air liurnya sendiri. Lalu Maman pun berdiri dan memberi perintah pada Dewi agar naik ke atas sofa dengan posisi menungging, sambil mulutnya ganti mengulum kontol Ucil yang bengkok.
Maman begitu gemas melihat kedua bongkahan pantat Dewi yang sekal dan putih mulus, apalagi liang vaginanya yang terlihat merah muda, nampak begitu menggoda. Berkali-kali Maman menampari pantat Dewi, sebelum kemudian memposisikan diri di belakang tubuh sintal Dewi. Sementara matanya melirik ke arah Sarah yang masih berlenggak-lenggok di tengah ruangan, muncullah ide dalam pikiran Maman.
“Heh, lonte kecil, apa kamu tidak ingin memberi hiburan pada bapakmu itu? Kasihan dia, pasti juga butuh hiburan. Sekarang lepas celananya dan kulum kontolnya!!” kata Maman pada Sarah.
Sarah tidak punya pilihan, pelan ia mendekati ayah kandungnya dan melepas celana pendek Somad. Dari sudut matanya menetes air mata bening. “Babeh, maafin Sarah. Sarah tidak punya pilihan,” kata Sarah sambil menangis.
Sementara Somad hanya mengangguk saja, ia tahu penderitaan yang dialami putrinya tersebut. Somad sudah kalah dan tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah.
Sarah mulai memasukkan kontol Somad ke dalam mulutnya dan perlahan gadis cantik itu mulai mengocok kontol ayah kandungnya menggunakan mulut, sementara Somad hanya merem melek menahan kenikmatannya. Maman yang melihat pemandangan itu hanya tersenyum mengejek.
Dewi yang sedang mengocok kontol Ucil melirik ke arah Sarah dan Somad, hatinya seperti diiris-iris melihat ayah dan anak itu dilecehkan oleh Maman. Dewi terus mengocok kontol Ucil, membuat si bocah merem melek merasakan kenikmatan yang mulai datang. Baru kali ini ia menikmati disepong wanita secantik Dewi yang kecantikannya laksana bidadari.
“Aauuuuuuuwwwwwwwww... ssssssssaaaaakkiiiiittt... bannnnggggg...” jerit histeris Dewi merasakan ada benda tumpul segede pentungan satpam membelah liang vaginanya.
“Huuuffftttt... seret banget tempikmu, lonte. Ini mah kontol suamimu yang kecil,” racau Maman saat kontolnya menusuk liang vagina Dewi.
Rintihan Dewi malah semakin membuat Maman lebih bernafsu, Maman mulai menghajar liang vagina Dewi. Gerakannya yang semakin cepat dan kasar malah cenderung brutal, akan tetapi bagi Dewi lama-lama gerakan yang kasar dan brutal itu malah mendatangkan kenikmatan tersendiri. Dewi tidak bisa membohongi hatinya, walau awalnya ia mengutuk perbuatan Maman atas dirinya, namun kini dia malah menikmati perlakuan Maman. Dewi yang awalnya kesakitan, berangsur-angsur sakit yang dirasakannya tadi berubah menjadi kenikmatan yang luar biasa, yang belum pernah ia rasakan saat bercinta dengan Somad, suaminya. Dewi seperti dibawa terbang ke awan.
”Sungguh nikmat sekali rasanya,” batin Dewi. “Akh... akh... akh... akh... aaaaaaaaaaaakkkkkkkghhhhhhh... akuuu keluarrrrr!!” teriaknya saat orgasmenya datang.
Dewi menggelinjang, dia bahkan sudah tidak peduli lagi dengan keadaan dirinya. Ia sudah tidak peduli orang lain mau ngomong apa tentang dirinya, mau dibilang wanita murahan sekalipun ia sudah tidak peduli. Kenikmatan yang dirasakannya saat ini rasanya sungguh luar biasa. Napas Dewi tersengal saat menjemput kenikmatan, tubuhnya terasa lemas dalam posisi menelungkup.
Maman mencabut batang kontolnya dari liang vagina Dewi. Cairan cinta Dewi yang berwarna bening, yang keluar melalui celah vaginanya pun segera ia sedot habis sampai bersih, karena cairan itulah yang akan menambah kesaktiannya.
“Ucil, sekarang gundik satu ini jadi jatahmu. Terserah kamu mau apakan, yang penting aku sudah mencicipinya terlebih dahulu.” kata Maman pada Ucil. Dia berdiri dan berjalan menghampiri Sarah yang sedang menyepong kontol ayahnya.
Sementara itu Somad yang tidak bisa menahan kenikmatan yang datang, lahar panasnya pun menyembur keluar dari batang kontolnya dan memenuhi rongga mulut sang putri. Lelehan sperma Somad nampak keluar di sela-sela bibir Sarah karena terlalu banyaknya cairan kental yang keluar dari kontol ayahnya.
”Plok, plok, plok, plok,” suara tepukan tangan Maman yang mendekat. “Waaaooow... sungguh pertunjukan yang sangat luar biasa,seorang bapak bisa konak dan ngecrot juga disepong oleh putrinya sendiri. Hebat, hebat..” kata Maman merendahkan Somad
“Sekarang giliranku untuk menyenangkan anakmu... tapi aku ingin melakukannya di kamar pribadimu, dan kamu harus melihatnya.” kata Maman.
Dia memberi isyarat pada Ucil untuk melepaskan ikatan di kedua kaki Somad. Lalu keduanya menggiring Sarah dan Dewi beserta Somad masuk ke dalam kamar utama. Ruangan kamar pribadi Somad memang terbilang luas dengan ranjang berukuran besar. Somad duduk di kursi depan meja yang biasa dipakai Dewi untuk berdandan, dengan kedua tangan terikat ke belakang, sementara anak dan istrinya yang sedang  dalam keadaan telanjang bulat tidur telentang di atas ranjang dengan kedua kaki terbuka lebar, dengan Maman berada di depan selangkangan Sarah dan Ucil berada di selangkangan Dewi.
Somad melihat Maman dan Ucil yang tengah menjilati kemaluan anak dan istrinya, hatinya terasa perih membayangkan sebentar lagi anak dan istrinya akan digagahi oleh kedua orang itu di depan matanya.
Maman menjilati kemaluan Sarah dengan buasnya. Sarah yang baru pertama kali mengalami vaginanya dijamah lelaki, menggelinjang dan menceracau tak karuan, gelombang kenikmatan terasa hebat melanda dirinya, matanya merem melek bahkan kadang  kedua bola matanya terlihat memutih. Sementara Dewi walaupun sering melakukan oral seks dengan Somad, tapi kali ini ia merasakan kenikmatan yang benar-benar luar biasa. Ucil walau pun masih bocah remaja tapi Ia pandai membangkitkan syahwat perempuan, jilatan lidahnya terasa liar di kemaluannya, dan Dewi begitu menikmatinya.
Ruangan pribadi Somad kini dipenuhi oleh suara berisik dari kedua wanita cantik itu, hingga akhirnya keduanya mendapatkan orgasme secara hampir bersamaan; didahului oleh Sarah yang tubuhnya melengkung saat menjemput orgasme, disusul Dewi yang juga mencapai puncak kenikmatan.
Maman menyedot habis cairan cinta Sarah dengan bersih, begitu juga Ucil menyedot cairan cinta Dewi sampai bersih tak meninggalkan sisa sedikit pun.Kini keduanya tengah bersiap menggagahi Sarah dan Dewi. Maman mengangkat kedua kaki Sarah dan menempatkan di pundaknya, batang kontolnya yang mengeras ia gesek-gesekkan di bibir kemaluan Sarah.
“Aaaauuuuuuuuuuuuuuuwwwwwww... ssssaaakiiiiiitttttttt...!!” jerit kesakitan yang keluar dari mulut Sarah terdengar menyayat hati. Liang vaginanya yang masih perawan itu dijebol oleh batang kontol Maman yang segede pentungan satpam. Cairan berwarna merah darah keluar melalui celah vaginanya, batang kontol Maman juga berlumuran darah keperawanan milik Sarah.
Dewi yang sedang disetubuhi Ucil bisa membayangkan betapa sakitnya Sarah saat diperawani oleh Maman dengan batang kontolnya yang berukuran jumbo. Ia tidak tega melihat anak tirinya itu merintih-rintih kesakitan. Dirinya yang sudah bukan perawan saja merasakan sakit yang teramat sangat saat batang kontol Maman yang berukuran jumbo menjebol memeknya, apalagi Sarah yang masih perawan.
Ditambah lagi dengan gaya bercinta Maman yang kasar dan cenderung brutal, yang hanya mengejar kenikmatannya sendiri tanpa mempedulikan pasangannya. Berbeda dengan Ucil yang walaupun masih bocah tapi bisa memperlakukannya dengan lebih lembut. Dewi harus mengakui bocah remaja itu memang pandai membangkitkan syahwatnya. Dewi begitu menikmati genjotan Ucil di kemaluannya.
Ucil masih terus memompa vagina Dewi  dengan posisi misionaris. Sejak pertama kali melihat Dewi, bocah itu ternyata langsung suka. Ia suka bentuk tubuh Dewi yang mungil tapi toketnya gede. Sambil terus menggenjot, kedua payudara Dewi yang montok dikenyotinya secara bergantian, kadang juga menggigit kecil puting payudara Dewi yang berwarna kemerahan, membuat Dewi semakin menggelinjang tak karuan. Ia tak ingin kenikmatan yang dirasakannya sekarang berlalu dengan cepat, Dewi menginginkan ini terus terjadi.
Wanita cantik itu sudah tidak terlihat seperti  orang diperkosa. Dewi melingkarkan kedua kakinya ke pinggang Ucil, sementara kedua tangannya menangkup leher bocah itu. Ucil pun mendekap erat tubuh Dewi melalui bawah ketiaknya sambil terus menggenjot. Sungguh pemandangan erotis seorang wanita dewasa dan cantik jelita tengah disetubuhi oleh bocah yang masih berusia belasan tahun dengan wajahnya yang buruk rupa, namun persetubuhan itu terlihat begitu hangat.
“Aaaaaakkkhhhhh... terussss... ennaaakkk...” lenguh Dewi saat itu.
Maman dan Sarah sudah berganti gaya, dengan posisi sama-sama tidur menyamping. Sarah menghadap ke arah Dewi yang ada di sampingnya, sementara Maman menyetubuhinya dari arah belakang. Kaki kiri Sarah diangkat oleh Maman seperti kaset kosong yang sedang diisi. Perlakuan kasar dan brutal Maman kepada Sarah malah membuat Sarah yang tadinya kesakitan begitu menikmati perlakuan itu. Dalam pemikirannya, Maman yang kasar justru laki-laki pertama  yang mengajarinya meraih kenikmatan surga dunia.
Maman  terus menyetubuhi Sarah, dengan leluasa kedua tangannya merangkul tubuh Sarah yang molek. Terkadang Maman juga meremasi kedua payudara Sarah yang montok. Dia memalingkan wajah Sarah ke arahnya sambil terus menggenjot, bibirnya yang tebal melumat bibir Sarah yang ranum. Sarah yang juga dilanda birahi tinggi membalas pagutan Maman tak kalah liar.
“Aakkh... akkhhh... akkkhhhh... akkhhh... ennnaaaak... bang!!” Sarah menceracau.
Sarah dan Dewi telah berubah menjadi binal. Melihat kenyataan itu Somad hanya diam terpaku. Ia sudah tidak bisa berpikir dengan jernih, bermacam konflik batin melanda dirinya. Di satu sisi ia menikmati pemandangan di depannya, namun di sisi lain ia berontak. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya batang kontolnya yang kembali mengeras dan ada cairan putih meleleh dari ujung kontol itu.
Tak terasa sudah satu jam lebih kedua pasangan itu bersetubuh hingga akhirnya kedua pasangan itu hampir orgasme secara bersamaan, kali ini dimulai dari Dewi dan Ucil.
“Aaaaaakkkkkhhhhhhhhhhh... sayang, aku keluarrrr...!!” lenguh Ucil saat orgasme melandanya bersamaan dengan Dewi. Napas keduanya terdengar memburu.
Bocah itu memuntahkan spermanya ke dalam rahim Dewi, sambil tubuhnya yang kurus ambruk menindih tubuh Dewi yang montok. Sementara pasangan Sarah dan  Maman juga mencapai orgasme hampir bersamaan, dimulai dari Sarah yang mendapatkan orgasme untuk ketiga kalinya.
“Aaaaaaaaarrrrrrrgggggggg... baaaanggg... Sarah keluarrrrrr...” teriakan Sarah memenuhi ruangan.
Disusul Maman kemudian, ”Haaaarrrrggggghhhhhhhhh...” Dia menggeram menjemput kenikmatannya dan memuntahkan seluruh spermanya ke dalam rahim Sarah.
Kedua pasangan itu nampak sudah begitu kelelahan hingga mereka berempat akhirnya tidur dalam satu ranjang dalam keadaan bugil. Begitu juga Somad yang tertidur di kursi dalam keadaan duduk dengan kedua tangan terikat ke belakang.

Pagi pun datang, Maman terbangun lebih dulu. Ia menuju kamar mandi dan membersihkan diri, lalu bersiap-siap pergi. Sebelum pergi ia membangunkan Ucil yang masih  tidur dengan diapit dua wanita cantik.
“Heh, Ucil... bangun!!” Maman menggerak-gerakkan tubuh Ucil hingga terbangun.
“Hoooaammmm... i-iya, bang. Ada apa?” tanya Ucil.
“Aku mau pergi melihat keadaan di luar, kamu disini saja sambil mengawasi Somad, dan kamu boleh melakukan apa saja kepada kedua gundik itu. Oh iya, ajak kedua anak buah Somad untuk menikmati gundik-gundik ini. Kasihan mereka, kerja disini tapi somad tidak mau membagi kesenangannya.” kata Maman.
“Siap, bang. Memangnya abang udah puas dengan mereka?” tanya Ucil.
“Baiklah, aku keluar dulu.” Maman berlalu meninggalkan Ucil tanpa menghiraukan pertanyaannya.
Maman keluar dengan naik motor matic milik Somad, ia menuju area komplek perkantoran. Namun saat melewati tikungan, dari arah yang berlawanan ada sebuah mobil sedan toyota Camri yang mengambil jalan terlalu ke kanan hingga tak ayal tabrakan pun terjadi. Maman terpental dari motornya dan akhirnya jatuh ke pinggir jalan.
Mobil sedan itu berhenti. Dari dalam mobil itu keluar dua orang, yaitu seorang laki-laki tua dan seorang wanita cantik. Mereka adalah Sabeni dan Anna, keduanya segera menghampiri Maman yang tergeletak di pinggir jalan. Saat itu sebenarnya tidak terjadi apa-apa sama Maman, dia sehat-sehat saja. Tapi mengetahui orang yang menabraknya berhenti dan menghampirinya, Maman berpura-pura pingsan. Sabeni dan Anna menghampiri Maman yang tergeletak.
Mengetahui bahwa orang  yang tergeletak di pinggir jalan itu adalah Maman, Sabeni begitu  kaget. “Maman... Maman... Mamannnnn... kamu tidak apa-apa, Nak?” Sabeni berusaha membangunkan Maman, tapi Maman masih berpura-pura pingsan.
Bagaimana kelanjutan dari pertemuan Sabeni dan Maman, tunggu di episode berikutnya...

Bersambung

No comments:

Post a Comment