Adegan di Kamar Tidur 2 : Hilangnya Kehormatan Sumirah
Pak Jamal
menelan ludahnya berulang-ulang, jakunnya turun naik menyaksikan pemandangan di
depan matanya. Siswi madrasah ABG berusia belasan tahun – diperkirakannya
sekitar tujuh belas tahun – yang dikenalnya sejak peristiwa pembantaian Murtiasih
(baca kisah terdahulu Ustadz Mamat) itu bernama Sumirah atau dengan panggilan
sehari-harinya 'Irah', kini hanya berdua dengannya di kamar!
Sumirah
yang demikian ayu elok dan manis itu masih di bawah pengaruh obat penenang dan
juga obat perangsang yang tak disadari diminumnya sekitar dua jam lalu. Sumirah
tetap belum sadar ketika beberapa menit lalu pak Jamal menggendongnya keluar
dari mobil, membawanya masuk ke dalam rumah milik pak Fikri, kemudian dibawa
masuk ke sebuah kamar tidur yang ditunjuk oleh si pemilik rumah
Jilbab yang
biasanya menutupi rambut serta lehernya telah tergeser ke bawah ketika tubuhnya
dipanggul oleh pak Jamal. Sandalnya juga telah terlepas, demikian pula kaus kakinya.
Bahkan sarung panjang yang menutup hingga mata kakinya pun tersingkap sehingga
betis putih sangat menantang mata lelaki miliknya kini menjadi santapan mata
pak Jamal.
Bagian atas
tubuhnya pun tak lagi terlindung secara rapih oleh kebaya yang biasa sehari-hari
tertutup rapat. Kancing dan peniti penjaga kebaya di bagian depan telah
sebagian besar berantakan. Akibatnya belahan bukit kembar di dada Irah
mengintip keluar, gundukan daging gempal terlindung BH putih dengan pinggiran
renda muncul di hadapan mata Jamal yang ganas.
Pak Jamal
menjulurkan lidah untuk membasahi bibirnya, lehernya dirasa sangat kering
menghadapi gadis muda yang masih setengah tidur itu. Dari hidung Sumirah yang
bangir terdengar nafas halus, matanya masih tertutup, tangannya tetap
menggenggam saputangan yang memang sering dipakainya dengan dibasahi air mawar
harum.
Pak Jamal
meletakkan tubuh Sumirah di atas ranjang, tangan nakalnya membuka beberapa
kancing peniti yang tersisa, yang masih menutup kebaya si siswi madrasah itu.
Kemudian disingkapnya lebih lanjut sarung Sumirah ke atas sehingga kini bukan
saja betisnya, namun paha begitu licin mulus bak batu pualam putih pun terpampang,
pada saat mana Sumirah malahan menekuknya sehingga sarungnya semakin tersingkap
dan selangkangannya menjadi terbuka, membuat pak Jamal hampir terbatuk-batuk
karenanya.
Karena
selangkangan Irah terbuka tanpa disadari oleh sang empunya, maka pak Jamal
dapat melihat betapa halusnya kulit paha Irah yang putih kuning langsat karena
selalu terlindung dan tak coklat terbakar sinar matahari. Pak Jamal menarik
nafas dalam-dalam namun dengan dengus tertahan, karena ia ingin memakai
kesempatan selama mangsanya belum pulih kesadarannya untuk menarik ke bawah dan
mencopoti celana dalam Sumirah yang berwarna merah muda!
Celana
dalam tipis dengan renda itu perlahan-lahan ditarik pak Jamal ke bawah. Semula
agak sulit karena tertindih oleh pinggul Sumirah, namun dengan kesabaran yang
cukup mengagumkan, pak Jamal sedikit demi sedikit dapat melorotinya. Akhirnya
sebercak kain merah muda tipis penutup aurat Sumirah itu pun ditarik turun
melewati paha, lolos melalui kedua lututnya, dan pada saat Sumirah tanpa sadar
membalik tubuh maka lepaslah lewat kakinya!
Namun pak
Jamal masih dapat menahan diri dan tak langsung menerkam mangsanya itu,
perlahan-lahan ia berdiri di samping ranjang, satu persatu baju dan celananya
sendiri ia lepaskan, sambil tetap mengawasi calon korbannya. Ketika ia hanya
tinggal memakai celana dalam saja, pak Jamal kembali naik ke ranjang dan kini
merebahkan dirinya di samping kanan Sumirah.
Pak Jamal
yang terkenal sebagai pejantan kampung telah sering menggarap wanita di desanya
– pada umumnya wanita muda yang telah bersuami tapi kurang memperoleh nafkah
badaniah, demikian pula janda kembang entah karena diceraikan atau ditinggalkan
suami yang meninggal pada usia muda.
Namun tak
diingatnya lagi kapan ia pernah menggauli seorang gadis muda remaja, apalagi
anak ABG siswi madrasah seperti Sumirah. Tak disangkanya ketika memasuki usia
pertengahan lima puluhan masih memperoleh kesempatan menikmati tubuh Murtiasih
beberapa bulan lalu, sebagai ’bonus’ dari Ustadz Mamat (baca kisah mengenai
Ustadz Mamat sebelumnya).
Kini di hadapannya
menggeletak seorang siswi madrasah lainnya yang hampir seusia dengan Murtiasih,
siswi yang sehari-hari memang agak genit, apalagi jika sedang bergaul dan
bercanda tertawa cekikikan bersama dengan Rofikah. Pak Jamal membayangkan
betapa serunya adegan di kamar pak Fikri yang pasti sedang berusaha menguasai
dan menggagahi Rofikah. Khayalannya itu semakin menggugah rencananya untuk
mencicipi tubuh Irah yang pada saat itu dengan tak terduga rupanya mulai sadar
dan perlahan-lahan membuka matanya!
"Iiih,
pak Jamal, kenapa ada disini? Ayo keluaar! S-saya dimana, pak? Tolongin saya pulang
ke rumah, Pak. J-jangan macam-macam, kita tak baik berduaan di kamar,"
suara Irah terdengar panik.
"Tenang
aja, non geulis... ditanggung aman deh, non, asal jangan berisik. Ntar mamang
pulangin non ke madrasah, atau mau ke rumah juga boleh. Tapi sebelonnya mamang
mau ngelonin si non geulis," demikian pak Jamal yang langsung menyergap
dan menarik tubuh Irah yang berusaha bangun.
"Toloong!
Saya mau diapain? Enggak mau begini, kurang ajar!! Ntar aku laporin polisi lho,
ayo lepasin..." Irah bergumul dengan lelaki setengah baya yang kembali
berhasil meletakkannya di ranjang.
"Eeh...
udah dibilang jangan berisik, malahan cerewet! Jangan rewel, non, percuma
ngelawan! Kan si non juga pengen ngalamin seperti temen non Murtiasih itu, ayo
sini deh mamang ajarin! Tadi mamang udah ngeliat barang non, tembeeem banget...
keliatannya siiip dihiasin rambut halus! Bener nggak, non? Hehehe," pak
Jamal menyeringai mesum selebar-lebarnya sambil menatap Sumirah.
Sumirah
sangat terkesiap mendengar kalimat terakhir itu, dan baru disadarinya bahwa ada
sesuatu yang sangat lain daripada biasa di selangkangannya. Baru disadarinya
bahwa selangkangannya telah 'kehilangan' sesuatu : terasa jauh lebih dingin
daripada biasanya – ooh, kemana celana dalamnya?
Penuh
dengan rasa panik, Sumirah kembali berusaha bangun sambil sejauh mungkin
merapatkan kedua pahanya. Namun kali ini pak Jamal telah bersedia : tubuh
Sumirah langsung ditindihnya dan mulutnya segera membekap dan menciumi hingga
membuat Sumirah gelagapan dan menggeliat-geliat pelan.
Keadaan
Sumirah sudah sangat tak menguntungkan karena pak Jamal sendiri telah lepas semua
pakaiannya terkecuali celana dalamnya yang agak dekil, sedangkan busana muslim
yang biasanya menutup tubuh Sumirah dengan rapih kini telah berantakan, bahkan
celana dalamnya telah tergeletak di lantai.
Pergulatan
yang tak sebanding itu berjalan beberapa menit. Jilbab Sumirah telah lepas
terhempas di lantai, kebaya serta sarungnya berantakan tak karuan. Sementara
pak Jamal yang menyekal kedua tangan Sumirah di atas kepalanya, kini mulai
menciumi dan menyupangi leher korbannya.
"Lepaaaaas!
Lepasin saya! T-toloong... saya enggaak relaaa! Ooooouuffhh..." kembali Sumirah
merintih saat pak Jamal menciumi bibirnya dengan rakus, lalu turun lagi ke
leher, bahu, dan menancap di ketiak.
"Duuuuh
siaaaah... sedeeep teuuiiing nih ketek! Licin amat, slurrrrp... engggak puas-puas
mamang mau ngejilatin teruuuus... wangi amat nih ketek, emang gadis madrasah
lain baunya kali," pak Jamal tak habisnya mengendus, mencium, menjilati
dan menyupangi ketiak Sumirah kanan dan kiri.
Semua
rontaan Sumirah sia-sia saja, bahkan semakin memacu pak Jamal yang kini hanya
menyekal kedua nadi Sumirah dengan satu tangan kirinya yang kuat, sementara
tangan kanannya menjelajahi serta mulai menggerayangi ke dalam kebaya Sumirah,
mencari bukit daging kembar yang gempal dan kenyal.
Sumirah
tetap menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan dengan penuh keputus-asaan.
Secara tak sengaja matanya melihat beberapa codetan panjang bekas luka di dada
pak Jamal yang sedikit dipenuhi bulu, hal sama terdapat pula di lengan atasnya
yang masih cukup berotot keras. Terpana mata Sumirah menatap bekas-bekas luka
itu dan terbersit rasa ketakutan di matanya, yang mana itu tidak lolos dari pengamatan
pak Jamal yang langsung menggunakan kesempatan untuk mengancam!
"Hehehe...
bagus ya, non, banyak codetan bekas bacokan golok dan pisau di badan mamang...
biasa deh, kalo ada yang enggak nurut dan ngelawan, mamang jadi berkelahi. Tapi
semua udah diberesin langsung, enggak ada lagi yang ngerepotin mamang karena
semuanya udah masuk ke dalam tanah," pak Jamal mendadak mengubah nada
suaranya menjadi dingin dan memberikan gerakan jari menyilang di depan leher
yang berarti bahwa semua musuhnya telah digorok dan ia bunuh!
Sumirah tak
tahu apakah benar apa yang dikatakan oleh pak Jamal, namun tanpa sengaja ia
rasakan tubuhnya gemetar menggigil dan bulu badannya berdiri gara-gara ngeri
atas ucapan tersebut. Sebagai lelaki berpengalaman, pak Jamal mengerti bahwa
ucapannya memberikan pengaruh besar pada siswi madrasah muda dan lugu yang
semakin lama semakin berada dalam kekuasaannya itu.
"Hehehe...
jangan takut, non, mamang udah umpetin pisau mamang di bawah ranjang. Pokoknya
si non enggak bakalan mamang sakitin asal nurut, engga ngelawan dan jangan
bikin berisik, ngarti?" pak Jamal melanjutkan jamahan dan remasannya di
gunung kembar gempal di dada Sumirah, lalu putingnya dipijit serta dicubit-cubitnya,
menyebabkan Sumirah jadi meringis dan menggeliat kesakitan. Meskipun sehari-hari
agak genit, namun pak Jamal menduga bahwa belum pernah ada lelaki melakukan hal
seperti itu pada Sumirah.
"Hehehe...
enak enggak, non? Geli ya sampe ngegelinjang begitu? Ini belon apa-apa, non,
mamang tambahin lagi nih... mau netek di susunya si non, uummh... legitnya! Cuuppp...
nyyuuuum... duuuh siaaah, mamang isep dan sedot supaya makin lancip ya, non? Tuh
udah mulai ngacung dan merah muda kaya jambu," pak Jamal kini bergantian
menggigit dan menyedot-nyedot puting Sumirah sehingga anak ABG ini makin
gelisah kelojotan, namun dari puting yang digigit-gigit itu muncul aliran rasa
hangat dan geli menyebar ke seluruh tubuhnya.
"Aaah...
aoouuh... udaah dong, maaang! Gelii... ngiluuu... aauhh!! Irah enggak mau,
udahan dong mainnya! Lepasin, oooh... Iraah enggak tahan!!" Sumirah makin
menggelinjang.
Dirasakan
kedua buah dadanya semakin membengkak dan selain itu muncul kehangatan di tengah
selangkangannya sebagai akibat dari obat perangsang yang secara tak sadar
diminumnya tadi. Sumirah merasakan bahwa selangkangannya yang telah tak
tertutup celana dalam itu semakin lembab dan juga ada rasa geli serta keinginan
untuk meraba dengan jari tangannya sendiri. Namun hal itu tak mungkin
dilakukannya karena bertentangan dengan rasa kehormatan dan malu. Sehingga tak
sadar Sumirah hanya mencoba membuka menutup kedua pahanya, selain itu kedua
kakinya yang jenjang melurus, kemudian menekuk, lalu melurus lagi secara
bergantian. Kedua pipinya terlihat semakin muncul merah merona, hembusan
nafasnya semakin cepat tak teratur disertai keluhan halus.
"Hehehe,
bageuur eeuuy... si non makin cakep aja, udah waktunya nih mamang akan
memanjakan si non. Abis netek begini biasanya mamang pengen minum air madu. Non
mau sekalian diajarin nyepong apa engga? Apa ntar aja kalo mamang banjiran di mulut?
Iya deh mamang ngajarinnya pelan-pelan supaya non jadi pinter dan belajarnya
gampangan," pak Jamal melepaskan cekalan dan remasannya, kemudian
menyerosot turun sambil melepaskan pakaian Sumirah sehingga akhirnya
terlihatlah semua tubuh indah dan montok siswi madrasah yang kini hanya
menolehkan kepalanya ke samping.
Sumirah tak
berdaya melawan rangsangan tubuhnya sendiri, namun rasa malu jengah dan
penyesalan menyebabkan air matanya mulai berlinang dan tubuhnya terguncang pelan
oleh isak tangis.
Namun
semuanya tak akan lagi menghentikan keinginan pak Jamal untuk menggauli gadis
muda ABG ini. Pak Jamal sebagai pejantan kampung memang selama ini cukup sering
bersenggama dan merogol pelbagai wanita di desanya, namun belum pernah dengan
seorang gadis siswi madrasah.
Kesempatan
ini tentu saja tak akan diabaikannya. Ketika Murtiasih berhasil masuk
jebakannya dan dibantu Rofikah serta Sumirah akhirnya digarap oleh Ustadz
Mamat, maka pak Jamal memang sudah bertekad untuk suatu waktu menikmati tubuh
ketiga siswi itu. Baginya tak menjadi soal siapa yang akan pertama kali
digaulinya, dan rejekinya memang malam ini memperoleh Sumirah.
Kini pak
Jamal telah berhasil menempatkan dirinya diantara kedua paha Sumirah yang
terkuak, tak ada gunanya sang korban berusaha membalik diri ke kanan atau ke kiri,
tindihan pak Jamal terlalu berat. Kedua tangan pak Jamal masih berada di atas
dan tak hentinya meremas-remas buah dada Sumirah, sementara mulutnya disertai
lidah basah menjulur keluar menyapu pinggang dan perut gadis muda itu.
Pusar
Sumirah yang cekung ke dalam kini telah basah oleh ludah pak Jamal, kecupan
hangat terus menerus menjalari seluruh pori kulit putih mulus : dari perut dan
pusar semakin turun mengarah ke selangkangan. Disitu kecupan-kecupan pak Jamal
semakin ganas dan brutal disertai dengan gigitan kecil di lipatan paha,
kemudian bagian dalam paha, dan setelah menimbulkan beberapa cupangan merah
akhirnya menuju bukit Venus dengan celah sempit yang tepinya dihiasi bulu-bulu halus
terawat rapi.
Kedua
tangan pak Jamal melepaskan cengkramannya pada buah dada Sumirah, kini telah
turun mengusap paha mulus si gadis yang telah lemas terbakar nafsu birahinya
sendiri. Sambil menekan kedua paha Sumirah dengan sikunya agar tetap membuka
selebar mungkin, maka jari-jari tangan kiri pak Jamal kini berada di kiri-kanan
bibir kemaluan Sumirah dan menguakkannya dengan perlahan-lahan.
Mata pak
Jamal melotot bagaikan akan keluar dari cekungannya ketika melihat betapa indah
dan menggiurkannya dinding vagina Sumirah yang berwarna coklat muda agak
kemerahan. Pembuluh darah yang demikian halus tampak menghiasi dinding yang
terlihat mulai mengkilat akibat dibasahi oleh cairan alamiah itu. Ketika bibir
kemaluan Sumirah semakin ia kuakkan, maka terpampanglah lubang kencing yang
demikian kecil, dan di bawahnya... di bawahnya, ooooh itukah yang disebut
selaput dara?
Bagaikan
seorang petualang menemukan harta, pak Jamal semakin mendekatkan wajahnya ke
lubang surgawi mangsanya. Aah, betul rupanya omongan orang-orang bahwa selaput
kegadisan agak berbentuk bulan sabit dan terletak di bawah lubang kantung
kemih. Tak sanggup lagi menahan nafsunya, pak Jamal langsung menempelkan hidung
dan bibirnya ke vagina Sumirah.
"Sshh...
cuup, cuupp, slrruupp... aaah, wuuih manisnya nih madu si non, rejeki nomplok
bisa ngirup madu cewek... slrrrrrruuup... duuuh segernya! Mamang ganti bayar
madunya ama liur mamang ya supaya semakin licin? Cakepnya si non pas lagi
dijilatin kayak gini," pak Jamal mengulurkan lidahnya yang besar dan kasap
untuk menyapu dinding celah kelamin Sumirah.
"Aaiih...
emmhh... oooh, pak, Irah diapain lagi? Geli, pak, nngghh... oooh... gelii, sssh...
ooohh... iih, Irah enggak tahan," Sumirah menceracau dengan tanpa sadar
kedua tangannya kini meremas-remas buah dadanya sendiri dan menarik-narik
putingnya yang mungil indah.
"Enaak
teuing ya, non? Betul engga tuh mamang bilang, jadi ketagihan kan? Sekarang
mamang ajarin supaya non melayang ke surga ke tujuh ya, nih gini caranya,"
bagaikan mencari butir perhiasan nan mahal, pak Jamal membuka lipatan atas
bibir vagina Sumirah. Bagaikan penis mini seorang bayi laki-laki yang baru
lahir, muncullah tonjolan daging diantara lipatan bibir memek Sumirah, seolah
malu dan segan menampilkan dirinya. Namun kelentit yang dicari-cari itu
langsung dikecup, diciumi, dan dijilati oleh pak Jamal. Sumirah yang telah
terbuai dengan nafsu birahi kini menghentakkan kakinya bagaikan terkena aliran
listrik tegangan tinggi, apalagi ketika kelentitnya tersapu kumis kasar pak
Jamal.
"Aaiih...
iihh... eemph... aah, geli amat, pak! Udaah..." Sumirah menggeliat-geliat
dan berusaha berontak melepaskan dirinya, namun kedua pahanya tetap berada
dalam tekanan lengan dan siku pak Jamal sehingga tetap terpaksa mengangkang
lebar.
"Toloong,
pak... aauuw! U-udah, hentikan! Gelii... aauww! Oooh... iiih... Irah pengen
pipis, oooh... lepasin dong, pak! U-udaah," bagaikan orang sedang kalap
terkena serangan ayan, Sumirah menghentak-hentak dan menendang, sementara semua
jari tangannya justru malah menjambak rambut pak Jamal dan menekan kepalanya
seolah-olah ingin dirangsang terus.
Sinyal
sangat khas yang begitu nyata ini tentu saja begitu dikenal oleh pak Jamal yang
kini justru semakin meningkatkan kegiatannya. Klitoris yang telah menonjol
diantara lipatan bibir kemaluan Sumirah kini dijepit oleh pak Jamal diantara
bibirnya, disapu dan diusap dengan lidahnya, kemudian digesek serta digéwel
dengan menggunakan barisan giginya yang digerakkan ke kiri dan ke kanan.
Rangsangan
semacam ini tak akan dapat ditahan oleh wanita manapun, meskipun ustazah alim
shalihah berpengalaman bagaimanapun pasti akan langsung blingsatan dan takluk! Apalagi
yang sedang menghadapi serangan ini adalah gadis muda siswi madrasah yang masih
asing lelaki.
Tanpa
disadarinya tubuh Sumirah semakin terangkat dari kasur, semakin melengkung,
dari lubang hidung yang mungil terdengar nafas memburu bagaikan seekor kuda sedang
berpacu. Mata Sumirah membeliak terbalik ke atas, tangannya melepas sementara
rambut pak Jamal lalu menarik sprei ke mulutnya untuk digigit sekuat tenaga.
Kemudian kedua tangannya itu kembali menekan kepala pak Jamal sekuatnya seolah
ingin agar rangsangan di klitorisnya semakin ditingkatkan, kedua paha betisnya
menendang dan membuka menutup tak beraturan. Pada saat itu pak Jamal secara
sadis meremas dan mencubit puting Sumirah dengan jari-jari tangan kirinya, lalu
sekaligus telunjuk tangan kanannya menjelajah di bawah vagina dan dengan tiba-tiba
menusuk masuk ke anus Sumirah yang amat sempit.
"Ummmppffh...
eemmppffh... aiiihh... auww... Irah pipis!! Ohh, pak... auoohh," tubuh
Sumirah melengkung bagaikan busur yang siap melepaskan anak panah, mengejang
dan gemetar selama beberapa menit disaat mengalami orgasme pertama kalinya.
Setelah sesaat, barulah akhirnya perlahan-lahan melemas dan menghempas kembali.
Namun pak
Jamal masih belum puas. Setelah tubuh Sumirah terhempas kembali dikasur, maka
dengan sadis pak Jamal memulai kembali rangsangannya. Kedua puting susu Sumirah
yang semakin membengkak dan mengacung ke atas itu dijadikannya sasaran kembali.
Ia mempulir-pulir, mencubit-cubit, menggigit-gigit dan mengenyot-ngenyot penuh
nafsu, bagaikan seorang bayi raksasa telah kehausan sehari semalam tak
diberikan susu ibu. Terutama gigitan sadis yang membuat ngilu itu memaksakan
Sumirah kembali dari dunia ekstase setelah orgasme pertama.
Sumirah
menggeliat dan merintih-rintih ketika putingnya terasa perih dan lecet karena gewelan
dan gigitan buas pak Jamal. Setelah puas dengan meremas dan membuat kulit buah
dada sang mangsa penuh cupangan serta bercak merah, maka pak Jamal turun
kembali dan mulai menjilati lagi kemaluan Sumirah. Tanpa ampun celah sempit di
bukit Venus berbulu halus itu ia kuakkan kembali, dijilatinya dinding yang
merah muda itu, dicarinya kelentit yang sedemikian peka, diulangi lagi
ritualnya dengan maksud membangunkan birahi sang siswi yang malang itu.
Tak
sangguplah Sumirah menghadapi serangan bertubi-tubi lelaki setengah baya yang
begitu berpengalaman : tubuhnya yang telah letih, lemas dan mandi keringat itu
mulai melengkung dan membusur ke atas. Sepuluh menit kemudian terdengar kembali
jeritan histeris Sumirah, kali ini pak Jamal tanpa kasihan memaksanya untuk
orgasme tiga kali berturut-turut!
Sumirah
merasakan seolah-olah dilandai badai tsunami : jutaan bintang menguasai
pandangan matanya, jutaan bintang meledak di dalam kepalanya, tubuhnya bagaikan
dihempaskan ombak samudra hindia ketika sang penghuni Nyai Roro Kidul sedang
mengamuk. Setelah ketiga kalinya kejang dan kesadarannya sama sekali hampir
punah, barulah pak Jamal menghentikan kegiatannya, karena ia telah siap bersenggama!
Pak Jamal
menyeringai dan tersenyum penuh kepuasan melihat korbannya telah runtuh semua
pertahanannya dan takluk terhadap tindakan apapun yang akan dilakukan pak Jamal
berikutnya. Kini telah tiba saatnya pak Jamal mengambil piala utama di petang
hari itu, piala kemenangannya terhadap gadis alim shalihah. Piala itu hanya
berupa kegiatan beberapa menit menembus selaput pertahanan dan pemisahan status
seorang gadis dan wanita dewasa. Pak Jamal kembali menarik dirinya ke atas
tubuh Sumirah yang mengkilat mandi keringat akibat orgasmenya. Nafas Sumirah
masih memburu, terlihat dari naik turun buah dadanya dengan puting mencuat
tajam. Selangkangannya tetap terkuak dan rambut halus di sekitar memek Sumirah
tampak basah dengan air mazi serta air ludah pak Jamal yang menjilatinya
beberapa menit lalu.
Pak Jamal
menarik nafas panjang, menahannya selama mungkin. Jari-jari tangan kirinya
menguakkan kembali bibir kemaluan Sumirah. Dengan tangan kanannya diarahkannya
penisnya yang menegang maksimal sejak melihat orgasme calon mangsanya. Setelah
kepala batang rudalnya diletakkan diantara belahan vagina Sumirah dan
dirasakannya cukup mantap, dijepit bibir kemaluan berwarna kemerahan itu. Pak
Jamal kemudian mengangkat dan meletakkan betis mangsanya di bahunya, lalu
perlahan-lahan ia menekan ke bawah.
Sekali dua kali tusukannya meleset, namun akhirnya kepala penis berwarna
merah tua dengan bentuk topi baja itu meretas masuk di belahan hangat, senti
demi senti lembing daging itu menghilang ke dalam lembah hangat licin dan
menemukan pertahanan.
"Aduuh...
aauww! Nyerii, pak... sakiiit!! J-jangan, pak... lepasin! S-sakiit, pak... ooh...
udah!! Auw, ampuun..." Sumirah merasakan bagian dalam memeknya bagai
disayat pisau, pinggulnya mengesot ke kiri dan ke kanan menahan rasa sakit.
Sangat
berbeda dengan Sumirah yang kesakitan, maka pak Jamal justru merasakan
kebanggaan tak terkira ketika alat kejantanannya masuk perlahan-lahan ke dalam
liang nirwana gadis muda itu. Setengah jalan dirasakannya ada yang menahan
tembusan penisnya dan pak Jamal tersenyum lebar karena yakin bahwa penahan itu
adalah selaput kegadisan Sumirah. Ekspresi wajah mangsanya yang ayu cantik
namun telah sepenuhnya dikuasai itu justru makin memacu nafsu birahinya.
Dengan
penuh rasa kepuasan pak Jamal menekan lebih kuat ke depan, sementara kedua
tangan Sumirah memukul lemah dadanya yang kekar penuh codetan. Dengan senyum
mesum disertai nafsu iblis pak Jamal merejang kedua pergelangan tangan Sumirah,
ditekannya ke kasur sehingga tak mungkin si gadis ini mencakar atau meronta
lagi. Disertai dengusan bagai banteng ketaton, pak Jamal menghunjam ke depan
dan dirasakannya bahwa pertahanan di dalam vagina Sumirah akhirnya berhasil
ditembus.
"Uuh,
sempitnya nih memek... non geulis kenapa meringis nangis? Ntar pasti keenakan,
mmh... aah, kerasa jebol di dalem enggah, non? Kasian si non ngerasa ngilu,
mamang licinin lagi ya supaya enggak terlalu perih? Duuh, begeuuuur teuiiing,
mamang jadi makin napsu aja, hehehe." pak jamal kembali menciumi mulut
Sumirah yang setengah terbuka. Lidah Sumirah disedot serta dijepit diantara
bibir tebalnya, kini ludah pak Jamal makin bercampur dengan ludah Sumirah.
"Eemmuuppffh...
uuddhh... aauummppffh... aauuww, sakiiit! A-ampuun, pak!!" Sumirah
menangis terisak-isak, tusukan dan hunjaman pak Jamal dirasakannya semakin
menyiksa masuk ke dalam sehingga terasa ngilu menjalar sampai ke ulu hatinya.
Memang
telah beberapa kali ia mendengar dari tetangga serta kenalan wanita yang telah
menikah bahwa proses metamorfose dari gadis menjadi wanita dewasa di malam
pengantin sering disertai dengan rasa sakit. Namun apa yang dirasakannya saat
ini sama sekali di luar dugaannya, jauh lebih sakit daripada perasaanya semula.
Sumirah
tetap berusaha menggeser pinggulnya ke pelbagai arah ketika alat kejantanan pak
Jamal menumbuk mulut rahimnya yang penuh ribuan ujung syaraf peka. Namun semua
tak mengurangi atau meringankan rasa perih dan ngilu karena dinding memeknya
yang masih luka memar itu tetap digesek-gesek bagaikan diampelas oleh kulit
kasar penis pak Jamal. Bahkan usaha goyang dan geseran pinggul Sumirah itu
menyebabkan salah dugaan pak Jamal bahwa gadis korbannya justru mulai merasakan
kenikmatan, sehingga semakin seru dan mantaplah pak Jamal menggerakkan
penisnya.
"Wah,
mulai ngerasa enak ya, non? Mamang bilang juga apa, sedap kan di entot? Pinter
banget si non, mulai goyang pantat kaya penyanyi dangdut ngebor di panggung. Mamang
mulai enggak tahan nih, yahud amat si non makin geuliiiis... cakepnya dipompa,
aah... uuh!!" pak Jamal mengarahkan dan menumbuk senjata dagingnya ke semua
sudut celah surgawi mangsanya.
Masuk
keluar, masuk keluar, dorong tarik, tarik dorong, sebentar halus dan perlahan,
mendadak berubah menjadi sangat kasar dan brutal. Siswi madrasah yang baru
kehilangan kegadisannya itu hanya dapat mengikuti saja semua kemauan
pemerkosanya. Percuma saja melawan karena justru akan lebih memacu nafsu
hewaniah kuli pembersih di madrasah itu. Sumirah mulai membiasakan hidungnya
dengan bau keringat pak Jamal yang kini bersimbah bercampur dengan keringatnya.
Tak ada
lagi yang sanggup dipertahankannya, Sumirah hanya mengharapkan agar semuanya
cepat berlalu dan ia akan segera pulang untuk melupakan pengalaman pahitnya yang
ibarat mimpi buruk. Tapi pak Jamal ternyata mempunyai stamina yang sangat
mengagumkan untuk seorang pria seusianya.
Setelah
dirasa bahwa perlawanan Sumirah sama sekali tak ada, maka justru ia membalik
badan dan meminta agar gadis itu menungganginya dalam posisi "woman on
top". Karena Sumirah telah lemas dan terlalu letih, maka justru pak Jamal
yang mencengkeram pinggang langsing korbannya. Kemudian dia naik-turunkan tubuh
Sumirah bagaikan boneka, sehingga memeknya ditikam dan ditusuk tusuk dari arah
bawah oleh tombak daging yang mengacung ke atas dengan begitu gagahnya.
Setelah
puas menjarah Sumirah dalam posisi ini, pak Jamal kini menyuruhnya merangkak
bagaikan seekor anjing, kemudian didekati mangsanya dari belakang dan kembali
dibelah vaginanya. Tanpa rasa kasihan sedikit pun, pak Jamal kini menggarap dan
mengerjai Sumirah dari arah belakang, dan karena sudah amat lemas maka Sumirah
tak sanggup lagi menunjang tubuhnya sendiri dengan lengan yang diluruskan.
Akhirnya
Sumirah hanya sanggup menumpang tubuh atasnya dengan lengan atas dan bertopang
di siku yang menekuk. Kepalanya yang sudah tak tertutup jilbab dengan rambut
acak-acakan menyentuh kasur, setiap genjotan dan jedugan pak Jamal dari
belakang hanya dijawab dengan lenguhan dan desahan putus asa, terputus-putus
diantara isak tangis memilukan.
Pak Jamal
merasakan bahwa gejolak lahar panasnya telah sangat meninggi di dalam biji
pelirnya, secara iseng dan sadis ia menyentuh dan mencolek lubang kecil
dilindungi otot lingkar mengkerut-kerut. Dengan penuh kepuasan dilihatnya otot
pelindung yang masih mengerut itu berkontraksi menarik si lubang kecil hingga semakin
menciut bersembunyi di tengah bongkahan pantat yang sangat menantang.
Namun kali
ini pak Jamal masih mempunyai rencana lain, lubang pantat Sumirah akan disimpan
untuk dikerjainnya dalam kesempatan di masa mendatang. Kali ini ia berniat
mengajari Sumirah untuk menghirup air maninya, dibayangkannya betapa wajah ayu
Sumirah dengan mulut mungil terpaksa membuka selebarnya untuk mengulum
rudalnya. Betapa nikmatnya merasakan hangat dan lembut lidah Sumirah menyapu
lubang kencingnya yang menyemburkan air pejuh kental. Pasti Sumirah akan
menolak melakukan hal tak senonoh itu, namun pak Jamal tahu caranya menakluki
dan mematahkan pertahanan si anak ABG muda.
"Uuuh,
mamang udah hampir nyampe nih... buang pejuhnya di dalem supaya jadi anak mau
ya? Kebetulan lagi subur enggak, non? Udah lama juga mamang enggak naburin
ladang becek, mau ya?" sengaja pak Jamal menjedug-jedug rahim Sumirah
sambil menanyakan hal tak senonoh itu.
"Jangan,
pak, Irah enggak mau hamil... tolong, kasihani Irah dong, pak! Buang diluar aja,"
isak tangis Sumirah semakin menimbulkan iba, namun tak dipedulikan oleh
pemerkosanya.
"Kalo
enggak dibikin anak kan sayang, tapi bisa juga dimasukin lobang yang laen. Ditimbun
disini boleh enggak, non?" kembali pak Jamal menjedug menghunjam sambil
mengusap anus Sumirah.
"Kelihatannya
kecil dan sempit, pasti enak dijebol nih lobang," lanjut pak Jamal sambil
meludahi anus Sumirah kemudian dengan perlahan ditusuk-tusuk dengan jari
telunjuknya.
"Auw,
jangan, pak! Jangaaan... enggak mau disitu... haram, pak! Oooh... jangan,
ampun, pasti sakit sekali... ampun, pak! Ampuuuun..." Sumirah berusaha
meronta dan menggelinjang lemah.
"Wah,
cerewet amat si non! Dibuang sini salah, dibuang kesitu juga salah... gini aja
lah supaya jangan mubazir, mamang ajarin non minum air pejuh simpanan supaya
jadi awet muda," pak Jamal tak menunggu jawaban Sumirah namun langsung
membalikkan dan menelentangkan tubuh sintal telanjang bulat itu. Kembali
direjangnya kedua pergelangan tangan Sumirah di samping kepalanya, dan kemudian
disodorkannya penis hitam legam penuh urat melingkar-lingkar itu di depan bibir
Sumirah.
Sumirah
melengoskan kepalanya ke samping ketika penis mengkilat mengangguk-angguk yang terlumasi
bekas darah dan air mazinya sendiri itu menyentuh bibirnya. Pak Jamal hanya
tersenyum sadis, segera dicengkeramnya kedua nadi Sumirah dengan satu tangan
dan diletakkan di atas kepalanya. Tangan satunya kini digunakan untuk memegang
dagu Sumirah , jari-jarinya yang kuat menekan pipi si gadis malang sedemikian
kuat hingga menyebabkan siswi madrasah ini kesakitan dan tanpa sadar menjerit.
Kesempatan
itu langsung dipergunakan oleh pak Jamal dengan meneroboskan kemaluannya ke
celah diantara bibir yang membuka, lalu tanpa rasa iba didorongnya masuk
sedalam mungkin.
Sumirah
tersedak terbatuk-batuk ketika langit-langit mulutnya disentuh oleh benda
asing, hidungnya mengernyit karena mencium aroma campuran yang baru pertama
kali ini dikenalnya. Aroma keringat lelaki, aroma khas penis sang pemerkosa,
aroma lendirnya sendiri, dan juga sebersit aroma darah perawan yang beberapa
saat lalu mengalir akibat perenggutan paksa selaput kegadisannya.
Rasa mual
ingin muntah menyebabkan lambung Sumirah memberontak, namun apalah dayanya saat
ini : pak Jamal telah memaju-mundurkan pinggulnya. Lingkaran kemaluan sang
pejantan dirasakan oleh Sumirah semakin lama semakin membesar, menyebabkan
sendi rahangnya sangat pegal linu karena dipaksa membuka maksimal. Pak Jamal semakin mempercepat irama
penggejotannya di dalam mulut yang sedang dijarahnya habis-habisan, semakin
lama semakin ganas, semakin dalam dan...
"Aaah...
oooh... iya! Isep, non! Iseep semua, ooh... duuh, enggak tahan lagi nih mamang
mau ngecrot! Kemut, non, iyah... minum semuanya, ooh..." geraman dan
dengusan pak Jamal menyertai semprotan serta luapan spermanya yang masuk
memenuhi rongga mulut Sumirah. Tak ada ruangan sedikitpun yang dapat dipakai
Sumirah untuk membuang air pejuh menjijikkan itu. Supaya tidak terselak dan
kehabisan nafas maka tak ada jalan lain bagi Sumirah daripada menelan teguk
demi teguk air mani yang dirasakan seolah tak ada habisnya.
Lebih dari
tiga menit barulah semburan lahar panas di mulut Sumirah mereda, penis pak Jamal
pun mengurang diameternya dan akhirnya dapat didorong keluar lidah Sumirah.
Beberapa tetes air pejuh putih mengalir keluar dari sudut bibir Sumirah dan
beberapa kali ia menarik nafas sedalam-dalamnya untuk menahan rasa ingin muntah
karena aroma sepat agak asin di kerongkongannya.
"Gimana,
non, puas enggak? Ngaku deh enaknya dientot sama lelaki, mamang masih pengen
maen-maen lagi, lain kali diterusin pasti lebih puas," demikian rayuan
gombal pak Jamal berusaha untuk menghibur Sumirah yang masih terlentang
telanjang bulat dengan isakan tangisnya.
Perlahan-lahan
pak Jamal menuntunnya ke kamar mandi untuk membersihkan diri, terutama bagian
selangkangannya yang masih terasa sangat perih dan memar. Setelah itu pak Jamal
membantu Sumirah memakai sarung panjang dan kebayanya, tak lupa jilbabnya
menutup kembali rambutnya. Mereka kemudian duduk berdampingan di ranjang,
kemudian pindah ke ruang tamu tanpa banyak mengucapkan kata. Mereka menunggu
pasangan lain yang juga sibuk dengan acara hangat di kamar tidur masing-masing.
Beberapa
jam kemudian Sumirah telah pulang ke rumahnya. Berbeda dengan pak Jamal yang
langsung menggeros kepuasan karena dapat menikmati tubuh gadis remaja, maka
Sumirah merasakan tubuhnya pegal linu akibat pergulatannya tadi. Beberapa kali diraba selangkangannya yang
masih memar, namun ketika jari-jarinya menyentuh bibir kemaluannya, terutama
kelentitnya yang tersembunyi itu, maka terbayangkan kembali adegan memalukan
namun mengesankan sukar terlupakan ketika perawanannya direnggut paksa oleh
kuli pengurus sekolah madrasah itu.
Karena
sukar sekali tidur maka Sumirah mengusap dan meraba kelentitnya dengan
perlahan, makin lama semakin cepat. Akhirnya dijepitnya bantal guling dengan
kedua pahanya, bantal kepalanya digigit sekuat tenaga untuk meredam jeritan
orgasmenya. Berkat kejantanan pak Jamal
maka Sumirah sebagai siswi madrasah akhirnya menemukan kenikmatan badaniah yang
selama ini tersembunyi, namun itu semua adalah lumrah dan normal bagi semua wanita
muda. Tak perduli warna kulitnya, keturunannya, apapun kepercayaannya,
kebangsaannya – tak perlu dijadikan rasa malu sama sekali. Barangsiapa berusaha
menyangkal hal itu adalah hanyalah kaum munafik saja di dunia ini.
No comments:
Post a Comment