rmlink a { background: none repeat scroll 0 0 #E37F52; border-radius: 4px; color: #FFFFFF !important; font-size: 10pt; font-weight: 700; line-height: 1; padding: 1px 3px 1px; text-transform: uppercase; }

Thursday, 12 February 2015

Muslihat Kakek Dewo 15





"Lho, Paman... kenapa Adinda pingsan disini?!" tanya Rohmah begitu pulang dari masjid.

"Hehe... habis aku kerjain! Sedap juga tubuhnya, kamu memang pintar milih teman." ujar Dewo dengan napas masih terengah-engah.

Rohmah tersenyum kecut dan segera membantu Dewo membawa Adinda masuk ke kamar tidurnya sebelum Kyai Kholil datang. Gadis cantik yang bertubuh indah itu sempat memandang ke sana-sini untuk mencari ibunya, tapi tidak ketemu.

“Ummi mu lagi di kamar, tadi kusuruh ngurus Bayu.” ucap Dewo seperti menjawab pertanyaan Rohmah.

“Oo... jadi pemuda itu namanya Bayu ya, paman?” Rohmah tersenyum penuh arti.

“Kenapa, kamu tertarik?” tanya Dewo.

Rohmah diam saja, tidak menjawab. Tetapi senyumnya terlihat semakin lebar.

“Tenang saja, setelah Ummi-mu selesai, kamu pasti mendapat giliran.” kata Dewo meredam nafsu gadis itu.

“Beneran, paman?” Rohmah memekik gembira. Tak sabar rasanya bisa ngentot dengan Bayu yang berwajah tampan itu, yang kontolnya sepertinya cukup besar untuk menggaruk memeknya yang sekarang sudah gatal.

“Iya.” angguk Dewo. “Tapi sekarang, bantu aku untuk memperkosa temanmu ini,”

“Lho, bukannya sudah?” Rohmah bertanya bingung.

“Bokongnya belum,” jawab Dewo singkat sambil membuka pintu kamar.

Dengan dibantu Rohmah, ia menaruh tubuh mulus Adinda ke atas tempat tidur. Berikutnya, Dewo menyadarkan gadis itu dengan menjentikkan jarinya seperti memanggil seekor burung. Suara jentikan jari itu menghadirkan gelombang aneh yang menyentakkan kesadaran Adinda. Gadis itu terkejap-kejap sebentar, dan di sela-sela kebingungannya, dia tersenyum saat melihat kehadiran Dewo.

“Kakek?” panggil Adinda dengan nada suara manja, sama sekali tak terlihat takut dengan sosok berjenggot panjang dan berpenampilan dekil yang baru saja memetik keperawanannya. Gadis cantik jelita berpenampilan kalem tapi sangat simpatik itu malah nampak ingin kembali berdekatan dengan Dewo.

Dewo menggumam lirih dan manggut-manggut. Begitulah efek peletnya, yang sama sekali tak bisa dilawan. Siapapun pasti takluk, bahkan akan meminta lagi untuk disetubuhi.

Adinda berkerut dahi ketika melihat keberadaan Rohmah yang berdiri tak jauh dari pintu. “Lho, kamu sudah pulang?” tanyanya tanpa curiga.

Rohmah hanya tersenyum, dan dia mengangguk saat mendengar gumam pelan dari Dewo. “Iya, paman.” Ia menyanggupi, lalu dengan pelan pula ia mengajukan saran agar Dewo bisa leluasa menikmati lubang dubur teman cantiknya, meski ia tak yakin sarannya akan diterima atau justru malah diabaikan.

"Bener, bener. Bagus juga idemu itu!" Dewo tertawa sendiri.

"Apaan sih, kek?” tanya Adinda melihat tingkah laku Dewo yang aneh. Dia mencoba untuk duduk, tapi pandangan mata Dewo langsung membuatnya salah tingkah, tersipu, dan malu. Akhirnya gadis cantik itu pun berbaring kembali .

"Paman Dewo pengen ngentotin kamu lagi, Din. Gimana, kamu mau kan?” tanya Rohmah sambil pelan-pelan mendekati tubuh sahabatnya.

"Aku mau masukin pantatmu!" kata Dewo dengan tenang sebelum Adinda sempat menjawab. Wibawanya cukup tinggi, kharismanya pun besar, hingga membuat Adinda jadi tak bisa membantah lagi.

Dewo lalu melepas celananya dan memberikan kontol hitamnya yang sudah menegang ke depan wajah si gadis cantik. “Emut dulu, kita main-main sebentar.” ajaknya tanpa sungkan.

Dengan dibantu oleh Rohmah, Adinda segera menjulurkan lidahnya. Pelan ia mulai menjilati batang kontol itu; berawal dari buah zakar, kemudian merambat ke pangkal penis. Disana lidah panjang Adinda bergerak melingkar membasahi urat-urat kontol Dewo, meniru gerakan yang dilakukan oleh Rohmah. Temannya itu nampak sudah mahir, padahal Rohmah adalah anak Kyai dan sehari-hari kelihatan alim, namun ternyata...

Kekagetan Adinda terputus ketika Dewo mendorong masuk seluruh penisnya dengan tiba-tiba, tenggelam utuh ke dalam mulutnya. “Mainkan lidah dan bibirmu di ujungnya, Din!” bisik Rohmah memberi tahu, dan Adinda lekas melakukannya.

Diserang di tempat yang paling sensitif membuat Dewo mulai merintih oleh sensasi nikmat, "Yah, terus! Tepat di sana, hisap yang keras!" 

Adinda membuka mulutnya sesuai ukuran kontol Dewo; karena benda itu begitu besar, maka ia pun harus menganga dengan selebar mungkin. Kulumannya tidak bisa cepat, namun hisapan yang perlahan itu pun sudah sanggup membuat kaki Dewo bergetar halus. Laki-laki itu segera mengulurkan tangan untuk meraih bulatan payudara Adinda yang kini sudah dibuka oleh Rohmah.

“Ini, paman, silakan,” gadis itu juga membuka bajunya sendiri, membiarkan Dewo memilih mau memenceti yang mana.

Tidak kekurangan akal, Dewo menyambar keduanya. Buat apa disia-siakan kalau keduanya siap? Maka tangan kiri ia ulurkan ke tetek Rohmah yang masih kelihatan sempurna, sementara satunya ia luncurkan ke bawah menuju buah dada Adinda yang nampaknya berukuran sedikit lebih besar.

“Ahh...” kedua gadis itu pun merintih secara berbarengan manakala jari-jari keriput Dewo mulai bermain di puting masing-masing.

Dewo tahu, payudara adalah salah satu bagian sensitif pada tubuh wanita. Namun tidak semua bagiannya dapat dirangsang, kebanyakan hanya bagian puting saja yang mampu meningkatkan hasrat seksual. Karena itulah jari-jari Dewo terulur kesana. Dia memijit dan memilin-milinnya pelan hingga ia rasakan kedua puting gadis itu mulai mencuat keluar.

“Enak, paman...” Rohmah merintih, sementara Adinda hanya bergumam saja karena mulutnya penuh oleh kontol Dewo. Kuluman gadis itu nampak lebih cepat sekarang, giginya juga sudah tidak menabrak-nabrak lagi. Adinda dengan cepat belajar dan menjadi lebih pintar.

“Terus, nduk.” Dewo mendesis. Nikmat sekali emutan mulut Adinda saat mempermainkan kontolnya. Sedotannya yang liar membuat Dewo menggelinjang penuh gairah.

Dia pun tidak tinggal diam, rakus mulutnya melahap bongkahan payudara Adinda yang tersaji indah di depannya. Ia ciumi sepasang payudara yang baru tumbuh itu, dijilatinya kulit yang putih bersih itu sambil sesekali menghisap putingnya yang sudah menegang kaku.

“Eghh...” Adinda ikut melenguh. Dan lenguhan itu berubah menjadi jeritan ketika jemari tangan Dewo mulai mengerjai liang memeknya yang dihiasi bulu-bulu halus tak seberapa tebal. Dewo menyentuhnya, memasukkan jari tengahnya untuk mengobok-obok liang sempit itu, sambil mulutnya terus menyedot puting susu Adinda yang terasa semakin mengeras.

“Aghh... kakek!” gadis itu melenguh hebat dengan kepala terdongak, sementara mulutnya membuka mengeluarkan suara desisan mirip ular. Kontol Dewo terlepas dari jepitannya saat ia menjerit kencang, “Eeshh... oughh... aahh!!” erangnya menggelinjang.

Dewo terus mengerjai habis tubuh molek Adinda; bukan hanya memek gadis itu yang ia tusuk-tusuk, melainkan lubang anusnya juga mulai ia sentuh dan raba-raba pelan. Merasa tidak ada penolakan, Dewo pun melanjutkan aksinya; pelan ia masukkan satu jari ke lubang sempit itu setelah terlebih dahulu meludahinya. Dewo tak ingin terburu-buru, dengan sabar ia pastikan dubur Adinda bisa terlumasi dengan benar agar tidak sakit ataupun perih saat ditusuk nanti.

Melihat Adinda melenguh nyaman dengan satu jari di anusnya, Dewo melanjutkan memasukkan dua jari, lalu berhenti untuk memantau situasi. Adinda tampak masih melenguh nikmat, maka Dewo meneruskan sampai akhirnya tiga jarinya tenggelam ke liang dubur gadis cantik itu.

“Ahh... kakek!” Adinda memekik, namun bukan karena sakit. Malahan ia terkejang-kejang karena kocokan Dewo di dua lubangnya membuatnya orgasme.

Tubuh Adinda melemas dalam pelukan Dewo. Dia berbaring pasrah, memposisikan tubuh bugilnya di bawah laki-laki tua itu. Tampak kakinya terjuntai ke bawah bersentuhan dengan lantai.

Sementara Adinda tergeletak kalah, kini ganti Rohmah yang mengulum batang kontol Dewo yang hitam itu. Nikmat tak terkira kembali dirasakan si lelaki tua manakala Rohmah dengan begitu bernafsunya menyedot serta menghisap-hisap selangkangan Dewo sambil sesekali menjilati lubang mungilnya yang perlahan mengeluarkan air seni. Yah, saking enaknya, Dewo sampai terkencing-kencing. Bukan kencing sperma, melainkan kencing beneran!

Air seninya kini mengalir deras membasahi wajah cantik Rohmah, beberapa bahkan tertelan oleh putri tunggal Kyai Kholil itu. Namun bukannya jijik, Rohmah malah membuka mulutnya semakin lebar hingga air kencing Dewo masuk semua ke tenggorokannya. Rohmah menelan, dan Dewo pun tertawa bangga.

“Pintar kamu, nduk. Nanti kukasih hadiah tusukan di bokong!” desahnya.

“Benr ya, paman? Sudah lama bokongku nggak terjamah, kangen sama kontol paman.” Sambil berkata begitu, Rohmah mengerang penuh nikmat dan mengajak Adinda agar menjilati air kencing Dewo yang masih berceceran.

Adinda mengernyit. Dalam situasi normal, dia pasti akan menolak dan enggan melakukan hal jijik seperti itu. Tapi karena pengaruh pelet Dewo, tanpa banyak memprotes ia meneguk semua cairan yang bisa ia dapatkan, bahkan berebutan dengan Rohmah, mereka bergantian memandikan kontol hitam Dewo hingga bersih dari air kencing. Penis yang masih ngaceng itu kini tampak mengkilap oleh air liur keduanya.

“Hmm... kamu bakal jadi budakku yang pintar, nduk!” lirih Dewo sambil menusukkan kontolnya lebih dalam ke mulut Adinda, sampai menyentuh tenggorokan gadis muda itu. Lalu kontol itu mulai berkedut-kedut, menandakan ada sesuatu yang hendak keluar.

Adinda hanya bisa menggeleng-geleng tanpa bisa bersuara karena Dewo memegang kepalanya erat-erat. Dan, “Serr.. serr.. serr..” Dewo kembali tersenyum saat mengeluarkan air seninya, mengencingi mulut Adinda yang menerimanya dengan sepenuh hati dan langsung menelan habis semuanya.

Ah, betapa nikmatnya hidup ini bila bisa begini terus! Batin Dewo dalam hati. Diperhatikannya Adinda yang kembali menjilati kepala penisnya, membersihkan sisa-sisa air seni dengan lidahnya. Dewo pun tersenyum puas. Diangkatnya tubuh gadis itu dan dipeluknya rapat, diciuminya bibir, pipi, hidung, dan leher Adinda sampai gadis itu melenguh kegelian. Sambil berciuman mesra, Dewo mengelus lubang dubur Adinda, memainkan jari tangannya di sana.

“Eehh...” gadis itu mengerang penuh nafsu.

Rohmah membantu dengan duduk jongkok diantara mereka, dan pelan-pelan memainkan lidahnya di liang senggama Adinda yang sudah membanjir deras. Dia menusukkan jemarinya di memek Adinda yang halus seperti jelly, dan menjepit daging mungil yang bisa ia dapat hingga membuat Adinda menjerit dalam kenikmatan. Rohmah terus menyentuh lembut itil sahabatnya hingga Dewo menyuruhnya berhenti.

“Sudah, nanti dia muncrat lagi,” ucap lelaki tua itu sambil menciumi Adinda begitu mesra.

Namun terlambat, Adinda sudah menjerit duluan, “Eeghh... ahhh!” Tubuh mulusnya kembali terkejang-kejang, erangannya yang penuh nikmat kembali terdengar saat dia menjemput orgasmenya.

Rohmah merasakan jemari tangannya menjadi basah karena disemprot oleh cairan bening yang keluar dari memek Adinda. “Payah kamu, Din. Gampang banget keluar.” ejek Rohmah meremehkan.

Adinda yang masih diliputi kepuasan yang sangat indah, hanya bisa melenguh sambil bersandar lemas ke tubuh Dewo. Dibiarkannya lelaki tua itu meremas-remas payudaranya yang montok dengan jemarinya yang keriput. Dewo meremas yang sebelah kanan, sementara yang kiri ia jilati dengan penuh perasaan.

“Ah, kamu juga dulu begitu saat baru ketemu sama kontolku,” sahut Dewo pada Rohmah saat sudah puas menyusu.

Rohmah hanya tersenyum saja dan ikut berbaring beristirahat bersama mereka. Di kala dua gadisnya terlelap, Dewo menyulut rokoknya dan menghisapnya pelan-pelan. Beruntung sekali dirinya, di usia yang sudah senja seperti ini, dia masih bisa merasakan kehangatan tubuh gadis remaja seperti Rohmah dan Adinda. Kalau bukan karena ahli pelet, tidak mungkin dia bisa seperti ini. Dewo sangat mensyukurinya, dan dia semakin senang saat teringat Bayu, saudara seperguruannya yang sudah ia kalahkan. Kini tidak ada lagi yang menghalangi, Dewo bebas melampiaskan hasrat bejatnya; kapan pun dan dimana pun. Berhati-hatilah wahai penduduk desa, Dewo siap datang menebar bencana!

Sedang enak-enaknya melamun, Dewo dikejutkan oleh sekelebat bayangan dari balik pintu. Cepat-cepat Dewo bangkit dan mengenakan celana panjangnya. Pelan ia melangkah untuk menginitp. Adinda dan Rohmah hanya menggeliat saja dan meneruskan tidur mereka, tetap dengan tubuh telanjang bulat.

Di luar, Dewo memergoki seorang lelaki yang sangat ia kenal. Ternyata itu adalah Kyai Kholil yang baru saja pulang dari ceramah di desa sebelah. Lelaki berusia 40 tahun itu tersenyum saat melihat kemunculan Dewo.

“Paman belum tidur?” tanya Kyai Kholil sambil menaruh pecinya ke atas lemari.

“Emm, masih ada yang harus aku kerjakan.” Dewo beringsut ke dapur untuk mengambil air putih.

Kyai Kholil menengok ke dalam kamarnya dan memergoki Nyai Siti yang masih berusaha keras menaklukkan Bayu. “Eh, Abi sudah pulang.” Nyai Siti menyapa dengan tubuh terlunjak-lunjak di atas selangkangan Bayu, kontol pemuda itu tampak menancap menembusi liang memeknya.

Kamar berbau sperma dan keringat, membuat Kyai Kholil tanpa sadar jadi ikutan ngaceng. Pelan ia dekati tubuh sang istri dan diremasnya bulatan payudara Nyai Siti yang berlompatan seiring dengan genjotannya. “Boleh aku ikut?” tanyanya penuh nafsu.

“Jangan,” potong Dewo yang tiba-tiba muncul di depan pintu. “Biarkan istrimu melaksanakan tugasnya. Kalau kamu memang tak tahan, ayo ikut ke kamarku.”

Kyai Kholil tidak sanggup untuk membantah. Bagaikan kerbau yang dicucuk hidungnya, ia nurut saja mengikuti langkah-langkah Dewo. Di belakang mereka, begitu menutup pintu, terdengar jeritan Nyai Siti yang sedikit teredam begitu perempuan cantik itu menjemput orgasmenya, entah untuk yang keberapa kalinya malam itu. Namun tugasnya masih jauh dari kata selesai karena kontol Bayu masih saja mengacung tegak. Selama benda itu masih bisa ngaceng, Dewo tak bisa memasukkan ilmu peletnya. Itulah tugas Nyai Siti, dia harus bisa menguras semua sperma Bayu hingga pemuda yang badannya kini terikat di ranjang, bisa dikuasai sepenuhnya.

Dewo mengajak Kyai Kholil ke kamarnya dan mempersilakannya masuk. “Hah, ini...” laki-laki itu memang sempat sedikit kaget; dikiranya Wiwik dan Rohmah yang sedang pulas di atas kasur Dewo, tak tahunya...

“Namanya Adinda, teman Rohmah.” terang Dewo, dan langsung membangunkan gadis itu. “tapi dia milikku. Aku belum ngentot bokongnya. Jadi kalau pak Kyai mau ikutan, tuh ada Rohmah yang lagi nganggur nggak aku pakai.”

Kyai Kholil tertawa, “Mana saja boleh, paman. Yang penting saya bisa dapat memek malam ini,” Hilang sudah sosok seorang Kyai yang tadi dengan kusyuk memberi ceramah di masjid, berganti dengan sosok jahanam yang sanggup meniduri anaknya sendiri. Lagi-lagi, hanya pelet Dewo lah yang bisa membikin seperti ini.

Kyai Kholil segera melepas semua bajunya hingga telanjang. Tampak tubuhnya yang agak gemuk, dekil dan berkulit hitam, dengan rambut yang tersisir rapi sedikit ubanan. Kontol yang menggantung di selangkangannya lumayan besar, tapi tetap tidak bisa mengalahkan kontol hitam Dewo yang berurat-urat, yang selalu memberi kenikmatan pada wanita-wanita yang dientotinya.

Pelan Kyai Kholil melangkah mendekati Rohmah dan membangunkannya. Gadis itu sedikit terkejut melihat kedatangan ayahnya, yang tiba-tiba sudah berada di kamar dalam keadaan telanjang bulat. Namun Rohmah cepat tersenyum, dan tanpa perlu disuruh dia pun langsung memegang dan meremas kontol Kyai Kholil.

“Pinter kamu, nduk. Persis sama ibumu,” bisik Kyai Kholil.

Rohmah yang sudah pengen dientot, tampak senang dengan kontol ayahnya. Segera diciuminya benda panjang itu dan dimasukkan ke dalam mulutnya. Tubuh Kyai Kholil terlonjak saat kontol hitamnya yang telah disunat mulai dicium dan dikulum oleh Rohmah. Gadis cantik dan menawan yang biasanya lugu saat di sekolah itu, kini seolah-olah berubah menjadi gadis liar yang haus akan kontol laki-laki.

Sedang enak-enaknya menonton kegiatan ayah dan anak itu, Dewo dikejutkan oleh kehadiran Adinda yang memeluknya manja dan langsung meremas-remas batang kontolnya yang masih menegang. Tubuh indah gadis itu dengan payudaranya yang montok bersentuhan dengan dada Dewo.

“Kek, ayo... katanya mau nusuk bokongku, kapan?” desah Adinda manja sambil menyambar bibir tebal Dewo.

Kembali mereka berciuman dengan penuh gairah, lidah keduanya saling membelit satu sama lain dengan Dewo memeluk erat tubuh gadis itu dan perlahan memutarnya hingga Adinda kini duduk menungging di atas ranjang. Gadis itu langsung membentangkan pahanya lebar-lebar untuk memperlihatkan liang senggamanya dari arah belakang, meminta untuk dijilat.

Namun bukan itu yang dituju oleh Dewo, dia sama sekali tidak menyentuh memek Adinda, melainkan lubang dubur gadis itu yang sekarang terlihat indah merekah tanpa malu-malu lagi. Ke sanalah lidah buas Dewo terarah. Pelan ia menciuminya, lalu menjilatinya, sebelum kemudian menguakkannya dengan dua jari dan membenamkan lidahnya jauh ke dalam sebisa yang ia capai.

“Ehh... shh... aghh!!” Adinda langsung mengerang, apalagi saat Dewo mengiringi jilatannya dengan tusukan dua jari yang sanggup membuatnya menggelinjang pelan.

Dewo menyikat habis lubang mungil itu. Lidahnya bergerak liar menyentil-nyentil, tangannya juga tak pernah berhenti menusuk, hingga tak lama, liang awalnya terlihat tak mungkin untuk dimasuki itu, kini sudah siap untuk diisi kontol.

Dewo pun pun berdiri dan memandang wajah cantik Adinda yang kini meredup. Dengan mata berkaca-kaca gadis itu berkata lirih, “Lakukan, Kek. Aku sudah siap!”

Dewo segera memegangi batang penisnya. Kontol yang masih ngaceng itu terlihat begitu kencang dan panjang. Pelan Dewo mengarahkannya ke lubang dubur Adinda, ditempelkannya kepala penis yang tumpul itu ke sana dan pelan-pelan didorongnya masuk.

“Eegghh... uuuhh!!” Adinda merintih, antara sakit dan nikmat. Ujung kontol Dewo terus membelah lubang duburnya dan mulai masuk secara perlahan-lahan. “Pelan-pelan, Kek. Oghh!!” rintihnya menahan ngilu.

Luar biasa sempit lubang mungil itu, baru masuk sepertiganya saja, Dewo sudah tidak bisa mendorong lagi. Namun ia sudah bisa merasakan remasan-remasan nikmat liang anus Adinda yang membungkus batang kontolnya. Dewo menarik, lalu menekan lagi. Sedikit demi sedikit, hingga kontolnya kembali tenggelam semakin dalam.

“Oughh... Kek!” Adinda kembali mengerang lebih panjang dengan tubuh menggeliat pelan.

“Ahh,” Dewo ikut mendesis. Dia mulai mengayun, gerakan yang awalnya pelan, makin lama semakin kencang, juga sangat keras, membuat anus Adinda begitu kuat meremas batang penisnya.

Bukannya sakit, hal itu justru membuat persetubuhan mereka kian bertambah nikmat. Maka Dewo memompa pinggulnya semakin kuat lagi, mendesak kontolnya yang besar hingga mentok di dalam lubang dubur Adinda. Dengan bertambah cepatnya genjotan itu, tambah kencang pula gadis itu berteriak. Jeritannya bersahut-sahutan dengan erangan Rohmah yang kini juga telah disetubuhi oleh Kyai Kholil. Kedua laki-laki yang sudah berumur itu seperti sedang berlomba memuaskan gadis-gadis bau kencur yang tidak seharusnya mereka nikmati.

Diantara keduanya, ternyata Adinda yang mengerang lebih dulu, ia nampak tidak kuat lagi menghadapi genjotan Dewo yang terus menerus melesak di lubang duburnya. Dengan mata terpejam, gadis cantik yang belum pernah berpacaran itu pun menjerit kencang, “Kakek! A-aku... oohh... aahh!” Adinda mendesah panjang saat mencapai puncak.

Dewo bisa merasakan tubuh gadis itu menegang dan kemudian terkulai lemas, sementara dari liang memeknya mengalir cairan bening yang amat banyak. Tertawa mengekeh, Dewo mencabut kontolnya dan ganti mengarahkan benda panjang itu ke mulut Adinda. Gadis itu nampak tersenyum puas dan langsung melumat serta menciumi kontol Dewo dengan penuh nafsu. Padahal kontol itu penuh oleh lendir dan darah kental, tetapi Adinda dengan tanpa jijik menjilatinya.

Sementara itu, tidak jauh dari tempat mereka, tampak Kyai Kholil yang sedang menggenjot memek Rohma, putri kandungnya sendiri, terengah-engah dan mendesis-desis karena dilanda birahi. Sambil menggenjot, terlihat tangan imam masjid itu tak pernah lepas dari payudara montok anaknya.

“Auw! Jangan digigit!” teriak Dewo saat mulut Adinda membekap ujung kontolnya.

“Habis aku gemes banget, Kek,” gadis itu tersenyum. Dia terus memacu dan menggerak-gerakkan kontol Dewo di dalam mulutnya hingga membuat kontol itu jadi seperti diremas-remas.

Sungguh kenikmatan yang begitu luar biasa, sampai akhirnya, setelah berkali-kali memompa, Dewo mulai merasakan sudah waktunya bagi dia untuk menembakkan spermaku. Maka ia percepat genjotan kontol itu dan kemudian ditekannya sedalam mungkin saat cairannya pejuhnya meledak keluar.

“Croot... crooot... crooot...” Dewo melepaskan cairan kental itu hingga memenuhi seluruh kerongkongan Adinda, membuat si gadis mau tak mau harus menelannya.

Pada saat yang sama, Kyai Kholil juga menjerit puas. Ada sekitar enam kali puncratan spermanya yang mengisi liang memek Rohmah. Mereka terdiam sejenak, keempat orang itu hanya saling berpelukan untuk menikmati dahsyatnya persetubuhan terlarang ini.

Tak jauh dari tempat itu, tepatnya di kamar sebelah, Nyai Siti juga selesai menghela pantatnya. Kontol Bayu yang tertelan di sana nampak berkedut-kedut saat memuntahkan isinya yang terakhir.

“Ahh, akhirnya!” wanita itu mendesah tertahan karena kembali ikut orgasme untuk yang ke sekian kalinya.

***

"Hei, kamu bisa dengar suaraku?” tanya Dewo pada Bayu yang kini sudah terduduk lemas di ranjang. Tubuhnya sudah tidak lagi diikat karena pemuda itu sama sekali tidak melawan. Seiring dengan spermanya yang terkuras habis, maka kini aipun sudah sepenuhnya dikuasai oleh Dewo.

Bayu mengangguk, dan Dewo langsung terkekeh lantang. “Bagus, bagus,” dia menepuk-nepuk pundak pemuda itu.

Bagai kehilangan nyawa, Bayu sama sekali tidak merespon. Matanya memang terbuka, tetapi pandangannya nampak kosong. Dia bagai mayat yang dihidupkan kembali.

Malam sudah semakin larut. Semua orang berkumpul di kamar itu untuk menyaksikan kejatuhan Bayu, kecuali Rohmah yang harus mengantarkan Adinda pulang kembali ke rumah. Gadis itu tidak sanggup untuk berjalan sendiri setelah diperkosa Dewo habis-habisan.

“Sekarang bagaimana?” tanya Nyai Siti. Tubuhnya masih telanjang, hanya handuk kecil yang ia gunakan untuk menutupi pinggul dan selangkangannya, sedangkan bongkahan payudaranya tetap ia biarkan terburai keluar menjadi santapan orang-orang. Tapi tak mengapa, toh semua juga sudah pernah melihatnya. Tidak ada rahasia lagi di keluarga ini.

Dewo menatap Bayu. “Anggukkan kepalamu kalau kau mengerti perintahku,”

Pemuda itu menggerakkan lehernya, mengangguk.

“Bagus!” Dewo tersenyum. “sekarang dengar; besok kau harus membantuku mendapatkan Salamah. Bawa dia kemari, bagaimana pun caranya. Di sini dia akan kuentoti. Aku penasaran, kenapa gadis itu sulit sekali kutaklukkan,”

Nyai Siti menunggu reaksi Bayu, namun pemuda itu diam saja. “Hei, kau dengar apa kata Pak Dewo?!” hardiknya garang.

Bayu mengangguk tanpa ekspresi dan menyahut, “Akan kulakukan, bahkan bila harus berkorban nyawa!”

Semua orang yang ada di kamar itu pun tertawa penuh kemenangan, tak terkecuali Kyai Kholil, yang pasti akan mendapat jatah mencicipi tubuh montok Salamah begitu Dewo puas.

No comments:

Post a Comment