rmlink a { background: none repeat scroll 0 0 #E37F52; border-radius: 4px; color: #FFFFFF !important; font-size: 10pt; font-weight: 700; line-height: 1; padding: 1px 3px 1px; text-transform: uppercase; }

Thursday, 2 October 2014

Muslihat Kakek Dewo 11

Salamah asyik menyapu dedaunan yang gugur di halaman depan musholla saat didengarnya sebuah langkah kaki mendekat. Ia tidak mengacuhkannya karena menyangka bahwa itu adalah ayahnya yang biasa ikut membantu bersih-bersih. Namun nyatanya, Salamah segera berhenti menyapu ketika di belakangnya terdengar teguran seseorang. Suara yang sangat ia kenal. ”Rajin sekali kamu, Nduk. Sudah cantik, rajin lagi. Hehe…” Gadis delapan belas tahun yang membungkuk di muka musholla itu lekas memutar kepala. Seorang lelaki tua yang selama ini menghantui mimpi-mimpi buruknya, dilihatnya berdiri disitu. Tubuhnya jangkung, janggutnya lebat tak terawat, tampangnya meski tidak seram namun memiliki rona gelap. Dialah kakek Dewo! ”Hehe… kamu memang cantik, Nduk!” kembali laki-laki itu membuka suaranya sambil terkekeh pelan. “Sangat bisa memuaskan seleraku, namun sayang kamu selalu menolak.” ”Paman jangan kurang ajar ya!” bentak gadis berbaju biru itu. Dengan garang ia berdiri tegak, tangannya memegangi gagang sapu, siap untuk memukul Dewo kapan saja. ”Eh, cantik-cantik kok galak. Nanti nggak ada yang mau lho!” kata Dewo santai. ”Paman jangan macam-macam ya! Cepat pergi dari sini, atau mau aku pukul?!” ancam Salamah berani. ”Ah, jangan, jangan! Aku cuma mau bicara sebentar,” kata Dewo sambil mengusap-usap brewoknya. ”Tidak ada yang perlu dibicarakan. Aku sudah tahu maksud paman Dewo!” balas Salamah sengit, tangannya makin erat memegangi gagang sapu. ”Bukan itu! Dengarkan dulu...” Namun sebelum Dewo sempat menyelesaikan kata-katanya, tahu-tahu Salamah sudah memekik sambil mengayunkan senjatanya. Dalam keterkejutannya, cepat Dewo membuang diri ke samping. Sebuah refleks yang cukup bagus untuk orang serenta dia, kalau tidak, pasti kepalanya sudah benjol terkena pukul gagang sapu. ”Dasar sundal!” gertak Dewo hilang kesabaran. ”Meski kau punya tampang cantik dan tubuh mulus, jangan harap aku akan kasihan. Nggak mempan pake bujukan, terpaksa aku memakai cara kekerasan!” Sehabis berkata, cepat Dewo mengayunkan tangan merebut sapu yang dipegang oleh Salamah. Ia menariknya kuat-kuat, namun Salamah tidak mau melepasnya. Meski tahu kalau kalah tenaga, gadis itu berusaha untuk mempertahankannya sekuat tenaga. Demi harga diri, Salamah akan terus bertahan. Dewo yang heran dengan kekerasan hati gadis ini, lama-lama jadi kecut juga. Namun ia tidak hilang akal. Memanfaatkan kelengahan Salamah, iapun beraksi. ”Breet… breet… breet… breet…!!!” ”Auw!” Salamah terpekik dan lekas mundur. Mukanya merah gelap ketika menyadari bagaimana Dewo telah membuat lebih dari sepuluh robekan pada baju kurungnya sehingga ia kini hampir berada dalam keadaan setengah telanjang di depan musholla! ”Dasar manusia cabul..!!” rutuk Salamah. ”Akan kuadukan pada Abah!!” Dengan kalap dia menyerbu ke depan, mengayunkan senjatanya. Namun dengan mudah Dewo kembali mengelak dan membalas dengan memukul pergelangan tangan gadis itu, membuat sapu yang dipegang oleh Salamah terlepas dan mental menjauh. ”Hahaha... hari ini kamu akan menjadi milikku!!” Tangan Dewo kembali bergerak cepat, mempreteli sisa baju Salamah. Suara breet… breet… breet… kembali terdengar. Dan tak lama kemudian, Salamah sudah berdiri di depan Dewo dalam keadaan sudah hampir telanjang. Baju kurungnya yang robek-robek sudah tidak sanggup lagi menutupi keputihan buah dada, perut, punggung serta kulit pahanya! ”Auw! Tidak!” menjerit panik, lekas Salamah menggulingkan diri ke tanah, berjongkok untuk menyembunyikan kemontokan tubuhnya dari pandangan lapar si Dewo. ”Sreet…!” namun kembali tangan Dewo meraih, kali ini BH Salamah yang menjadi sararan. Kain krem itupun tertarik putus sehingga jatuh ke pangkuan Salamah. ”J-jangan!” kembali anak Haji Tohir itu menjerit, menyadari kalau salah satu auratnya telah terburai keluar. Kalau bukan karena jilbab lebar yang ia kenakan, payudaranya pasti sudah ter-ekspos jelas saat ini. ”Bedebah! Bunuh saja aku! Bunuh! Daripada aku kamu perkosa!” teriak Salamah putus asa. Dewo tertawa ngakak. ”Sungguh sayang, membunuh gadis secantik dirimu. Mending kupakai buat teman tidur di ranjang!” katanya sambil mulai mengelus pelan pipi sang gadis. Salamah berusaha menepisnya, namun Dewo dengan cepat mendorong gadis itu ke tanah kemudian menyergapnya dengan ganas. Keduanya bergulung-gulung. Yang satu berusaha untuk mempertahankan kehormatannya, yang satu sengaja untuk menghancurkan kehormatan itu! Keadaan Salamah sudah benar-benar kepepet. Tenaganya sudah hampir habis. Tangan Dewo dengan ganas terus menggerayang di seluruh tubuhnya yang telentang. Gadis itu menangis meratapi nasibnya! Ia berusaha menghantamkan lututnya ke perut laki-laki itu, namun hantamannya yang tidak bertenaga sama sekali tidak dirasakan oleh Dewo. ”Keparat! Bunuh saja aku! Bunuh!” teriak Salamah putus asa. ”Itu gampang, Nduk! Perawanmu dulu, baru nyawamu!” Dewo mengekeh sambil terus menjilat dan menciumi puncak payudara Salamah yang terasa begitu lembut di jepitan bibirnya. Disaksikan oleh desau angin pagi, ia terus menindih gadis itu. Dewo bahkan sudah melepas celananya, bersiap untuk melaksanakan niat terkutuknya. Merasakan gesekan benda tumpul di pintu gerbang kewanitaannya, runtuhlah harapan Salamah untuk bisa selamat dari perkosaan itu. Air mata meleleh semakin deras di pipinya yang bulat. Namun nasib ternyata tidak seburuk yang ia bayangkan. Tiba-tiba saja sebuah bayangan putih berkelebat dari sebelah timur musholla. Salamah hanya merasakan sambaran angin, namun di atasnya, Dewo tiba-tiba memekik dan tersentak. Laki-laki itu terlempar ke samping, menjauh dari tubuh Salamah. Terkejut sekaligus tak percaya, Salamah segera membuka kedua matanya. Ia bangkit dengan cepat, lupa akan keadaan dirinya yang masih telanjang. Dia memandang sekeliling, mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Namun yang dilihatnya cuma Dewo yang tergolek pingsan dengan ditutupi sehelai kain sarung. Melihat benda itu, mengingatkan Salamah pada keadaan dirinya. Tanpa perduli lagi siapa pemilik sarung itu, langsung saja Salamah melompat, menyambar pakaian itu dan mengenakannya. Meski kedodoran, namun sarung itu memberi banyak pertolongan bagi dirinya untuk menutupi tubuhnya yang telanjang. Salamah merasa sangat bersyukur karena sekali lagi ia selamat dari perbuatan bejad si Dewo. Ketika memandang si Kakek yang masih meringkuk di bawah tubuhnya, meluaplah amarah Salamah. Darahnya mendidih. Lekas ia mengambil sebongkah batu yang tergeletak di tanah, bersiap untuk memukul kepala Dewo sekuat tenaga. ”Jangan! Itu sudah cukup jadi peringatan buat dia. Kau tidak ingin masuk penjara bukan, karena membunuh orang?!” seru suara seseorang di belakangnya. Lekas Salamah membalikkan tubuh. Disana, berdiri di bawah pohon waru, tampak seorang pemuda berambut gondrong. Salamah terkesiap sejenak karena tak menyangka kalau si rambut gondrong ini ternyata adalah seorang pemuda bertampang keren! Tampan sekali. Mirip malaikat! Apakah pemuda ini yang telah menolongnya? Salamah berharap semoga saja begitu. Namun sebelum ia sempat berkata apa-apa, pemuda itu sudah berbalik dan berjalan pergi. ”Hei, siapa namamu?!” tanya Salamah sambil berteriak. ”Bayu! Panggil saja Bayu!” kata pemuda itu tanpa menoleh. Salamah tersenyum. Hatinya berbunga-bunga. Tanpa mempedulikan peristiwa yang barusan ia alami, ataupun Dewo yang masih tergolek pingsan, Salamah kembali ke dalam rumah. Ada binar cinta di matanya yang bulat. Cinta pada pandangan pertama pada seseorang yang telah menolongnya! *** ”Paman Dewo kenapa?” tanya Nyai Siti kuatir melihat Dewo pulang dengan tertatih-tatih. ”Ah, nggak apa-apa. Cuma jatuh tadi.” jawab Dewo berbohong, malu untuk mengatakan yang sebenarnya. ”Duduklah dulu, aku buatkan minum.” Nyai Siti memapah Dewo ke ruang tengah. ”Eh, Nyai. Gimana dengan permintaanku?” Dewo bertanya. Nyai Siti menunduk, ”Sulit, Paman. Entah kenapa, Dewi sama sekali nggak bisa dipengaruhi.” Dewo menggeram. Ini sudah ke lima kalinya ia kehilangan mangsa. Biasanya ia begitu mudah mendapatkan wanita incaran, namun sudah seminggu ini keadaan menjadi sulit. Jangankan korban baru, korban-korban lamanya saja seperti menjauh dari dirinya. Mereka sepeti tersadar kalau Dewo adalah pembawa bencana, karena itu harus dijauhi. Hanya Nyai Siti sekeluarga yang masih setia melayani dirinya. ”Sabar, Paman. Pasti ada cara lain.” Nyai Siti berusaha menenangkan. Dewo menggeleng, apalagi bila teringat peristiwa tadi pagi. Salamah, gadis itu benar-benar tidak mempan dipelet. Entah apa yang terjadi, masa ilmunya sudah luntur?! Tapi sepertinya itu tidak mungkin karena Dewo masih bisa mendapatkan wanita lain. Meski kadarnya sudah sangat berkurang. Kalau dulu satu pelet bisa untuk seminggu,sekarang bisa tahan sehari saja sudah bagus. Sepertinya para wanita di desa ini sudah mulai kebal, itulah yang bisa dipikirkan oleh si Dewo. Ia tidak bisa menemukan alasan lain. Dan yang menyerangnya tadi. Dewo tidak sempat melihat, namun ia jadi takut orang itu akan melaporkan perbuatannya kepada penduduk desa. Kalau Salamah tidak mungkin buka suara, karena ia sudah mengancam akan menghabisi nyawa ayahnya kalau gadis itu sampai macam-macam. Nyai Siti yang melihat kecemasan Dewo, lekas membimbingnya ke dalam kamar. ”Mungkin paman perlu istirahat.” katanya penuh perhatian. Dewo mengangguk dan tidak menolak saat Nyai Siti mengeloninya pagi hari itu. *** Hari sudah menjelang siang ketika Kyai Kholil pulang dari masjid. Dilihatnya pintu kamar Dewo tertutup rapat, sedang Nyai Siti tidak ada di dapur padahal istrinya itu biasanya masih memasak pada jam segini. Dalam hati Kyai Kholil sudah bisa menebak apa yang terjadi. Padahal ia sudah merasa kangen dengan pelukan Nyai Siti; dengan ciumannya, dengan kulumannya dan dengan jepitan memeknya. Hanya dengan membayangkan semua itu membuat batang kemaluan Kyai Kholil berdiri tegak. Menghela nafas, ia lekas meletakkan kopiahnya di atas meja TV dan melangkah ke kamarnya sendiri. Namun ia berhenti dan berbelok begitu melihat pintu kamar Wiwik yang sedikit terbuka. Dengan perlahan Kyai Kholil membukanya, kemudian menutup pintu kamar itu dengan perlahan setelah berada di dalam. Melihat Wiwik yang masih tertidur pulas, Kyai Kholil melangkahkan kakinya mendekat, kemudian dengan perlahan ia duduk di samping adik iparnya yang cantik itu. Cepat Kyai Kholil menyibak selimut yang menutupi tubuh molek Wiwik. Ia tersenyum begitu melihat tubuh Wiwik yang hanya berbalutkan daster putih tipis, sehingga kedua payudaranya yang bulat terbayang jelas, lengkap dengan kedua putingnya yang mungil kemerahan. Dengan perlahan Kyai Kholil mulai menjamahnya, meremasnya perlahan. Selain itu ia juga menunduk untuk mengecup bibir tipis Wiwik. Remasan kedua tangan Kyai Kholil di payudaranya, serta kecupan-kecupan laki-laki itu di bibirnya, membuat Wiwik tersentak bangun. Ia tampak kaget karena merasakan kedua payudaranya ada yang meremas-remas dan bibirnya ada yang mengecup. Dengan mata masih mengerjap-ngerjap, mulut Wiwik terbuka mencoba untuk berteriak, namun Kyai Kholil cepat membungkam dan melumat bibir gadis itu dengan satu ciuman panjang. ”Hmmph!” Wiwik melenguh, mendapat serangan yang mendadak itu tak urung membuatnya gelagapan juga. Matanya semakin terbelalak, namun setelah tahu siapa yang melakukannya, hasrat untuk marahnya jadi hilang. Malah yang ada, Wiwik mulai membalas ciuman Kyai Kholil. Lidahnya dengan nakal mulai bermain di rongga mulut laki-laki itu, membuat kedua lidah mereka jadi saling bertaut dan menempel mesra. Di bawah, mengetahui Wiwik yang sudah pasrah sepenuhnya, remasan tangan Kyai Kholil jadi semakin menjadi. Wiwik dibuatnya mendesah, nafas keduanya memburu, nafsu birahi mereka semakin memuncak. Wiwik membalas dengan meraih belakang kepala Kyai Kholil, seolah tidak mau melepaskan kakak iparnya itu untuk terus mencumbu dirinya. Tangan kanannya merayap ke selangkangan Kyai Kholil, mengelus-elus batang kontol Kyai Kholil yang sudah tegang dari balik kain sarungnya. Tangan Kyai Kholil pun semakin asyik meremas-remas kedua payudara Wiwik yang ukurannya semakin hari tampak semakin besar saja. Sekarang sudah pas segenggaman tangan. Terasa empuk dan hangat sekali. ”Ahh... ahh... uhh...” desahan dan lenguhan kerap terdengar dari mulut mereka berdua. Tidak puas dengan hanya mengelus-elus batang kemaluan Kyai Kholil dari luar sarung, Wiwik mulai beraksi dengan mencoba menyingkapnya. Setelah berhasil, tangannya dengan lincah menyusup masuk ke dalam cd Kyai Kholil. Batang kontol Kyai Kholil yang sudah tegang segera diremasnya, akibatnya Kyai Kholil jadi menggelinjang mendapat serangan nikmat seperti itu. Saat mereka sedang asyik bercumbu, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu kamar. Keduanya segera menghentikan kegiatan mereka. ”Ya?” sahut Wiwik dengan nafas yang masih tersengal-sengal. Ia tersenyum pada Kyai Kholil dan membiarkan laki-laki itu mengecup mesra puncak payudaranya. ”Mbak, maaf, kamarnya mau aku sapu!” terdengar suara Rohmah menjawab. ”Hmm, ya boleh. Masuk aja,” jawab Wiwik. Kyai Kholil mendelik memandangnya, seolah memprotes jawaban adik iparnya itu karena takut dipergoki oleh Rohmah, anaknya sendiri. Namun Wiwik hanya tersenyum sambil mengecup kembali bibir Kyai Kholil. Terdengar suara gerendel pintu dibuka dan, “Eh, ada Abah. Kapan pulang?” tanya Rohmah begitu menyadari ada Kyai Kholil di kamar Wiwik. ”B-barusan aja,” jawab Kyai Kholil sambil tersenyum kikuk, tak tahu harus berbuat apa. Lekas ia lepaskan pelukannya pada tubuh molek Wiwik. Wiwik yang melihat tingkah Kyai Kholil, tersenyum dan kemudian berbisik, ”Pasti Abang sedang membayangkan tubuh Rohmah ya, dan pasti berharap untuk bisa menyetubuhinya?” bisik Wiwik sambil menjilat telinga sang kakak ipar. ”Ah, enggak lah,” jawab Kyai Kholil perlahan dan tersipu. ”Hehehe, Abang jangan bohong. Dari cara Abang menatap tubuh Rohmah, saya bisa langsung tahu,” bisik Wiwik kembali. Kyai Kholil terdiam. ”Kalau Abang pengen nyobain, saya bisa bantu.” goda Wiwik. ”Eh, memang bisa?” tanya Kyai Kholil penasaran. ”Abang mau?” Wiwik kembali menggoda. ”Hhm... mau aja, tapi...” dengan malu Kyai Kholil mengiyakan. ”Tapi kenapa?” tanya Wiwik sambil mendesah. Selama itu, Rohmah hanya berdiri saja di depan pintu sambil memperhatikan mereka berdua. ”D-dia kan, anakku sendiri!” jawab Kyai Kholil. ”Emang kenapa, saya juga adik Abang sendiri. Tapi Abang juga berlaku begini sama saya, lalu kenapa sama Rohmah harus berbeda?” sergah Wiwik. Kyai Kholil tidak mampu untuk menjawab. ”Ayo kita main bertiga, itupun kalau Abang kuat!” tawar Wiwik. ”K-kalau soal itu, nggak usah khawatir,” jawab Kyai Kholil sambil tersenyum. Memang, sejak diterapi oleh Dewo, ia jadi kuat main seks. ”Okelah kalau begitu,” sahut Wiwik riang, kemudian menoleh pada Rohmah. ”Dik, sini sebentar,” panggilnya. ”Ya, mbak,” sahut Rohmah yang segera menghampiri bibinya ini. Dari tempatnya berdiri, ia bisa melihat tubuh molek Wiwik yang membayang dengan jelas dari balik daster tipisnya. Rohmah melihat kedua payudara Wiwik yang indah dan besar dihiasi oleh dua puting yang kemerahan. Sementara di selangkangan, ia melihat bayangan hitam yang mulai melebat, sama seperti miliknya. Rohmah menyadari bahwa bibinya yang masih muda ini tidak mengenakan pakaian dalam di balik dasternya yang tipis itu. ”Sini, Dik, duduk sini,” ajak Wiwik sambil menepuk pinggiran tempat tidur di sebelah kirinya. ”Ah, nggak usah, Mbak. Biar aku disini saja, bajuku basah,” jawab Rohmah sungkan, terutama kepada ayahnya, Kyai Kholil, yang terus memandangi tubuhnya. ”Eh, nggak apa-apa, sini duduk,” kata Wiwik. Dengan berat hati akhirnya Rohmah duduk di sebelah bibinya itu. ”Maaf kalau menganggu.” katanya kemudian. Wiwik tersenyum, ”Sama sekali nggak. Bener kan, Bang?” tanyanya pada Kyai Kholil. Laki-laki itu mengangguk, matanya terus menatap dan memandangi Rohmah, seperti baru menyadari kalau putrinya ini adalah sosok yang manis. Kulit Rohmah yang kuning langsat, bentuk tubuhnya yang sempurna, langsing, dengan kedua payudara yang meski nampaknya tidak terlalu besar namun cukup besar juga, membuat hati Kyai Kholil jadi tergerak. Ia harus bisa meniduri Rohmah, putrinya sendiri! “Gini, Dik. Aku mau tanya, gimana rasanya ngentot sama paman Dewo?” tanya Wiwik memulai. ”E-enak... memang kenapa?” jawab Rohmah sambil tersipu malu. ”Kamu nggak kangen sama itunya paman Dewo?!” tanya Wiwik sambil tersenyum. ”Maksud Mbak?” tanya Rohmah balik, masih belum mengerti maksud Wiwik. ”Itu lho, kan sudah seminggu ini dia nggak nyentuh kita. Kamu nggak pengen ngentot?” Wiwik menjelaskan. ”Oh itu, eeh... gimana yah, malu ngomongnya. Pengen sih, tapi...” jawab Rohmah tersipu. ”Tapi kenapa?” desak Wiwik. ”Iih, Mbak... malu ah,” kata Rohmah. Pipinya merona merah karena malu. Kyai Kholil yang terus mendengarkan jadi semakin bernafsu melihat anaknya yang tersipu malu karena semakin terlihat manisnya. ”Inimu nggak gatel?!” kata Wiwik sambil tangan kirinya mengusap-usap permukaan selangkangan Rohmah. Rohmah tentu saja langsung menggelinjang kegelian oleh rabaan tangan itu. ”Aah... geli, Mbak!” jerit Rohmah. ”Abahmu bisa nolongin,” kata Wiwik. Rohmah terdiam, tidak berani menatap Kyai Kholil. Terlihat kalau ia begitu malu meski dalam hati menginginkannya juga. ”Tidak apa-apa,” Wiwik berusaha menengahi. ”mungkin nggak sekarang.” katanya. Rohmah mengangguk dan menatap bibinya ini penuh rasa lega, namun ia kembali mengernyit saat Wiwik kembali berkata, ”Tapi kamu mau tolongin Mbak, kan? Aku sudah lama tidak merasakan punyanya laki-laki, memekku jadi gatel banget!” ”Eeh... gimana caranya tuh, kita kan sama-sama perempuan?” kata Rohmah bingung. ”Kamu lakukan dengan tanganmu, seperti ini!” jelas Wiwik sambil meraih tangan Rohmah lalu diletakkan di atas selangkangannya. Ia membuka kedua kakinya, dan mengangkat dasternya, tangan Rohmah lalu ia gerakkan di permukaan memeknya yang sudah membanjir. Rohmah terperanjat dengan ulah bibinya ini, tapi karena penasaran, iapun mengikuti kemauan Wiwik. Perlahan tangannya bergerak mengelus-elus memek Wiwik, dari bawah ke atas. Tak lama kemudian Wiwik pun mulai ikut beraksi, tangan kanannya menyelusup ke dalam baju kurung Rohmah dan menyelinap ke dalam bra gadis itu. Payudara Rohmah langsung diremas-remasnya, sementara tangan kirinya mengusap-usap punggung putri Kyai Kholil tersebut. Rohmah tentu saja kaget mendapat perlakuan seperti ini, namun sama sekali tidak bisa menolak. ”Eehh... Mbakk... j-jangan! Ooohh... jangaan!” tolak Rohmah sambil mendesah begitu merasakan gairah birahinya yang mulai timbul. Mulut berkata jangan, tapi tubuhnya tidak bisa menolak dengan perlakuan Wiwik. Tangan Rohmah pun semakin aktif bermain di memek Wiwik, hasrat birahi kedua wanita muda ini dengan perlahan bangkit, permainan mereka semakin menjadi. Entah sejak kapan tubuh mereka berdua sudah telanjang bulat. Dari posisi duduk di pinggiran ranjang, sekarang posisi mereka sudah berbaring bertindihan di atas ranjang. Rohmah berbaring mendesah-desah menikmati jilatan lidah Wiwik di vaginanya, juga hisapan Wiwik yang mendera kelentitnya. Perasaannya melambung seiring tubuhnya yang menggelinjang menikmati serangan-serangan Wiwik di memek dan kelentitnya. ”Oooh... ssh... aah... shh... aah... ooh...” Rohmah mendesah. ”Hhm... slrupp... slrupp... enaak, Dik? Slrupp...” tanya Wiwik sambil tetap menghisap kelentit Rohmah dan menjilati memeknya. ”Ooh... enaak, Mbak... nikmaat!” jawab Rohmah. Tak lama kemudian Wiwik memutar tubuhnya sambil mulutnya tetap bermain di selangkangan Rohmah, ia menempatkan bagian selangkangannya tepat di atas muka gadis itu. Mereka berposisi 69! ”Kamu juga jilati punyaku,” kata Wiwik. ”Ooh... i-iya, Mbak!” Rohmah menuruti kehendak bibinya yang lebih berpengalaman ini. ”Ooh... hisap juha itilku, Dik!” Wiwik mendesah. Kyai Kholil yang melihat pemandangan itu jadi semakin terangsang, kontolnya semakin mengeras, namun dengan sabar ia menunggu kode dari Wiwik. Walaupun hatinya ingin segera memasukkan kontolnya ke memek Rohmah yang terlihat sempit dan kenyal, tetap berusaha ia tahan sekuat tenaga. Sabar, nanti ada waktunya sendiri. Sekarang biarlah kedua gadis itu memuaskan nafsunya masing-masing. Kyai Kholil terus memperhatikan dengan nafas yang semakin memburu, tanda kalau nafsu birahinya sudah semakin memuncak. Sementara itu di ranjang, aksi Rohmah dan Wiwik sudah semakin menggila. Keduanya saling menghisap dan mengerang silih berganti, saat itulah terlihat Wiwik memberi kode kepada Kyai Kholil agar masuk ke arena pertempuran. Bergabungnya Kyai Kholil tidak diketahui oleh Rohmah yang saat itu sibuk menikmati jilatan dan hisapan mulut Wiwik pada lubang memeknya, juga sibuk dengan aksi mulutnya sendiri di memek sempit Wiwik. Dengan pelan Kyai Kholil bergeser, ia melihat memek Rohmah yang sedang dijilati oleh Wiwik sudah merekah indah, siap untuk dimasuki. Lubangnya yang sengaja dibuka oleh Wiwik terlihat basah kemerahan, juga sedikit berdenyut-denyut seiring hisapan Wiwik pada biji kelentitnya. Dengan dibantu oleh Wiwik, perlahan Kyai Kholil menyelipkan kepala kontolnya ke lubang tersebut. Sleeepp...!! Kepala kontolnya terjepit di lubang vagina Rohmah. Rohmah yang merasakan lesakan di lubang kemaluannya kontan tersentak, tapi ia tidak bisa bergerak karena tubuhnya sedang ditindih oleh Wiwik. Ia yang bertubuh mungil jadi tidak dapat berbuat apa-apa, bahkan ia sama sekali tidak mengetahui apa yang sedang mengganjal di lubang kemaluannya itu. ”Oughh... i-itu apa, Mbak, yang masuk ke dalam lubangku?” tanya Rohmah kaget. ”Tenang, Dik, nikmati saja kontol Abah kamu. Pasti kamu nggak kecewa,” jawab Wiwik menenangkan. ”Eeh... j-jangan! Jangan dimasukkan, Bah! Arghh... pelan-pelan! Kontol Abah gede banget... nggak kalah sama punya paman Dewo! Ooughh... robek memekku!” Rohmah menjerit saat Kyai Kholil mulai meneroboskan kontolnya ke dalam lubang memek sang putri tercinta. Perlahan tapi pasti batang kemaluan Kyai Kholil mulai menyeruak ke lubang memek Rohmah yang sudah seminggu tidak dikunjungi oleh batang kemaluan lelaki. Sedikit demi sedikit kontolnya mulai terbenam dalam lubang memek Rohmah yang masih sempit dan kesat. Bleeess...!!! Dengan sekali hentak, Kyai Kholil mendorong masuk semua batang kemaluannya sehingga terbenam seluruhnya di dalam lubang kenikmatan Rohmah. ”Arghhh... memekmu sempit juga, Nduk!” Kyai Kholil mengerang keenakan merasakan jepitan ketat memek putrinya sendiri, hal yang sudah lama ia inginkan namun baru kali ini berani ia lakukan. ”Oohh... sakit, Abah! Aahh...” Rohmah mengerang merasakan kontol Kyai Kholil yang memenuhi rongga kewanitaannya. ”Sabar, Dik., nanti juga nggak sakit. Ini karena kamu sudah lama tidak merasakan batang kemaluan lelaki,” Wiwik berusaha menenangkan. Kyai Kholil mendiamkan kontolnya sejenak dalam jepitan memek Rohmah. Sementara Wiwik kembali menjilati kelentit Rohmah, jilatan yang dilakukannya perlahan-lahan mulai menghilangkan rasa sakit di memek gadis itu. Namun ternyata bukan hanya Rohmah yang menikmati jilatan itu, Kyai Kholil pun ikut merasakannya karena Wiwik sesekali juga menghisap pangkal kontol sang Kyai yang berada berdekatan dengan posisi kelentit Rohmah. ”Ooh... ssh... hhh...” erangan Rohmah mulai terdengar lagi, isak tangisnya telah berganti dengan lenguhan nikmat akibat jilatan Wiwik. Ia sudah tidak merasakan sakit di memeknya, yang ada malah perasaan enak akibat kontol Kyai Kholil yang memenuhi lubang memeknya. Kyai Kholil sendiri juga merasakan memek Rohmah mulai berdenyut-denyut pelan, seolah meremas-remas batang kontolnya dengan begitu lembut. Tanpa menunggu lebih lama, ia pun mulai menggerakkan pinggulnya; menggesek dinding memek Rohmah dengan batang kontolnya yang besar dan panjang. Kyai Kholil mengayunkannya keluar-masuk secera perlahan-lahan di lubang memek Rohmah, putrinya sendiri, yang kini semakin melenguh dan menggelinjang nikmat akibat persetubuhannya. Wiwik yang masih asyik menjilati kelentit Rohmah, melihat bagaimana kontol Kyai Kholil keluar masuk di memek Rohmah dengan begitu perlahan. Menyadari bahwa Rohmah sudah dapat menikmati lesakan-lesakan kontol Kyai Kholil, iapun bangkit dari posisi membungkuknya dan lalu berbaring di samping Rohmah, sambil tangannya bermain di kedua payudara gadis itu. Benda yang mulai mengkal itu silih berganti ia remas-remas dan ia hisap-hisap ringan, dengan lidahnya Wiwik bermain di kedua puting Rohmah. Gigitan-gigitan lembut ia lakukan di kedua puting itu, akibatnya erangan dan desahan nikmat dari Rohmah jadi semakin kerap terdengar. ”Auw... ahh... ahh...” Rohmah merasakan kenikmatan yang sangat luar biasa yang belum pernah ia alami sebelumnya. Selain batang kontol besar yang memenuhi rongga memeknya, hisapan dan jilatan serta gigitan Wiwik di puting payudaranya membuatnya bergairah luar biasa. Matanya kadang terpejam kadang mendelik, sementara mulutnya terus mendesah dan mengerang penuh gairah. ”Oughh... enaak, Bah! Ssh... ahh... kontol Abah enak! Genjot terus... memekku enak!” Rohmah mendesah tak karuan. ”Sssh... ughh... memekmu juga enak, Nduk!” Kyai Kholil balas mengerang. ”Bener kan, Dik, kamu pasti merasa nikmat,” gumam Wiwik sambil terus mencucupi puting Rohmah satu per satu, menghisap dan menjilatinya dengan penuh nafsu. ”I-iya, Mbak... oughh... kontol Abah nggak kalah sama punya paman Dewo... enakk... gede banget! Aaghh...” erang Rohmah dengan tubuh semakin menggelinjang. Batas antara ayah dan anak sudah hilang sekarang, berganti dengan nafsu binatang yang menuntut untuk dipuaskan. Nampak kepala Rohmah bergoyang ke kiri dan ke kanan, kadang-kadang juga terangkat saat lesakan kontol Kyai Kholil masuk lebih dalam di lubang vaginanya. Lenguhan dan desahannya juga semakin sering terdengar, gairah birahinya yang terpendam selama satu minggu ini terlampiaskan sudah. Gejolak birahinya meledak-ledak menikmati sodokan-sodokan kontol Kyai Kholil, ayahnya sendiri. Rohmah bahkan merasakan puncak pendakiannya akan segera tercapai, ia merasakan lahar kenikmatannya akan segera meletup keluar. ”Oohh... terus genjot memekku, Bah! Yang cepat! Yang kuat! Auw... yah begitu! Terus! Ahhh... makin cepat, Bah! Makin kuat! Aku... oghh... mau keluarr...” Rohmah mengerang sejadi-jadinya merasakan nikmatnya digenjot oleh ayahnya sendiri. Mendengar erangan sang putri tercinta, Kyai Kholil semakin mempercepat gerakan pinggulnya. Saat merasakan kedutan kuat di dinding-dinding memek Rohmah yang melingkupi batang penisnya, iapun menekan kontolnya kuat-kuat ke dalam lubang kenikmatan gadis itu, bllessh...!!! ”Oughh... Bah! E-enak! Nikmaat! Hhm...” Rohmah mengerang keenakan saat vaginanya mulai menyemburkan cairan kenikmatannya yang sudah terpendam selama satu minggu ini. Kyai Kholil mendiamkan sejenak kontolnya dalam lubang vagina gadis itu untuk memberi kesempatan kepada Rohmah menikmati puncak kenikmatannya. Ia merasakan bagaimana memek Rohmah yang berkedut-kedut kuat seiring dengan menyemburnya cairan kenikmatannya. Terlihat nafas Rohmah masih memburu, matanya terpejam, namun di mulutnya tersungging senyum tipis penuh kepuasan. Untuk pertama kalinya ia bersetubuh dengan ayahnya sendiri dan untuk pertama kalinya juga ia dipuaskan oleh laki-laki itu. Setelah nafasnya mereda, barulah Rohmah membuka kedua matanya, tapi ia langsung tersipu begitu tahu kalau Kyai Kholil sedang menatap dirinya. Mukanya langsung memerah, kedua tangannya secara otomatis menutupi kedua payudaranya yang terbuka. Meski baru saja bersetubuh, dan malah kontol Kyai Kholil masih menancap di liang rahim Rohmah, namun gadis itu merasa malu. Ini memang tidak seharusnya dilakukan, kalau bukan karena pelet maut si Dewo tidak mungkin ini terjadi. Tingkah Rohmah itu membuat Wiwik dan Kyai Kholil tersenyum. Dengan kontol masih terbenam di lubang kenikmatan Rohmah, kembali Kyai Kholil menggerakkan pinggulnya secara perlahan. Rohmah yang masih tersipu malu terhenyak dengan ulah ayahnya itu, namun ia hanya bisa melenguh merasakan gesekan batang kemaluan Kyai Kholil di dinding-dinding vaginanya tanpa bisa berbuat apa-apa. Hanya mukanya yang semakin memerah saat kedua tangan Kyai Kholil mulai menggerayangi kedua payudaranya yang sedang ia tutupi dengan menggunakan tangan. Lembut Kyai Kholil menyingkirkan tangan Rohmah hingga payudara yang masih ranum itu kembali terpampang jelas. Segera Kyai Kholil meremas-remasnya sambil terus menggenjot lubang memek Rohmah dengan batang kontolnya yang masih ngaceng penuh. Erangan Rohmah pun kembali terdengar, nafsu birahinya yang tadi sudah sedikit padam, perlahan mulai menyala kembali. Wiwik yang melihat Kyai Kholil mulai menggenjot ringan, segera beranjak ke belakang tubuh kakak iparnya itu, ia peluk Kyai Kholil dari belakang. Mesra ia ciumi punggung, telinga, tengkuk dan leher Kyai Kholil, sambil salah satu tangannya bergantian mengelus-elus batang dan biji peler sang Kyai yang bergoyang-goyang seiring hentakannya. ”Ahh...” Kyai Kholil yang merasakan sentuhan Wiwik jadi ikut melenguh. Ia merasakan sensasi nikmat yang berbeda. Akibatnya, kontolnya jadi semakin gencar keluar masuk di liang memek Rohmah. Gerakan ayunannya menjadi bertambah cepat. ”Aughh... shhh... ahh...” Rohmah yang merasakan kontol sang ayah semakin gencar keluar masuk di lubang vaginanya, jadi semakin melenguh. Desahan dan erangannya kini semakin menjadi. Cairan pelicin semakin banyak mengalir dari lubang vaginanya, bercampur dengan cairan orgasmenya yang tadi sudah menyembur keluar. Akibatnya lubang vaginanya jadi semakin basah sekarang. Suara kecipak aneh terdengar begitu alat kelamin mereka beradu, yang mana itu semakin menambah gairah birahi mereka bertiga. ”Ooh... enak, Bah! Terus genjot! Memekku... oooh...” Rohmah merintih-rintih keenakan. Sambil kedua tangannya tetap meremas-remas kedua payudara putrinya, genjotan-genjotan Kyai Kholil pun semakin bertambah cepat. Sementara itu ia sendiri merasakan elusan-elusan Wiwik di biji pelernya berubah menjadi remasan-remasan lembut. Sangat nikmat sekali. Tangan adik iparnya itu seperti tidak mau lepas dari sana. ”Hhm... jangan lupa, Bang, sisakan kontolmu buat aku!” Wiwik berbisik lirih di telinga Kyai Kholil. ”Oughh... pasti, Wik, aku masih kuat kok!” jawab Kyai Kholil penuh keyakinan. ”Ayo, Bah... genjot lebih kuat! lebih cepat! Aku mau keluar!” rintih Rohmah yang merasakan puncak kenikmatan akan segera ia raih kembali untuk kedua kalinya. Kyai Kholil tersenyum mendengar jeritan Rohmah. Hatinya membatin, obat yang diberikan Dewo memang betul-betul ampuh. Untuk kedua kalinya ia bisa mengantarkan Rohmah meraih puncak kenikmatannya. ”Keluarin, Nduk, keluarin!” kata Kyai Kholil sambil mempercepat genjotannya. ”Ahh... aku nggak kuat lagi, Bah! Arghh... aku keluar!!” Rohmah menjerit keenakan saat memeknya memuntahkan lahar kenikmatan untuk yang kedua kalinya, membuat lubang itu jadi semakin basah oleh cairan lendir bening. Nafas Rohmah masih memburu menikmati puncak pendakian yang berhasil ia raih, dadanya naik turun seirama dengan tarikan nafasnya yang masih berat, sementara kedua payudaranya yang bergoncang-goncang terus dipegangi oleh Kyai Kholil. Laki-laki itu kembali mendiamkan kontolnya terbenam di lubang memek sang putri untuk memberikan kesempatan bagi Rohmah menikmati sensasi orgasmenya. Wiwik tersenyum melihat Rohmah kelojotan untuk kedua kalinya oleh terjangan kontol Kyai Kholil. Ia segera memagut bibir Kyai Kholil penuh nafsu, lidahnya menerobos ke rongga mulut kakak iparnya itu, yang disambut oleh Kyai Kholil dengan penuh nafsu juga. Keduanya asyik berciuman sementara Rohmah yang masih menikmati sisa-sisa orgasmenya melihat pemandangan itu dengan iri. Ia lihat tangan sang Abah mulai meremas-remas kedua payudara bulat milik Wiwik, desahan-desahan birahi mereka terdengar saling bersahutan. Meski masih ingin merasakan lagi keperkasaan kontol Abahnya, namun Rohmah tahu diri. Sekarang adalah giliran Wiwik, jadi iapun segera mendorong tubuh Kyai Kholil sehingga jepitan alat kelamin mereka terlepas. Sekarang Kyai Kholil berbaring telentang di tempat tidur, tepat di sebelah Rohmah. Kontolnya yang masih ngaceng keras tampak bergoyang-goyang indah menantang Wiwik agar segera menaikinya. Tanpa membuang waktu, Wiwik menaiki tubuh Kyai Kholil. Dengan mulut masih berpagutan mesra, ia mulai menggesek-gesekkan lubang memeknya di batang kemaluan sang kakak ipar sehingga membuat kontol Kyai Kholil semakin keras dan kaku saja. Selanjutnya, dengan tidak sabar Wiwik meraihnya dan mengarahkan benda itu ke lubang vaginanya. Slleeepp...!! dengan mudah kontol Kyai Kholil terjepit di bibir vagina Wiwik, dan dengan satu dorongan ringan, melesaklah benda itu ke dalam lubang memek Wiwik hingga membelahnya jadi dua bagian sama lebar. ”Arghh... Bang, masuk semua kontolmu... di memekku... aah!” Wiwik melenguh puas. ”Hmm... memekmu sempit, Wik, nggak kalah sama punya Rohmah!” balas Kyai Kholil merasakan sempitnya lubang memek Wiwik. Tanpa menunggu lama, mereka pun mulai menggerakkan pantat maju mundur sehingga kontol Kyai Kholil bergerak keluar masuk dengan sendirinya di memek sempit Wiwik. Mereka berpelukan erat, tubuh keduanya seolah menyatu. Wiwik terlihat semakin bernafsu memagut bibir Kyai Kholil, yang dibalas oleh Kyai Kholil dengan meremas-remas payudara Wiwik mesra. Wiwik yang sudah berpuasa selama satu minggu inipun semakin liar beraksi, goyangan pantatnya betul-betul hebat; kadang bergerak maju-mundur, kadang berputar-putar, bahkan juga beberapa kali turun naik dengan begitu cepat saat merasakan kontol Kyai Kholil yang seperti sedang mengebor lubang kemaluannya. ”Oooh... enak, Bang! Kontolmu enak!” Wiwik merintih keenakan. ”Aah... terus goyang, Wik! Memekmu betul-betul enak!” balas Kyai Kholil yang merasakan kontolnya seperti dipijit-pijit saat Wiwik memutar-mutar pantatnya. Rohmah yang mulai tersadar, begitu melihat kedua payudara Wiwik yang bergoyang-goyang indah seiring dengan gerakan pantatnya, segera memberanikan diri untuk mendekat. Ia peluk Wiwik dari belakang dan mulai meremas-remas kedua payudara gadis itu. Bahkan tidak hanya tangannya yang beraksi, tapi mulut Rohmah pun ikut bekerja dengan silih berganti menjilat kedua puting Wiwik yang mungil kemerahan. “Arghh…” akibatnya, Wiwik jadi mengerang penuh kenikmatan. Jilatan Rohmah di puting payudaranya dan serangan kontol Kyai Kholil di kemaluannya benar-benar membuatnya tak tahan. Gerakannya maju mundurnya kini semakin bertambah cepat, juga tidak beraturan. Akibatnya kontol Kyai Kholil pun semakin gencar menyodok-nyodok ke dalam lubang memeknya. Nampaknya gadis itu sudah hampir mencapai puncak kenikmatannya. ”Aarggh... aku mau keluar, Bang! Kontolmu memang nikmat!” Wiwik mengerang, tubuhnya mengejang saat vaginanya memuntahkan lahar kenikmatannya. Cairan itu menyembur membasahi batang kontol Kyai Kholil yang masih berada dalam jepitan liang vaginanya. Kyai Kholil yang melihat tubuh Wiwik mengejan-ejan nikmat, segera buru-buru membenamkan penisnya dalam-dalam. Tanpa aba-aba ia muntahkan spermanya ke liang rahim gadis itu. Mereka melenguh secara berbarengan dan saling berpelukan. Rohmah melihat dengan iri, namun ia segera tersenyum begitu Wiwik bangkit dan membagi sisa pejuh Kyai Kholil yang merembes dari liang memeknya sama rata. Berdua mereka menjilatinya hingga bersih, sampai tidak ada yang tersisa. Selanjutnya mereka tertidur berpelukan dengan Kyai Kholil berada di tengah-tengah, tubuh mereka masih sama-sama telanjang. Di kamar sebelah, Dewo juga melakukan hal yang sama. Ia muntahkan spermanya untuk yang ketiga kalinya di pagi ini ke mulut Nyai Siti. Dan wanita itu terus menelannya dengan penuh rasa suka. Tersenyum puas, Dewo kembali meraih tubuh molek Nyai Siti ke dalam pelukannya.

No comments:

Post a Comment